Hitung berapa banyak kekalahan menjatuhkan kertas putih dalam genggaman tangan,
sebagiannya memilih untuk mendaki bukit dipuncak, atau memainkan senar gitar,
ada yang menari sambil menjumputi airmata keringnya, beberapa memilih diam kemudian melanjutkan sajak kegelapan.
Berapa kekalahan kita sepanjang langkah,
aku ingin menjadi pelacur, yang sesak pada setiap percumbuan, tetapi aku masih terlihat cantik periang, bagi para pejalang!
Atau aku ingin menjadi botolan whizky,
meski tubuhku hanya berupa cairan - aku bisa membuatmu kepayang.
Kukutuk pengakuan sebuah malam tentang kemenangan, perjinahan hawa masih berlanjut bukan sebagai ketersesatan nafsu adam.
Aku ingin seperti kematian, ia bebas letakkan maut, tak ada yang berani anggapnya sebuah kegagalan - sayap sang maut terbang bebas sendiri pada semesta yang hampaan.
Jika menjadi cinta, aku harus membunuh kerinduan, baiklah! Aku ingin menjadi keheningan, peperangan melawan suatu keberadaan. Apa aku harus menjadi onani,
untuk menemukan perihal kemenangan,
setelah kumerasa jedakan kelembutan hawa.
Seseorang; kita terlahir bukan sebab kemauan,
bahkan pengetahuan - Atau aku hal kesengajaan, sampai aku tak pernah jatuh dalam kekalahan, keberuntungan yang kerap berdiskusi pada harapan, tetapi ia pun pertanyakan untuk apa kegelapan malam.
"Seseorang; boleh aku meminjam tanganmu,
untuk kusayatkan nadi detak menebas.
( Agar terjawab makna mutlaknya arti kemenangan, dan kekalahan bukan lagi seperti kisah yang diceritakan oleh jarum jam di tembok tebal rumah-rumah.) "
April 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H