Mohon tunggu...
Rajiman Andrianus Sirait
Rajiman Andrianus Sirait Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis jurnal artikel dan lagu, sebagai editor beberapa buku Teologi dan pendidikan agama Kristen.

Nama saya Rajiman Andrianus Sirait, saya penulis jurnal artikel dan lagu, sebagai editor beberapa buku Teologi dan pendidikan agama Kristen.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Berhikmat: Refleksi Dari Kisah Salomo

19 Januari 2024   14:40 Diperbarui: 19 Januari 2024   14:47 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration design from Canva


Politik Berhikmat: Refleksi dari Kisah Salomo

Sejarah telah banyak memberikan kita contoh-contoh tentang pemimpin yang bijaksana, salah satunya adalah Raja Salomo dalam Alkitab. Kisah Salomo menjadi inspirasi bagi banyak pemimpin di seluruh dunia, terutama dalam konteks politik. Dalam artikel ini, kita akan merenungkan beberapa pelajaran politik yang dapat kita ambil dari kisah Raja Salomo.

1. Kebijaksanaan dalam Mengambil Keputusan

Salomo terkenal karena kebijaksanaannya dalam mengambil keputusan. Salah satu contoh paling terkenal adalah ketika dua perempuan datang kepadanya dengan bayi yang sama, masing-masing mengklaim sebagai ibu kandungnya. Salomo mengambil keputusan yang bijaksana dengan mengusulkan untuk memotong bayi menjadi dua bagian, tetapi segera salah satu dari mereka menyerah untuk menyelamatkan bayi. Dengan tindakan ini, Salomo menunjukkan kemampuannya untuk memahami sifat manusia dan membuat keputusan yang adil. Para pemimpin politik harus belajar untuk mempertimbangkan kebijaksanaan dalam menghadapi masalah yang rumit dan seringkali emosional.

2. Kepemimpinan Yang Adil

Salomo juga terkenal karena keadilannya dalam memerintah. Dia selalu berusaha untuk memastikan bahwa keputusan dan tindakannya adil bagi semua orang, tanpa memihak kepada satu pihak atau yang lain. Kepemimpinan yang adil adalah kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat dan memelihara stabilitas politik. Pemimpin yang bijaksana selalu harus mengedepankan keadilan dalam setiap tindakan dan kebijakan mereka.

3. Kemampuan Diplomasi

Salomo juga dikenal sebagai seorang diplomat ulung. Dia menjalin hubungan dengan berbagai negara dan kerajaan di sekitarnya, memastikan perdamaian dan kerja sama antar bangsa. Kemampuan untuk bernegosiasi dan menjaga hubungan baik dengan pihak lain adalah aset berharga dalam politik internasional maupun domestik. Pemimpin politik harus belajar untuk mengembangkan keterampilan diplomasi untuk mencapai tujuan mereka tanpa konflik yang tidak perlu.

4. Kecerdasan dan Pendidikan

Salomo juga terkenal karena kecerdasannya dan pengetahuannya yang luas. Dia adalah seorang sarjana dan filosof yang memahami banyak bidang ilmu, termasuk sastra, alam, dan filsafat. Pendidikan dan pengetahuan yang mendalam adalah aset berharga bagi pemimpin politik, karena mereka harus menghadapi berbagai isu yang kompleks dan bervariasi. Belajar dan terus meningkatkan pengetahuan adalah hal yang penting bagi pemimpin yang bijaksana.

5. Kesederhanaan dalam Kehidupan Pribadi

Salomo juga memberikan pelajaran tentang kesederhanaan dalam kehidupan pribadi. Meskipun dia adalah seorang raja yang kaya dan berkuasa, dia tetap hidup dengan penuh kesederhanaan dan kedamaian. Pemimpin politik harus bisa memisahkan kehidupan pribadi mereka dari jabatan mereka dan menjalani kehidupan yang sederhana untuk tetap terhubung dengan rakyat mereka.

Namun dibalik sisi positif di atas terdapat juga kesalahan yang dilakukan Salomo sehingga ia harus jatuh.  Kisah tentang Raja Salomo dalam Alkitab tidak mencatat secara spesifik kesalahannya yang menyebabkan dia jatuh. Meskipu, kisah Salomo menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemimpin yang sangat bijak, kaya, dan dianggap sebagai salah satu raja terhebat dalam sejarah Israel. Namun, ada beberapa faktor dalam kehidupan Salomo yang akhirnya mengarah pada penurunan kerajaannya:

  1. Pengawinannya yang berlebihan: Salomo memiliki banyak istri dan selir (lebih dari 700 wanita) dari berbagai bangsa dan agama. Hal ini bertentangan dengan hukum Taurat yang mengatur agar seorang raja Israel tidak boleh memiliki banyak istri dan tidak boleh mengawini perempuan asing yang menyembah dewa-dewa lain. Kebijakan ini kemudian menyebabkan dia terpengaruh oleh dewa-dewa asing dan menciptakan ketegangan dalam kerajaannya.
  2. Pembangunan kuil untuk dewa asing: Salah satu tindakan kontroversial Salomo adalah membangun kuil untuk dewi asing, seperti Asytoret dan dewa lainnya, di Yerusalem. Hal ini juga bertentangan dengan hukum Taurat yang memerintahkan penyembahan hanya kepada Allah Israel. Tindakan ini mengecewakan banyak pendukungnya yang setia kepada agama Yahudi.
  3. Beban pajak yang berat: Untuk membiayai proyek-proyek besar seperti pembangunan Bait Allah (kuil), istana megah, dan infrastruktur lainnya, Salomo memberlakukan pajak yang sangat berat pada rakyat Israel. Ini mengakibatkan ketidakpuasan di kalangan rakyat, yang akhirnya dapat menyebabkan penurunan dukungan terhadap pemerintahannya.
  4. Pemilihan pewaris: Salomo memiliki putra bernama Rehabeam, yang diharapkan akan menggantikannya sebagai raja. Namun, ketika Rehabeam mengabaikan saran para penasihat tua ayahnya dan memutuskan untuk menguatkan pemerintahannya dengan keras, ini menyebabkan perpecahan besar di kerajaan. Sepuluh suku utara Israel membentuk Kerajaan Israel Utara yang terpisah dari dua suku selatan Yehuda dan Benyamin, yang dikenal sebagai Kerajaan Yehuda. Ini merupakan akhir dari kesatuan Kerajaan Israel.

Dalam kesimpulan, kisah Raja Salomo mengingatkan kita bahwa politik yang berhikmat memerlukan kebijaksanaan, keadilan, diplomasi, pengetahuan, dan kesederhanaan. Pemimpin politik yang bijaksana harus selalu berusaha untuk menjadi teladan dalam tindakan dan keputusan mereka, sehingga dapat memimpin dengan baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang mereka layani. Namun, meskipun Salomo memiliki kebijaksanaan dan kekayaan yang luar biasa, dia juga membuat keputusan-keputusan yang mengakibatkan penurunan kerajaannya dalam sejarah. Maka Berhikmat bukan serta merta cakap dalam berbicara, ataupun berpenampilan. Berhikmat sejati yaitu haruslah sadar (bahwa kehidupan dan kekuasaan di dunia ini hanyalah sementara, semua yang didapatkan itu karena kemurahan Tuhan) Maka, orang berhikmat pastilah harus sadar. (RAS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun