Mohon tunggu...
david yohanes
david yohanes Mohon Tunggu... karyawan swasta -

seorang yang tertarik pada tulisan mengenai apa saja. terutama sosial, bola, dan seni

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sarinah, Pembantu yang Menjadikan Soekarno Seorang Pejuang

19 Januari 2016   21:29 Diperbarui: 19 Januari 2016   21:38 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

["Kutipan Bung Karno tentang sosok Sarinah yang tertera di gedung Sarinah Malang."]

 

Soekarno adalah sosok penting dalam perjalanan bangsa Indonesia, sebagai pemikir dan pendiri negara. Namun di balik sosoknya yang kharismatik, ada sosok seorang pembantu perempuan yang turut membentuk karakter Soekarno. Dialah Sarinah, perempuan asal Kabupaten Tulungagung, yang perannya hampir tidak disebut dalam sejarah, kecuali oleh Soekarno sendiri.

Sarinah adalah pembantu rumah tangga saat Soekarno tinggal di Tulungagung saat berusia empat hingga enam tahun, bersama eyangnya, Raden Hardjodikromo. Selama tinggal bersama kakeknya inilah, Soekarno “dititipkan” dalam asuhan Sarinah. Sarinah tidak menikah dan tinggal di dalam keluarga Soekarno.

Setiap pagi, Soekarno menemani Sarinah saat pembantu tersebut memasak di sebuah gubuk yang difungsikan sebagai dapur. Di saat itulah, Sarinah selalu berpidato kepada Soekarno.

“Karno, pertama engkau harus mencintai ibumu. Kemudian, kamu harus mencintai rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya,” demikian dikutip dari buku Sarinah, hasil tulisan Soekarno.

Pidato tersebut selalu diulangi setiap hari, dan mengisi pemikiran dan hati Soekarno kecil. Pidato dari seorang pembantu itulah yang kemudian melandasi pemikiran Soekarno, tentang pentingnya peran perempuan dalam pergolakan kemerdekaan. Ketika itu, Soekarno begitu prihatin karena pergerakan kemerdekaan belum banyak menyentuh aspek wanita.

Dalam rentang tahun 1948 hingga 1949, saat Soekarno pindah ke Yogyakarta, Soekarno menggelar kurus “kursus wanita”. Dalam kursus tersebut, beliau mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk segera insyaf dan ikut serta dengan segera dalam perjuangan. Dari kursus ini lalu lahirlah sebuah slogan revolusioner untuk perempuan,

“Hai Perempuan-perempuan Indonesia, jadilah revolusioner! Tiada kemenangan revolusioner, jika tiada perempuan revolusioner, dan tiada perempuan revolusioner, jika tiada pedoman revolusioner!”

Sementara materi yang dipakai Bung Karno dalam kursus tersebut dikumpulkan dan diterbitkan dalam buku yang diberi judul “Sarinah”. Nama Sarinah sengaja dipilih sebagai wujud terimah kasih kepada pengasuhnya saat masih anak-anak. Dalam pengantar buku tersebut Soekarno menyebut Sarinah sebagai “mbok” (panggilan ibu dalam bahasa Jawa).

Sukarno mengakui menerima banyak rasa cinta dan rasa kasih dari Sarinah, serta banyak belajar untuk mencintai “orang kecil”. Sarinah sendiri “orang kecil”, tetapi budinya sangat besar. “Semoga Tuhan membalas kebaikan Sarinah itu!” tulis Bung Karno dalam pengantar Sarinah.

Dalam biografi Soekarno yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno menyebutkan, saat masih anak-anak sering tidur seranjang dengan Sarinah. Sebuah pengakuan betapa dekatnya sosok sang Proklamator dengan pembantunya.

Penghargaan terhadap Sarinah tidak hanya sampai di situ. Saat Bung Karno menjabat sebagai presiden pertama Republik Indonesia, beliau sempat berkeliling ke beberapa negara. Dari hasil kunjungan tersebut, Soekarno tertarik dengan ide konsep pasar modern.

Konsep tersebut lalu wujudkannya dengan membangun gedung pusat perbelanjaan modern di Kelurahan Menteng, Jakarta Pusat pada tahun 23 April 1963. Gedung yang diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1966 tersebut lalu juga diberi nama Sarinah. Gedung ini masih berdiri hingga sekarang di Jalan Thamrin Jakarta Pusat.

