Mohon tunggu...
Raka Pamungkas
Raka Pamungkas Mohon Tunggu... -

change agent | world traveler

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berhati-hatilah (Nge-kos) di Surabaya

3 Juli 2011   10:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58 4157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah melakukan pengamatan selama 2,5 bulan, akhirnya saya memutuskan menulis ini. Tujuan saya menulis ini sekarang adalah agar tidak terbentuk fitnah ataupun kebohongan belaka yang penuh sensasi. Awalnya, pada pertengahan April 2011 saya dipindahtugaskan dari Jakarta ke Surabaya. Oleh teman dekat, saya dicarikan kos di sekitar Universitas Kristen Petra dengan pertimbangan fasilitas yang memadai dan harga terjangkau. Belum adanya pengalaman berkunjung ke Surabaya membuat saya dengan mudah menyetujui bantuan tersebut. Saya sangat berterima kasih atas bantuan ini. Singkat cerita, saya kemudian menghuni rumah kos di alamat Jalan Siwalankerto Permai I No. C-7 dengan harga Rp. 600.000,- per bulan, belum termasuk listrik tapi sudah ongkos cuci baju (terbatas) dan nasi putih. Pengalaman kos di Yogyakarta semasa kuliah ternyata masih membuat saya sedikit bingung dengan fasilitas kos yang ditawarkan di Surabaya. Hampir semua kos di Surabaya (setidaknya di kawasan ini) mempunyai fasilitas Air Conditioner yang jarang ada di Yogyakarta. Setiap kamar pun sudah dipasang meteran listrik masing-masing. Jadi pemakaian setiap kamar akan dihitung dan ditanggung masing-masing. Dulu ketika masih di Kledokan, Yogyakarta, biaya listrik semua anak kos dihitung dengan gotong royong, kurang adil memang tapi setidaknya membuat kami dekat. Kondisi ini juga memaksa saya untuk sedikit hemat listrik di Surabaya. Penjaga kos hanya mengatakan bahwa listrik per Kwh sebesar Rp. 1.300,- Setengah bulan pertama berlalu, kecurigaan saya belum terlalu meningkat. Saya pikir tagihan listrik kala itu masih wajar karena kurang dari 15 hari pemakaian. Satu hal yang membuat saya kecewa, kaget dan bingung adalah tagihan untuk bulan Mei yang sebesar Rp. 154,700,- (hasil dari 119 x Rp. 1.300,-). Aturan di kos ini adalah semua tagihan berasal dari sms pemilik kos. Oleh karena itu, saya langsung membalas sms tersebut dengan meminta tagihan resmi dari PLN dan cara penghitungannya. Setelah setengah jam, pemilik kos pun menjawab sms saya dengan mengetik bahwa tidak bisa memberikan bukti tagihan PLN dan saya diminta untuk menanyakan hal ini ke si mbak penjaga kos. Saat sampai di kos, saya pun minta penjelasan baik-baik tentang hal ini mengingat saya kerja dari jam 8 pagi dan sering kali pulang kos jam 9 malam serta tidak ada alat elektronik selain AC dan charger telepon genggam. Bagaimana biaya listrik bisa sangat tinggi? Penjelasan yang berputar-putar pun saya terima. Sebagai orang baru, saya tidak mau berkonflik dan menyatakan bahwa saya akan coba lebih irit dan kita akan lihat bagaimana hasilnya untuk bulan Juni. Kecurigaan saya pun semakin menjadi ketika beberapa hari lalu mendapat tagihan listrik sebesar Rp. 123.500,- (hasil dari 95 x Rp. 1.300,-) untuk bulan Juni ini. Padahal penghematan yang saya lakukan terhitung luar biasa, yaitu hanya menyalakan AC dari jam 11 malam sampai jam 6 pagi dengan memakai timer yang tersedia. Sebagai informasi, AC yang ada di sini adalah merk “Honshu” yang kurang saya kenal, entah produk dari mana. Waktu menerima tagihan itu pun saya langsung membalas dengan menanyakan bahwa mengapa tagihan tetap tinggi padahal saya sudah kurangi penggunaan dan sempat cuti 4 malam ke Jakarta dan Semarang pada bulan Juni. Sampai detik ini, sms saya belum dibalas dengan penjelasan apapun. Saya berusaha tidak menuduh siapapun tapi kecurigaan ini semakin mencuat. Ada yang mengatakan bahwa meteran listrik yang dipercepat, permainan biaya listrik dan sebagainya. Kondisi ini juga diperparah dengan air kamar mandi yang selalu berpasir dengan debit air yang lebih rintik daripada gerimis di musim kemarau. Cepat atau cepat memang saya harus segera pindah dari kos ini. Pertanyaan saya paling mendasar adalah mengapa saya tidak boleh menerima bukti tagihan resmi dari PLN. Ada apa sebenarnya? Mungkin ada pembaca yang lebih tahu bagaimana penghitungan listrik yang benar. Semoga tulisan ini tidak menjadi fitnah atau tuduhan tak berdasar tapi lebih sebagai informasi agar lebih berhati-hati memilih kos, baik di Surabaya maupun di kota lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun