Di balik kesuksesan pendidikan yang berkualitas, terdapat kurikulum yang dirancang sebagai peta jalan bagi peserta didik. Namun, banyak yang beranggapan bahwa kurikulum hanya hasil dari proses berpikir logis---sebuah perangkat pembelajaran yang dibentuk oleh teori pendidikan dan pertimbangan akademis semata. Pada kenyataannya, kurikulum sejatinya adalah manifestasi dari nilai-nilai keimanan dan keyakinan yang diyakini penting, bukan hanya logika dan strategi. Ini berarti, setiap kurikulum yang baik tidak hanya menuntun pada pencapaian akademis, tetapi juga pada pembentukan moral, karakter, dan visi hidup yang utuh.Hal itu sejatinya terlihat dari adanya benang merah yang terajut dari kurikulum yang dibuat.
Iman sebagai Landasan Kurikulum: Bukan Hal Baru
Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan lahir dari iman dan keyakinan, baik secara spiritual, kultural, maupun moral. Lembaga pendidikan besar di dunia pada awalnya didirikan dengan visi spiritual atau moral yang kuat. Contohnya, banyak universitas di Eropa dan Amerika didirikan oleh kelompok religius yang ingin memberikan pendidikan yang lebih dari sekadar teori dan ilmu pengetahuan. Di balik setiap mata pelajaran yang diajarkan, ada visi untuk menghasilkan manusia yang bijaksana, bermoral, dan berjiwa sosial.
Di Indonesia, keimanan dalam pendidikan juga tidak asing. Pendidikan Agama adalah salah satu mata pelajaran wajib yang mencerminkan kesadaran bahwa pembentukan karakter harus dimulai dari iman. Bukan berarti kurikulum berbasis iman mengabaikan sains dan logika; justru, ini menunjukkan bahwa keimanan dan logika bisa berjalan beriringan untuk mencetak manusia yang seimbang, mampu berpikir kritis sekaligus memiliki pegangan moral yang kuat.
Mendidik dengan Tujuan Lebih Tinggi
Kurikulum yang hanya berfokus pada kognisi akan menghasilkan peserta didik yang ahli dalam ilmu, tetapi mungkin hampa dalam nilai. Tanpa landasan iman, ilmu yang diajarkan cenderung menjadi instrumen belaka, bukan ilmu yang membangun manusia. Peran iman di sini adalah untuk menjaga tujuan pendidikan tetap lurus---menghasilkan manusia yang tidak hanya pintar, tetapi juga memiliki kompas moral yang jelas.
Iman dalam kurikulum juga menuntut pembelajaran yang seimbang antara pengetahuan dan karakter. Mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan,Pendidian agama ataupun teologi misalnya, bisa memanfaatkan nilai-nilai iman untuk menanamkan rasa cinta tanah air dan toleransi yang tinggi. Peserta didik diajarkan bahwa hidup tidak hanya soal prestasi, tetapi juga soal kontribusi.
Menghadapi Tantangan Multikultural dengan Bijak
Tentu, menerapkan iman dalam kurikulum tidak bebas dari tantangan. Indonesia adalah negara dengan keberagaman agama, budaya, dan nilai yang sangat kaya. Maka, menyusun kurikulum dengan dasar iman berarti merancang pendidikan yang mampu merangkul keberagaman tanpa mengabaikan prinsip dasar moralitas. Pendekatan yang inklusif akan mengajarkan bahwa nilai-nilai dasar seperti kejujuran, keadilan, dan cinta kasih adalah nilai-nilai universal yang bisa diterima oleh seluruh peserta didik, terlepas dari latar belakang mereka.
Meski demikian, mengintegrasikan iman dengan nalar ilmiah menghadirkan peluang besar. Pendidikan menjadi tempat di mana peserta didik belajar menghormati perbedaan dan melihat iman sebagai landasan yang justru memperkuat tujuan bersama, bukan memecah belah. Kurikulum yang disusun dengan landasan iman akan membantu generasi muda menemukan jalan hidup yang lebih bermakna, tidak sekadar mencari ilmu, tetapi juga mencari makna dalam ilmu itu sendiri.
Menjawab Tuntutan Zaman dengan Nilai yang Kuat
Di tengah derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi, generasi muda kerap terpapar pada berbagai ideologi dan perspektif yang kadang bertentangan dengan nilai-nilai mendasar. Kurikulum yang dibentuk dengan iman memungkinkan peserta didik untuk memiliki dasar yang kuat dalam menghadapi semua ini. Mereka diajarkan untuk tetap kritis terhadap kemajuan zaman sambil memiliki keyakinan yang menjadi pegangan di tengah dunia yang cepat berubah.
Pada akhirnya, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang mengandung substansi iman, yang tidak hanya membangun kecerdasan, tetapi juga mengarahkan kepada kebijaksanaan. Kurikulum yang sejati adalah kurikulum yang mampu membentuk manusia seutuhnya, bukan hanya mengasah pikiran, tetapi juga membentuk hati. Pendidikan tidak hanya berbicara tentang "apa yang kita ketahui" tetapi juga tentang "siapa yang kita pilih untuk menjadi."
Kurikulum yang hanya dibuat dengan logika mungkin mencetak manusia-manusia pintar, tetapi kurikulum yang dibentuk dengan iman mencetak manusia-manusia bijak---dan bijaksana adalah hal yang lebih dari sekadar pintar. (RAS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H