"Pantai Klayar Pacitan, salah satu contoh potensi wisata di selatan Jawa"
Wilayah di utara Pulau Jawa sangat diuntungkan dengan keberadaan jalur pantai utara (pantura). Keberadaan pantura mampu menggerakan ekonomi di daerah yang dilalui. Akibatnya, ekonomi wilayah utara Pulau Jawa lebih unggul dibanding wilayah selatan Pulau Jawa.
Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, pemerintahan SBY sempat mencetuskan jalur lintas selatan (JLS). Jalur baru ini diharapkan menjadi penghubung wilayah-wilayah di pesisir selatan, yang selama ini nyaris tidak punya jalan bagus. Namun sepertinya sulit menjadikan JLS seperti jalur Pantura.
Kendala utamanya adalah kondisi alam. Kontur pesisir selatan Pulau Jawa berbukit-bukit. Akibatnya jalur yang dibuat otomatis akan melingkar-lingkar di punggung bukit dan turun naik.
Kalah nyaman dengan jalur pantura yang lurus dan lebar. Meski demikian JLS sangat penting bagi pesisir pesisir selatan Jawa. JLS menjadi penunjang kekuatan utama pesisir selatan.
Apakah kekuatan pesisir selatan? Jawabannya adalah wisata. Semua tahu, pantai di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa jauh lebih indah dibanding pesisir utara.
Keindahan pantai selatan karena masih alami, dan belum banyak disentuh kreasi manusia. Di sepanjang pesisir selatan, ada puluhan (bahkan mungkin ratusan) pantai cantik yang menjadi potensi wisata. Tidak hanya pantai, deretan gunung kapur juga menghadirkan goa-goa alami.
Jika digarap dengan serius, deretan pantai di pesisir selatan Pulau Jawa bisa menjadi obyek perjalanan wisata. Sebagai contoh, di Kabupaten Pacitan saja ada sekurangnya 16 pantai. Lebih ke arah timur, Kabupaten Trenggalek lebih dari 10 pantai bisa dikunjungi.
Namun selain pesona keindahan alam, pesisir selatan menyimpan potensi lain. Banyak di antara pantai-pantai tersebut menyimpan kandungan pasir besi. Keberadaan pasir besi inilah yang menjadi incaran perusahaan pertambangan.
Salah satu lokasi yang kaya kandungan besi membentang dari Jember hingga Lumajang. Data dari ESDM Jawa Timur tahun 2012, potensi pasir besi sebanyak 77.103.073,45 ton. Titan plaser sebanyak 1.020.900 ton. Kadar besi (Fe) antara 48,6 persen hingga 50,2 persen, jumlah fraksi magnetik 700.000 ton.
Kasus tambang pasir Selok Awar-awar Kabupaten Lumajang hanya satu di antaranya. Di Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung dan Trenggalek juga ada fenomena yang sama. Dan semuanya berpotensi menimbulkan konflik.
Di Kabupaten Malang misalnya, seorang anggota DPRD jadi tersangka setelah menganiaya aktivis anti tambang pasir besi. Sementara di Desa Nglebeng, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, ribuan warga pernah melakukan aksi. Mereka menolak perusahaan tambang yang mulai beroperasi di Pantai Konang, wilayah desa mereka.
Berkat aksi massa tersebut, penambangan berhasil digagalkan. Alhasil Pantai Konang masih terjaga keasriannya. Namun nasib nahas dialami Pantai Dlodo yang masuk Desa Panggungkalak, Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung.
Pantai ini sebelumnya begitu indah. Hamparan pasir datar luasnya mencapai dua hingga tiga kali lapangan bola. Sekilas bagaikan padang pasir, sementara di ujungnya ombang laut selatan berdebur kejar mengejar.
Sayangnya keindahan tersebut rusak karena tambang pasir besi. Pasir maha luas tersebut dikeruk hingga tinggi menjulang. Dengan magnet raksasa, bijih besi kemudian diambil dan diangkut keluar.
Sementara pasir yang sudah tidak mengandung besi ditinggalkan begitu saja. Sebenarnya ada kewajiban untuk melakukan pemulihan setelah penambangan. Perusahaan tambang juga wajib mendepositkan sejumlah uang jaminan.
Sayangnya uang jaminan ini sangat kecil jika dibanding biaya pemulihan paskatambang. Akibatnya perusahaan penambang memilih kabur merelakan uang jaminan. Daripada mereka keluar uang lebih besar untuk memulihkan lingkungan.
Bagaimana Pantai Dlodo setelah ditambang? Jauh lebih buruk dibanding ketika masih asli. Sementara masyarakat sekitar tidak mendapat nilai tambah dari aktivitas tambang tersebut. Dana bagi hasil yang diterima desa sangat kecil.
Sempat muncul aksi penolakan tambang ini. Sayangnya tidak ada yang mendampingi warga. Berbekal semangat dan buta akan hukum, perlawanan warga mati sebelum membuahkan hasil.
Kini tambang pasir besi mereda, setelah terbitnya Undang-undang mineral dan batu bara (minerba) yang baru. Dimana bahan tambang mentah tidak boleh dijual. Perusahaan tambang wajib mempunyai smelter.
Izin tambang juga sudah ditari ke Provinsi. Hal ini menyulitkan pejabat kabupaten yang akan main mata dengan perusahaan tambang. Namun semuanya masih bisa berubah.
Tidak menutup kemungkinan, perusahaan tambang yang sudah punya smelter akan kembali mengincar pantai-pantai di pesisir selatan Pulau Jawa. Jika ini terjadi, bersiaplah kehilangan keindahan pantai-pantai kita.
Lewat twitter, gubernur Jawa Timur, Soekarwo mengatakan, tambang masih tetap diperlukan untuk menunjang pembangunan. Tidak ada yang menyangkal dari pernyataan ini. Namun khusus penambangan pasir besi di pesisir selatan Jawa, hendaknya dikaji lebih mendalam.
Apakah benar eksplorasi pasir besi menyejahterakan rakyat sekitarnya? Atau jangan-jangan potensi wisata lebih menyejahterakan rakyat. Silakan ditimbang!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H