Mohon tunggu...
Rakhaay Panjalu
Rakhaay Panjalu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - seorang admiral

dalam perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bergerak dan Menggerakkan

14 Februari 2022   12:30 Diperbarui: 14 Februari 2022   12:57 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Surat terbuka kepada seluruh pelajar Indonesia,

Indonesia adalah negara multikultur yang berdasar pada Pancasila. Di dalam nilai Pancasila tersebut banyak nilai luhur yang sudah disusun sedemikian rupa oleh para bapak bangsa sebagai bekal utama Indonesia dalam menghadapi dan beradaptasi dengan waktu-waktu yang akan datang. Nilai-nilai luhur Pancasila itupun didukung dengan undang-undang serta regulasi yang sudah dibuat. Namun, dalam pelaksanaannya, implementasi nilai-nilai Pancasila tidak berjalan mulus.

Dunia pendidikan Indonesia sedang dihadapkan pada situasi darurat dan genting. Tiga dosa sistem pendidikan nasional yaitu sexual violence (kekerasan seksual), bullying (perundungan) dan intolerance (intoleransi) benar-benar menyayat dunia pendidikan ibu pertiwi. 

Keresahan ini hampir merata hampir di seluruh jenjang pendidikan Indonesia. Interaksi dari penyimpangan ini juga hampir merata di seluruh pihak didalamnya, mulai dari pelajar dengan sesama pelajar, guru dengan pelajar, guru dengan petinggi institusi pendidikan, dan bahkan pelajar dengan petinggi institusi pendidikan langsung. Namun, pertama-tama yang perlu diperhatikan secara khusus, dan ditindak terlebih dahulu adalah kasus intoleransi yang ada dalam tubuh pendidikan Indonesia. Benih-benih intoleransi, apabila tertanam dalam benak para pelajar Indonesia akan berakibat fatal, karena dapat membahayakan kesatuan dan persatuan serta memicu adanya disintegrasi bangsa.

Kasus intoleransi yang terjadi di sistem pendidikan Indonesia telah banyak terjadi, contohnya, kasus mewajibkan atau melarang penggunaan pakaian yang menjadi ciri khas keagamaan tertentu, seperti yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat. Lalu, di jenjang Taman Kanak-kanak atau TK, terdapat tenaga pengajar yang mengajarkan lagu berbau agama tertentu kepada semua murid, padahal para murid berbeda-beda agamanya. 

Ada pula kasus provokasi atau intervensi pihak sekolah untuk mengarahkan memilih murid yang seiman dalam pemilihan ketua OSIS, serta tenaga pengajar yang memiliki keahlian dan prestasi sulit berkembang dan naik jabatan karena berasal dari kalangan minoritas. 

Dari berbagai kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa penyebab utama dari kasus-kasus intoleransi dalam sistem pendidikan nasional adalah adanya maladministrasi dalam penyusunan tata tertib institusi pendidikan serta kehendak pribadi yang mewarnai dunia pendidikan Indonesia.

Yang amat disayangkan adalah mengapa guru dan institusi pendidikan yang dipercaya para orangtua untuk mendidik anak-anak mereka supaya menjadi ‘manusia’, malah menanamkan hal-hal buruk ke dalam diri para pelajar. Institusi pendidikan seharusnya memberikan ruang aman untuk bertumbuh, bukannya memberikan rasa takut, intimidasi, provokasi bahkan pengalaman traumatis. 

Sekolah, sebagai tempat terjadinya interaksi berskala besar, yang seharusnya menciptakan kondisi harmonis di tengah kemajemukan bangsa, malah menciptakan situasi yang mengancam keharmonisan. Kondisi psikologis memengaruhi dinamika pendidikan. Maka dari itu, relasi psikologis antara guru dan murid haruslah baik, demi terciptanya kegiatan belajar-mengajar yang kondusif dan konstruktif.

Banyak tindakan yang bisa diusahakan untuk menjadi ‘senjata’ dalam memerangi maraknya kasus intoleransi dalam sistem pendidikan Indonesia. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makariem berkomitmen kuat untuk memerangi dan menghapuskan tiga dosa dunia pendidikan nasional ini. Pengesahan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri dan peningkatan kualitas guru menjadi langkah pemerintah untuk menanggulangi maraknya kasus intoleransi yang terjadi. 

Namun, selain upaya-upaya dari pemerintah dan institusi pendidikan, dari kita, para pelajar Indonesia harus pula memiliki upaya-upaya untuk membentengi diri dari benih-benih intoleransi itu sendiri. Aturan saja tidak cukup, upaya ini harus menjadi gerak bersama. Upaya yang bisa dibangun untuk memerangi intoleransi itu bukanlah sesuatu hal yang muluk-muluk, namun merupakan hal yang sederhana. Pertama, kita harus bisa menyadari dan menerima terlebih dahulu perbedaan-perbedaan yang ada di tengah kita. Itulah kunci utama untuk bisa bergerak dan menggerakkan lebih jauh. 

Pelajar Indonesia juga harus dibekali prinsip yang kuat, untuk selektif dan berani, serta berani untuk selektif. Selektif, pelajar Indonesia harus memiliki nilai lebih untuk bisa membedakan mana regulasi yang baik dan mana regulasi yang bertentangan dengan Pancasila, serta mana regulasi yang hanya buah dari penyelewengan kekuasaan. Berani, para pelajar harus berani untuk menolak, dan bahkan melawan hal-hal intoleran yang ada dan menerjang mereka. 

Berani untuk selektif, banyak pelajar yang tahu dan paham bahwa banyak regulasi yang tidak sesuai dengan hukum dan moral, namun karena regulasi tersebut dari pihak institusi pendidikan, mereka tidak berani melawan karena takut akan hukuman. Hukum selalu berpihak pada hal benar dan keadilan akan diperjuangkan.

Institusi pendidikan haruslah menjadi tempat penyemaian generasi penerus bangsa yang berintegritas tinggi dan berkualitas. Institusi pendidikan seharusnya menjadi tempat yang mengajarkan untuk menghargai perbedaan, bukan menebarkan benih perpecahan.

Institusi pendidikan harus sukses dalam menanamkan prinsip bahwa perbedaan merupakan sarana untuk makin membuka mata para siswa untuk melihat dunia yang lebih luas, sehingga siap untuk menghadapi berbagai masalah di depan mereka sebagai generasi penerus bangsa ini. Pelajar Indonesia, jadilah berani dan selektif, serta berani untuk selektif!

Danielle Rakhaay Panjalu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun