Mohon tunggu...
sekar A
sekar A Mohon Tunggu... Penulis - pemimpi

Active

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Curahan Hati Pelajar dan Guru tentang Belajar Online

17 Agustus 2020   10:19 Diperbarui: 17 Agustus 2020   10:25 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber : desmoinesregister.com)

Sudah sebulan semenjak tahun ajaran baru dimulai. Tapi sekolah masih saja tutup akibat pandemi. Enam bulan tidak sekolah, tidak tahu bagaimana kondisi sekolah yang ditinggalkan. Makin baik atau makin buruk? Saat ini hampir semua pelajar melalu daring (Dalam jaringan). Belajar di rumah memanfaatkan teknologi internet. 

Semua guru dan murid belajar dengan cara berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Jika kita sebelumnnya belajar di kelas, sekarang sudah digantikan grup kelas. Jika kita sebelumnya bertatap muka langsung digantikan dengan videocall. Jika sebelumnya kita melihat temen-temen di hukum di depan kelas, kini tergantikan dengan chat room saja.

Enam bulan sudah tidak mendengar celotehan teman sekelas. Biasanya di kelas sering mendengar cerita dari guru, kini sepi. Tidak ada lagi anak-anak terlambat, tidak ada lagi makan bareng di kantin, tidak ada lagi yang liat gebetan lewat, tidak ada lagi murid bar-bar di kelas, semua itu bukannya 'tidak ada lagi', tapi sedang libur. Semua aktivitas di sekolah tergantikan dengan teknologi.

Ini menjadi hal pertama dalam sejarah. Tahun ajaran baru online. Mau tak mau, siswa dan guru mengikuti tahun ajaran baru dengan online ini. Berbagai reaksi guru dan siswa selama belajar online tidak hanya dirasakan oleh mereka, namun juga para orangtua.

Perspektif belajar online menurut pelajar

Pelajar saat ini memang sedang dihadapi kelas virtual. Mulai dari SD hingga SMA bahkan kuliah, semua tak lepas dari gadget. Maupun di kota atau desa. Dan baru kali ini juga merasakan bagaimana rasanya mengikuti kelas virtual. Tahun ajaran baru 'yang benar-benar baru' membuat mereka pusing tujuh keliling. Berbagai macam komentar yang mereka alami selama ini memang berdasarkan fakta. Kelas Virtual memang seharusnya sudah ada sejak internet dan kecanggihan teknologi dibuat, namun sepertinya kelas virtual sepertinya dipakai ketika hanya keadaan mendesak dan darurat.

"Susahnya ya kadang belajar online itu banyak terhambat dari sinyal mungkin kouta,, tross juga banyak gk paham materi kalau dijelasin lewat online." ujar salah satu murid.

Karena pelajar terbiasa belajar di kelas dengan kontak fisik langsung, mungkin harus terbiasa memahami materi sendiri yang disampaikan dengan internet. Memahami sendiri materi terkadang juga bingung untuk siswa. Ada saat nya ketika salah satu materi tidak mereka pahami, mau bertanya pada siapa. Secara tak langsung mereka harus mencari sebuah artikel atau video yang menjelaskan materi yang tidak dipahaminya. Bukan guru atau teman, tapi internet.

Yang namanya virtual, gadget, sinyal, dan kuota/wifi merupakan hal yang paling utama untuk mengejar mata pelajaran saat ini. Tidak ada ketiga itu, mustahil mengikuti kelas virtual. Bahkan satu saja jika tidak ada dari tiga hal utama tersebut, materi menjadi terhambat. "Hp satu tuh buat bertiga semisal adik-kakak. Kayak aku hp satu buat bertiga." curhat salah satu teman akrab.

Menurut mereka belajar online sepert ini bahkan membawa banyak dampak negatif daripada positifnya. Mungkin karena hampir setiap tahun kita memulai ajaran baru di sekolah dan belajar langsung dengan para guru, berkontak langsung dengan mereka, mau tidak mau kita belajar dengan cara yang berbeda kali ini.

"Pernah waktu itu ulangan pas sinyalny jelek pdhl udh selesai ngerjain tinggal di submit malah sinyal hilang akhirny ngulang lagi besoknya."

"Banyaakkkkk, guru cuman ngirim materi lewat teks pdhl ak lebih paham kalo diterangin secara lisan."

"Nggak enaknya bosen, keteteran, jenuhh juga."

Kebanyakan dari pelajar boros kuota, susah sinyal, deadline nya tugas, dan kurang paham menjadi masalah terbesar dari bagian belajar online. Memang, belajar online kita sendiri yang harus benar-benar belajar. Tidak paham, kita juga harus cari jalan keluarnya sendiri. Berbeda dengan di sekolah, jika di sekolah, kita yang kurang paham bisa bicara pada guru agar mengulangi materinya sekali lagi.

Meskipun belajar online membawa banyak negatif. Di sisi lain juga mendapat banyak positifnya dari belajar online ini.

"Pendapat dia kalau kelas online itu bisa menghindarkan diri kita dari covid-19 ini. Bisa belajar dari rumah tanpa perlu pergi naik motor kn enek tinggal bangun tidur buka hp belajar dech."

"Yang enaknya ga perlu capek" dateng ke sekolah."

"Positifnya itu, jadi lebih tau kalau ada banyak situs, aplikasi, sama video pembelajaran."

Sebagai seorang pelajar, sudah pasti kita harus mengikuti aturan-aturan pemerintah. Memang pelajar saat ini sedang berkeluh-kesah, tapi mereka yakin akan keluar bersama-sama setelah melewati uji coba ini.

Perspektif belajar online menurut para guru

Siapa bilang hanya siswa saja yang pusing tujuh keliling. Guru pun juga sama. Saya yakin, sakit hatinya guru ketika belajar online, ada siswa yang merasa bodoamat ketika pelajaran sedang berlangsung. Guru-guru juga bingung bagaimana cara menyampaikan materi lewat virtual. Akhirnya kebanyakan dari mereka hanya meyuruh mengerjakan halaman sekian dan memberikan file berisi materi.

"Belajar online sebenarnya bgus utk teknologi skrng, tp klo masa pandemi kurng efektif ga bisa tatap muka langsung."

Dalam hati kecil para guru, mereka rindu dengan suasana kelas dan murid-murid mereka. Ketika mengajar dengan sepenuh hati, semua mata menyimak padanya, guru memberikan materi dengan lancar. Disitu guru merasa dihargai.

Tidak hanya pusing bagaimana memberi materi lewat virtual, namun mereka juga pusing bagaimana memasukkan nilai. Belum lagi ditambah pekerjaan rumah.

"Klo dr saya krn msh blajar jg tentang aplikasi jd ya banyak kurangnya. Tp sedikit lambat pasti bisa. Mengenai penyampaian materi itu pasti mengalami perbedaan jauh drpd daring mengingat cr gaya penyampaian materi tiap guru berbeda. Smentara drpd daring hampir / kurang lebih disamakan. Dan ini membutuhkan waktu untuk pelajarinya. Mengenai penilaian tergantung individu guru ada yg pakai metode pilihan ganda dan essay tp klo menurut anggapan sya metode essay bisa lebih membantu penalaran siswa (tergantung mapel (tdk blh disamakan). Blm lg keaktifan kita (siswa/guru) dlm kelola aplikasi. Terakhir kebijakan lembaga."

Secara tak langsung, guru mencoba beberapa aplikasi belajar yang dirasa cukup efektif untuk mengajar. Mereka mencoba membuat soal dengan berbagai gaya dan pilihan. Mereka terus mencoba ini dan itu untuk siswa dan siswi yang menunggu diajar. Membuat video, mengetik berlembar halaman, atau cara lain demi siswa-siswi.

Yang diinginkan pelajar dan guru hanyalah, kembali sekolah seperti normalnya. Mereka rindu dengan suasana sekolah. Belajar kembali, dan bersama membangun negeri ini menjadi lebih baik. Digrahayu Republik Indonesia 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun