Mohon tunggu...
Dwi Rakhmawati
Dwi Rakhmawati Mohon Tunggu... Guru - Sehari-hari belajar dan bermain dengan anak-anak di Sekolah Dasar kota kecil di Kota Solo.

Suka menulis dan bersahabat dengan alam. Saat ini mengajar di sekolah dasar. http://gurusahabatku.blogspot.com (alternatif blog yang lain).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Susahnya Menginternalisasi Sadar Lingkungan

24 April 2011   12:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:27 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[Menyambung tulisan sebelumnya]. Setelah menjadi backpacker di Jakarta (maklum orang daerah), jalan-jalan berdua dengan suami dari shelter ke shelter, dari taman kota hingga ke bivak-bivak kota. Akhirnya kami beli tiket kereta di stasiun Senen untuk pulang. Suara riuh terdangar dari arah depan stasiun, tepatnya di gelanggang remaja Jakarta Pusat. Yah, daripada manyun nunggu jam kereta berangkat, kami kesana. Pentas teatrikal 'Pentas Kreatif' bumiku tersenyum digelar dalam rangka memperingati Hari Bumi se Dunia, dari 23-24 April 2011. Banyak para seniman, sastrawan, budayawan yang menghadirinya, dari luar pagar beberapa pengantri tiket kereta ekonomi-bisnis juga nonton sepertiku. Aku menikmati suguhan musikalisasi, pembacaan puisi, dan teatrikal. Dua perempuan muda, menawari suamiku seteguk kopi yang sepertinya menjadi salah satu sponsor acara tersebut.

Kampanye menanam pohon "Seni untuk Bumi" dibuka dengan penanaman pohon Chairil Anwar secara simbolis kepada perwakilan pedagang dan pengamen. Kampanye tanam sejuta pohon terdengar lantang dari MC, "Mari kita rawat bumi kita yang makin rapuh, makin tua dan makin tak terurus."
Sampah berserakan Tapi ada yang menggelitik hati dan pikiranku. Manakala orasi ajakan menyelamatkan bumi tadi, diikuti dengan tepuk tangan para tamu. Ada bocah-bocah yang asyik mengumpulkan gelas plastik, botol mineral, dan sampah-sampah kertas. Lalu beberapa tamu yang tengah berpentas kreasi untuk bumi, dan yang sedang duduk menikmati acara tetap saja asyik makan dan membuang sampahnya asal-asalan. Area kursi tempat duduk para tamu tampak kumuh sampah, dan amat sangat ironi (ditengah orasi ajakan sadar lingkungan tadi). Bagaimana tidak, kok ternyata pahlawan penyelamat bumi yang sebenarnya malah bocah-bocah tanpa alas kaki, yang ingin membantu ayah ibu mereka memulung sampah-sampah para tamu undangan. Yas, salah satu pahlawan kecil misalnya. Setelah mengambil gelas mineral atau gelas kopi sponsor, airnya ia buang di rumput. Penasaran kuikuti dia, dan sambil berlari kecil, ia siramkan sisa air di pot-pot besar sepanjang teras gedung gelanggang remaja.
Terima kasih pahlawan kecilku Luar biasa nak, terima kasih sudah jadi pahlawan yang sesungguhnya. Pahlawan penyelamat lingkungan, penyelamat bumi. Malulah nak kami ini, pandai berkata tak pandai menginternalisasikan dalam diri dan perbuatan. Susahnya menginternalisasi diri sendiri untuk sadar lingkungan. Hem...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun