Pemberian kado kepada guru di Hari Guru Nasional telah menjadi tradisi di beberapa sekolah. Kado ini sering kali berupa barang sederhana seperti bunga, kartu ucapan, atau alat tulis. Namun, di beberapa tempat, tradisi ini berkembang menjadi persaingan, di mana siswa merasa perlu memberikan kado yang mahal untuk menunjukkan apresiasi.
Pertanyaan muncul: Apakah tradisi ini merupakan budaya hedonis?
Budaya hedonis mengacu pada perilaku yang berorientasi pada kesenangan materialistis atau kemewahan. Jika pemberian kado dilakukan semata-mata untuk pamer, maka hal ini dapat mengarah pada nilai-nilai hedonistik. Namun, jika pemberian kado didasarkan pada niat tulus untuk menghargai guru, maka tradisi ini tetap memiliki makna positif.
Bagaimana Jika Murid Tidak Memberikan Kado?
Tidak semua siswa memiliki kemampuan finansial untuk memberikan kado, dan hal ini sering kali menimbulkan rasa minder di kalangan siswa yang kurang mampu. Penting untuk menanamkan pemahaman bahwa apresiasi kepada guru tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk barang. Sebuah ucapan tulus, doa, atau sikap hormat sehari-hari justru menjadi penghargaan yang lebih bermakna bagi guru.
Guru yang sejati tidak mengharapkan hadiah materi dari muridnya. Mereka lebih menghargai perubahan positif dan keberhasilan siswa dalam belajar sebagai "kado" yang sebenarnya. Sekolah juga perlu mendukung siswa dengan memberikan pemahaman bahwa penghargaan kepada guru tidak selalu bersifat material.
Sejarah Tradisi Pemberian Kado pada Hari Guru
Tradisi pemberian kado kepada guru dipengaruhi oleh budaya Barat, di mana momen-momen tertentu seperti Teacher Appreciation Day sering diisi dengan pemberian hadiah oleh siswa atau orang tua.Â
Tradisi ini kemudian diadopsi di beberapa sekolah di Indonesia, khususnya sekolah swasta atau sekolah dengan pengaruh budaya internasional. Awalnya, hadiah diberikan sebagai bentuk apresiasi simbolis, namun seiring waktu, maknanya kadang bergeser menjadi formalitas atau bahkan ajang pamer.
Apakah Termasuk Gratifikasi?
Menurut hukum di Indonesia, gratifikasi adalah pemberian dalam bentuk apa pun kepada pejabat negara yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.Â
Dalam konteks guru, pemberian hadiah sederhana yang bersifat personal dan tidak memengaruhi objektivitas tugas guru sebagai pendidik umumnya tidak dianggap sebagai gratifikasi. Namun, jika hadiah diberikan dengan tujuan memengaruhi penilaian atau perlakuan khusus, hal ini bisa masuk dalam kategori gratifikasi yang tidak etis.