Aku berangkat lagi, Mak
mencari sudut halte kosong
bertukar mimpi dengan jembatan kolong
lalu bernyanyi dari siang bolong
seperti rumi menari dan bermonolog.
Kali ini aku tidak menunggang kuda
pelana ditukar oleh orang untuk makan keluarganya, tak papa mak,
puisi cukup punya kaki untuk melangkah
bangku bis senilai sepuluh kilogram beras.
Pada kyai-kyai jawa yang sudah tiada,
aku belajar menjadi makna.
Bapa, tetap bintang melati yang kuemban sebagai pundak.
Pertukaran pikiran tadi malam dengan chairil
masih stabil, kutangkap puisinya bagai singa gelandangan yang menguasai alam rimba.
Menurutmu;
"apa, perempuan akan bersetubuh denganku"
Mak. Aku mohon doa restumu!
Juni-2024
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!