Mohon tunggu...
𝐀𝐑𝐘𝐀 𝐁𝐔𝐌𝐈
𝐀𝐑𝐘𝐀 𝐁𝐔𝐌𝐈 Mohon Tunggu... Seniman - 𝐁𝐔𝐌𝐈 𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀, 𝐒𝐀𝐒𝐓𝐑𝐀, 𝐏𝐔𝐈𝐒𝐈

𝐉𝐀𝐆𝐀 𝐓𝐀𝐍𝐀𝐇 𝐉𝐀𝐆𝐀 𝐀𝐈𝐑 𝐉𝐀𝐆𝐀 𝐁𝐔𝐌𝐈

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kekalahan

10 April 2024   23:14 Diperbarui: 10 April 2024   23:19 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hitung berapa banyak kekalahan menjatuhkan kertas putih dalam genggaman tangan,
sebagiannya memilih untuk mendaki bukit dipuncak, atau memainkan senar gitar,
ada yang menari sambil menjumputi airmata keringnya, beberapa memilih diam kemudian melanjutkan sajak kegelapan.

Berapa kekalahan kita sepanjang langkah,
aku ingin menjadi pelacur, yang sesak pada setiap percumbuan, tetapi aku masih terlihat cantik periang, bagi para pejalang!
Atau aku ingin menjadi botolan whizky,
meski tubuhku hanya berupa cairan - aku bisa membuatmu kepayang.

Kukutuk pengakuan sebuah malam tentang kemenangan, perjinahan hawa masih berlanjut bukan sebagai ketersesatan nafsu adam.
Aku ingin seperti kematian, ia bebas letakkan maut, tak ada yang berani anggapnya sebuah kegagalan - sayap sang maut terbang bebas sendiri pada semesta yang hampaan.

Jika menjadi cinta, aku harus membunuh kerinduan, baiklah! Aku ingin menjadi keheningan, peperangan melawan suatu keberadaan. Apa aku harus menjadi onani,
untuk menemukan perihal kemenangan,
setelah kumerasa jedakan kelembutan hawa.

Seseorang; kita terlahir bukan sebab kemauan,
bahkan pengetahuan - Atau aku hal kesengajaan, sampai aku tak pernah jatuh dalam kekalahan, keberuntungan yang kerap berdiskusi pada harapan, tetapi ia pun pertanyakan untuk apa kegelapan malam.

"Seseorang; boleh aku meminjam tanganmu,
untuk kusayatkan nadi detak menebas.
( Agar terjawab makna mutlaknya arti kemenangan, dan kekalahan bukan lagi seperti kisah yang diceritakan oleh jarum jam di tembok tebal rumah-rumah.) "

April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun