Mohon tunggu...
Raka Bintang Ariska
Raka Bintang Ariska Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIKA Soegijapranata Semarang

stay focus

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menerka Masa Depan Covid-19 di Tanah Air

3 Januari 2021   01:10 Diperbarui: 3 Januari 2021   17:46 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raka Bintang Ariska

UNIKA Soegijapranata

Menerka Masa Depan Covid-19 di Tanah Air

Virus Covid-19 atau yang biasa disebut corona mulai masuk ke tanah air pada tanggal 2 Maret 2020, kasus pertama di Indonesia yaitu dua orang dari Depok yang berhubungan langsung dengan warga negara Jepang dengan mengadakan pesta dansa, dua orang tersebut dinyatakan positif covid-19 setelah warga negara Jepang yang berhubungan langsung dengan mereka dinyatakan positif juga setelah melakukan tes di Malaysia.

Saat virus ini ditemukan di China, pemerintah seolah menganggap virus ini tak berbahaya dan menganggap tidak akan menulari masyarakat yang semestinnya pemerintah harus bersikap waspada dan juga berjaga-jaga akan kehadiran virus ini. Pemerintah pun juga mengeluarkan beberapa pernyataan yang kontroversial, beberapa diantarannya diutarakan oleh Menteri Kesehatan pada saat itu yakni Bapak Terawan, Dia mengatakan di hadapan awak media "Padahal kita punya flu yang biasa terjadi pada kita, itu angka kematiannya lebih tinggi dari corona tapi kenapa ini hebohnya luar biasa," "Saya sebagai Menteri Kesehatan ya saya hanya mengimbau mau dibikin, heboh, atau tidak, itu tergantung kita semua, tergantung dari sudut pandang kita semua," Perkataan itu diucapkan Terawan saat virus corona mulai masuk ke Indonesia dengan menyinggung masyarakat yang saat itu heboh dengan kehadiran virus ini. Terawan juga mengatakan orang yang terpapar virus ini bisa sembuh sendiri, faktannya orang yang terpapar virus ini dengan bawaan penyakit lain berpotensi besar meninggal dunia.

Sampai saat ini per 2 Januari 2021, covid-19 sendiri telah tersebar hingga ke seluruh dunia, bahkan hampir seluruh negara telah terpapar virus ini dimana total orang yang positif terpapar virus ini hampir mencapai 90 juta jiwa dan korban yang meninggal  hampir mencapai dua juta jiwa. Negara dengan kasus positif covid-19 terbanyak yakni Amerika Serikat dengan total orang yang positif terpapar virus ini 20 juta  jiwa dan korban yang meninggal  346 ribu jiwa. Indonesia sendiri menempati urutan ke 20 sebagai negara dengan penyumbang kasus positif covid-19, Indonesia juga menempati urutan kedua di Asia dan pertama di Asia Tenggara sebagai negara dengan penyumbang kasus positif covid-19 terbanyak. Kasus positif covid-19 di Indonesia juga telah tersebar ke seluruh provinsi dan tidak ada satupun provinsi yang tidak terpapar, dimana kasus tertinggi yakni berada di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan total kasus positif 186 ribu jiwa dan total korban meninggal 3.290 jiwa. Jawa Tengah sendiri menempati urutan ke empat kasus positif terbanyak dengan capaian total kasus positif 82.613 jiwa dan total korban meninggal 3.600 jiwa.

Gambaran kondisi awal masyarakat Indonesia pada saat dinyatakan kasus pertama adalah cemas dan panik. Panic buying adalah salah satu bentuk kecemasan atau kepanikan masyarakat pada saat itu. Bahkan, sebagian masyarakat membeli barang secara berlebihan dan bisa dikatakan menimbun barang, mereka menganggap dengan cara seperti ini mereka dapat bertahan hidup di tengah pandemi seperti ini. Panic buying tersebut menimbulkan masalah serius pada saat itu yakni kelangkaan barang terutama barang-barang medis seperti masker, hand sanitizer, dan masih banyak lagi, bahkan tenaga kesehatan juga mengalami kelangkaan ini. Barang-barang medis seperti masker dan hand sanitizer pada saat itu juga dijual dengan banderol harga yang sangat tinggi oleh para penimbun. Pada saat dinyatakan kasus pertama ini juga pemerintah mulai ketat mulai menerapkan protokol kesehatan dan juga mulai menggunakan #workforhome yang artinnya bekerja dari rumah, dimana seluruh aktifitas dilakukan di rumah seperti sektor pendidikan, perkantoran dan lainnya dilakukan secara virtual dengan harapan kasus ini tidak bertambah. Mayarakat juga pada saat itu juga hampir semua patuh akan penerapan protokol kesehatan yang ditekankan pemerintah seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Berbanding terbalik dengan kondisi saat ini masyarakat mulai mengabaikan keadaan pandemi, sekarang banyak kita temui dijalan banyak orang berkerumun tanpa menjaga protokol kesehatan seperti tidak menggunakan masker, sekarang masyarakat memakai masker bukan karena takut terpapar virus melainkan mereka memakai masker karena takut teguran dan denda dari aparat. Kegiatan #workforhome juga tidak seperti dulu, karena masyarakat merasa lebih baik mati karena virus ini daripada mati kelaparan karena tidak ada pemasukan karena hampir seluruh sektor kehidupan mati disaat pandemi seperti ini. Pemerintah juga terkesan menganggap remeh pandemi ini dimana pemerintah tetap mengadakan pilkada yang masyarakat rasa tidak berdampak signifikan.

Akhir tahun 2020 hingga awal 2021, dianggap merupakan kabar gembira karena pemerintah dapat mendaratkan vaksin di tanah air, total vaksin Sinovac sekitar tiga juta dosis tersebut didatangkan pemerintah dari Beijing. Pemerintah juga menggratiskan vaksin ini, Namun, menurut Dicky Budiman seorang epidemiolog “tidak ada pandemi yang selesai dengan vaksin, cacar yang telah muncul sejak ratusan tahun lalu, meski telah ada vaksin, pandemi ini baru selesai dalam 200 tahun, Polio juga baru selesai dalam 50 tahun. Virus inipun sama, bukan berarti setelah disuntikkan (vaksin corona) langsung hilang. Akan perlu bertahun-tahun untuk mencapai tujuan herd immunity” dia menganggap masyarakat menganggap vaksin ini adalah obat, padahal vaksin ini berguna untuk mencegah bukan mengobati dan vaksin ini juga berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh akan virus ini.

Kesimpulannya sudah jelas, kebijakan pembatasan sosial di satu waktu saja dan kehadiran vaksin pun tidak bisa untuk mengendalikan pandemi jangka panjang. Dengan adannya kelonggaran peraturan seperti saat ini dimana pelanggaran yang banyak dilakukan baik dari kalangan masyarakat hingga kalangan pemerintah sendiri, menurut saya kondisi pandemi akan terus berlangsung hingga 2021 bahkan 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun