Berbicara tentang pandemi, tentu tidak bisa kita kesampingkan tentang kolera, yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera dan menyerang saluran pencernaan. Berawal dari India tahun 1816, penyakit ini menyebabkan tujuh periode pandemi sampai ke Uni Soviet tahun 1966. Wabah Influenza juga perlu diberi perhatian.
Dalam kurun waktu 1889 sampai 1969, marak terjadi flu dengan berbagai macam subtipe dan nama belakangnya, mulai dari flu Asiatik, flu Spanyol (H1N1 di tahun 1918-1920), flu Asia (H2N2), sampai ke flu Hong Kong (H3N2). Di tahun 2009 sampai 2010 pun terjadi Wabah Swine Flu yang juga disebabkan oleh virus H1N1. Pandemi yang terjadi sekarang adalah HIV/AIDS, serta COVID-19 yang menjadi asal mula penyebab kacaunya kondisi dunia sekarang ini.
Sekarang kita tahu bahwa dunia sudah mengalami berbagai macam pandemi dan wabah besar. Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapi pandemi ini? Apa upaya yang sudah dilakukan manusia untuk melawan dan menghambat penyebaran wabah yang telah terjadi?
Tentu para pendahulu kita tidak tinggal diam dalam menghadapi pandemi. Banyak metode pengobatan yang telah diciptakan. Mulai dari penggunaan antibiotik, vaksin, hingga penciptaan desinfektan. Dengan mempelajari organisme yang menyebabkan suatu wabah, manusia juga mampu mempelajari cara penyebaran wabah tersebut serta melakukan upaya pencegahan untuk memutus rantai penyebarannya.
Influenza mampu ditularkan melalui udara lewat batuk ataupun bersin, kontak langsung dengan tinja burung atau unggas, dan juga kontak dengan permukaan yang terkontaminasi. Kolera tersebar lewat air minum yang terkontaminasi atau ikan yang tidak dimasak dengan benar, terutama kerang. The Black Death terjadi karena gigitan serangga atau hewan pengerat yang terkontaminasi serta kontak dengan penderita. Kita sekarang memahami bahwa pembungkus virus Corona terdiri dari lapisan lemak, yang akan hancur ketika mengenai sabun, baik batang maupun cair.
Dalam menghadapi COVID-19, patutlah kita bercermin dan menanyakan pada diri kita, apakah kita sudah belajar sejarah dengan benar? Apa yang harus dilakukan untuk menghadapi pandemi, yang tentu juga dialami para pendahulu kita? Apakah kita sudah mengerti tentang cara penyebaran wabah yang menimpa kita, sesuai dengan apa yang dilakukan nenek kakek kita dahulu ketika bertatap muka dengan wabah?
Apakah kita, khususnya para ilmuwan, sudah mengusahakan vaksin untuk para penderita? Apakah bagi kita, sejarah hanyalah “masa silam” yang terlalu “kuno” dan tidak layak untuk diambil inti sarinya dan diterapkan di masa kini? Apakah tidak ada satu dua pelajaran yang bisa dipetik dari masa lalu?
“Apakah-apakah” yang lainnya pasti akan bermunculan seiring jalannya waktu.
Saya faham bahwa saya bukan ahli kesehatan ataupun ilmuwan yang mampu menciptakan vaksin, desinfektan, ataupun produk medis lainnya untuk pemutusan rantai penyebaran COVID-19. Tapi, setidaknya saya bisa membuat hand sanitizer sendiri di rumah. Saya juga bukan dokter ataupun petugas kesehatan yang mampu menangani pasien COVID-19. Tapi, setidaknya saya bisa berdiam diri di rumah untuk meminimalisir jumlah individu penyusun rantai penyebarannya.
Maka, saya lakukan peran saya sebisa mungkin. Melalui media tulisan, saya ingatkan : Janganlah bikin malu para leluhur, nenek moyang, dan Ir. Soekarno. Terkadang kita perlu yang namanya “memasadepankan masa silam.”Belajar dari pengalaman, untuk keamanan dan kenyamanan di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H