Nabi Ibrahim as memberikan teladan terbaik kepada anak dan keluarganya selama proses pendidikan. Keteladanan merupakan metode yang paling tepat dalam proses membentuk anak menjadi manusia yang shalih. Kedudukan Nabi Ibrahim as. sebagai uswah hasanah atau teladan yang baik disebutkan dua kali dalam al-Qur'an (QS. al-Mumtahanah: 4 & 6). Dalam teori perkembangan psikologi, usia anak cenderung meniru (imitatif) orang-orang di sekitarnya terutama orang tua dan keluarga.
Dalam hal ini, orang tua memberi teladan kepada anak terkait iman, ibadah, sikap maupun perilaku. Ismail menjadi anak yang halim atau sabar (QS. as-Shaffat: 101)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail)."
 karena ayahnya, Ibrahim juga halim (QS. Hud: 75) Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Ibrahim sungguh penyantun, lembut hati, dan suka kembali (kepada Allah)."
3. Memilih lingkungan yang baik
Nabi Ibrahim as. memilihkan lingkungan yang kondusif untuk membangun perkembangan mental spiritual dan moralitas anak. Setelah Hajar melahirkan Ismail as., Ibrahim as. mengantar mereka berdua ke Bakkah (Mekkah) seraya mendoakan agar tempat itu diberkahi dan baik untuk perkembangan anaknya (QS. Ibarhim 37). Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."
Orang tua memantau perkembangan anaknya di rumah, sekolah dan lingkungan sekitar dengan memilihkan lingkungan yang baik.
4. Menjadi orang tua yang komunikatif dan demokratis
Nabi Ibrahim as. tidak memaksakan kehendak kepada anak dalam proses pendidikan, kecuali hal yang prinsip (taat dalam beribadah). Nabi Ibrahim as. tampil sebagai sosok orang tua yang dihormati dan diidolakan oleh anaknya. Hal ini tergambar dalam kisah dialog Nabi Ibrahim as. dengan Nabi Ismail as. terkait perintah Tuhan untuk menyembelih Ismail. Nabi Ibrahim as. memberi kesempatan kepada Ismail untuk menyampaikan pendapatnya atas perintah tersebut (QS. as-Shaffat: 102).
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.""