Lalu bagaimana Sarinah sekarang? Di kota asalnya sendiri, Kabupaten Tulungagung sulit untuk mengungkap sejarah Sarinah secara utuh. Warga kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kota hanya mengetahui Sarinah dari salah pusara yang ada di dalam pemakaman umum kelurahan setempat.

 

["Makam Sarinah di Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung"]

 

Di bangunan makam dengan nama Bu Sarinah tersebut tertulis tanggal meninggal, 28 Desember 1959. Warga hanya mengetahui, makam yang berada di antara makam warga tersebut mempunyai hubungan dengan Bung Karno. Juru Kunci Makam Kelurahan Kepatihan, Sabar membenarkan jika makam tersebut adalah Sarinah, pembantu yang begitu dikagumi Soekarno.

Sabar yang merupakan juru kunci ke-4 mengaku, di masa kecilnya nama Raden Hardjodikromo, kakek Soekarno sangat terkenal. Meski tidak begitu menonjol, Sarinah dikenal banyak orang sebagai pembantu Bung Karno.

“Waktu itu orang mengenal Sarinah sebagai pebantu Bung Karno. Tapi namanya saat itu memang tidak menonjol seperti eyang Bung Karno,” ceritanya.

Bahkan nama Sarinah sempat tidak diperhitungkan sama sekali. Sarinah hanya sebuah makam layaknya orang kampung biasa, yang tidak diingat dan jarang diziarahi. Apalagi, Sarinah tidak menikah dan tidak diketahui sanak saudaranya yang tersisa.

Sabar hanya mengingat, saat keluarga Bung Karno membangun makam keluarga Raden Hardjodikromo sekitar tahun 1969, makam Sarinah turut dibangun. Sesekali kerabat Bung Karno yang berziarah ke makam Hardjodikromo, turut menziarahi makam Sarinah. Namun hal tu sangat jarang, belum tentu satu tahun sekali.

Sabar yang menggantikan ayahnya sebaai juru kunci sejak tahun 1989, tidak mengenal satu per satu orang yang biasa berziarah ke makam Sarinah. Namun sejak tahun 2008, makam Sarinah lebih sering diziarahi para pengagum Sokerno. Bahkan tak jarang ada peziarah yang datang dari luar kota malam hari.

Sabar berkisah, saat dirinya masih kecil Soekarno pernah datang ke Tulungagung sebanyak 5 kali. Ketika itu, Soekarno sudah menjabat sebagai presiden RI. Di Tulungagung, Soekarno selalu menyempatkan diri untuk berpidato di depan rakyat luas di alun-alun kota.

Selama di Tulungaung, tidak lupa sang proklamator selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam keluarga Raden Hardjodikromo. Setelahnya, Soekarno selalu menyempatkan diri menghampiri makam Sarinah dan berdoa di sana. Dari ekspresi doa Soekarno, Sabar membayangkan betapa cintanya kepada sosok Sarinah.

“Saya hanya menduga dan coba merasakan, betapa besar rasa cinta Soekarno pada Sarinah,” ungkapnya.

Itulah sebabnya, hingga sejak ayahnya menjabat juru kunci, makam Sarinah selalu dijaga dan dirawat. Meski hampir tidak ada yang menziarahi, makam tersebut selalu dibersihkan dari rumput maupun lumut yang melekat. Padahal pada umumnya, makam tua yang tanpa keluarga akan dibongkar dan ditumpuk untuk makam baru.

Sabar merawat makam Sarinah seperti dirinya merawat makam keluarga Bung Karno lainnya. Lebih dari itu, ayah 5 anak ini mengabdikan hidup sepenuhnya untuk merawat makam Keluarahan Kepatihan tanpa pamrih. Setiap hari Sabar pergi pagi hingga pukul 12.00 WIB, dan pukul 14.00 WIB hingga 16.00 WIB untuk membersihkan seluruh area makam.

Semuanya dilakukan selama 20 tahun lebih tanpa mendapatkan upah sepeser pun. Sabar hanya kadang kala menerima pemberian para peziarah yang ditemaninya.

“Saya tahu ada orang-orang yang mempunyai kaitan dengan Bung Karno di pemakaman ini. Saya hanya ingin melakukan pekrjaan saya dengan iklas,” pungkasnya.

(Ini sebuah tulisan lama. saya hanya pindahkan dari blog saya yang sudah tak diupdate)

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun