Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar sekaligus negara terluas didunia. Dari Sabang sampai Merauke terdapat setidaknya 17.000 pulau baik yang berpenghuni maupun tidak berpenghuni. Luasnya wilayah Indonesia ini juga memberikan Indonesia suatu keunikan. Menurut letak geologisnya, wilayah Indonesia berada tepat diatas 3 lempeng benua, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan Lempeng Indo-Australia. Lempeng-lempeng tersebut saling bergerak beberapa sentimeter setiap tahunnya.
Pergerakan lempeng-lempeng tersebut seringkali dapat diketahui dengan adanya peristiwa gempa bumi yang kita rasakan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat wilayah Indonesia diguncang gempa bumi sebanyak 10.789 kali sepanjang 2023 dengan berbagai magnitudo dan kedalaman.
Selain gempa bumi, erupsi gunung berapi dan juga tsunami tak luput dari akibat yang ditimbulkan oleh bergeraknya lempeng tersebut. Erupsi gunung berapi dan tsunami dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satunya pergerakan lempeng tektonik. Pergerakan lempeng tektonik dapat menyebabkan aktivitas magma di dalam kerak bumi yang memicu erupsi gunung berapi dan pergeseran lempeng yang memicu tsunami.
Gempa bumi, erupsi gunung berapi dan tsunami merupakan beberapa contoh dari bencana alam yang pernah terjadi di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Sedangkan bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
Bencana alam terjadi diluar campur tangan manusia dan kebanyakan sulit untuk diprediksi sehingga seringkali menimbulkan dampak besar bagi manusia. Bahkan dengan kemajuan teknologi saat ini masih belum ditemukan alat dan metode pasti untuk memperkirakan datangnya bencana alam.
Disaat sulitnya manusia memprediksi datangnya bencana alam, bebeberapa hewan justru diyakini memiliki kepekaan dalam merasakan datangnya bencana. Hewan dianggap memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mendeteksi  perubahan elektromagnetik di alam daripada manusia. Tidak sedikit pula geolog yang menyatakan kepekaan insting binatang dapat merasakan pergolakan dan ketegangan di bawah permukaan bumi.
Beberapa waktu sebelum bencana alam terjadi, hewan -- hewan tertentu menunjukkan perubahan perilaku yang tidak biasa. Hewan--hewan ini mengubah perilaku mereka tergantung dengan bencana alam yang muncul. Para hewan dapat menyesuaikan diri lebih cepat daripada manusia karena mereka dapat menyadari datangnya bahaya lebih cepat. Keterlambatan manusia dalam menyadari akan datangnya bahaya sering menjadi faktor terbesar banyaknya timbul korban jiwa ketika bencana alam terjadi. Semisal ketika hewan semut memindahkan sarangnya ke tempat yang lebih tinggi untuk antisipasi datangnya bencana banjir. Begitu juga hewan lainnya yang menunjukkan perubahan perilaku secara tiba--tiba.
Seperti halnya sekelompok burung dalam jumlah besar yang terbang menjauhi daerah laut menuju ke area darat beberapa saat sebelum terjadinya bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004, Anjing dan hewan ternak yang merasa gelisah serta lebah yang meninggalkan sarangnya sebelum terjadi badai besar di Miami dan Florida Amerika pada tahun 1926. Beberapa hal tersebut merupakan bentuk adaptasi dan antisipasi yang hewan lakukan untuk bertahan hidup dalam menghadapi datangnya bencana.
Manusia dapat mengamati perubahan perilaku hewan tersebut untuk lebih mengantisipasi akan terjadinya bencana. Perubahan perilaku hewan beberapa saat sebelum terjadinya bencana merupakan salah satu cara bagaimana alam memperingati manusia agar manusia dapat lebih bersiap dalam menghadapi bencana. Terlebih lagi bagi kita yang tinggal di Negara Indonesia, dimana Indonesia sendiri berada tepat diatas 3 lempeng dunia yang masih aktif bergerak sampai saat ini.
Masih aktif bergeraknya lempeng--lempeng ini beresiko terhadap munculnya bencana alam seperti gempa bumi, erupsi gunung berapi dan tsunami. Tindakan mitigasi bencana perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah korban jiwa dan kerugian akibat bencana. Salah satu caranya dengan mengamati perubahan perilaku hewan beberapa saat sebelum bencana alam terjadi. Dengan mengetahui datangnya bencana lebih awal, setidaknya manusia dapat mengurangi kerugian dampak bencana tersebut.
Perubahan Perilaku Hewan Sebelum Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Frekuensi suatu wilayah mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang dialami selama periode waktu. Gempa Bumi dapat diukur menggunakan alat Seismometer. Gempa bumi dapat terjadi karena pergerakan lempeng tektonik yang membentuk kerak bumi. Lempeng-lempeng ini bergerak, bersentuhan, atau saling menjepit satu sama lain. Pergerakan ini yang nantinya dirasakan sebagai gempa bumi oleh mahluk hidup yang berada di atas lempeng tersebut.
Gelombang seismik yang diciptakan gempa bumi menghasilkan suara berfrekuensi rendah (infrasonik) dibawah 20 Hz, yang dimana suara dengan frekuensi ini tidak dapat dirasakan dan didengar oleh manusia. Namun, hewan--hewan dengan kemampuan pendengaran tertentu seperti anjing, kucing, dan gajah mampu merasakan kehadiran gelombang ini. Beberapa waktu sebelum gempa bumi terjadi hewan-hewan ini menunjukkan perubahan perilaku yang tidak biasa.
Martin Wikelski (Direktur Max Planck Institut of Animal Behavior) dan para peneliti mengamati pergerakan sapi, anjing dan domba di sebuah peternakan di Italia dengan menempelkan tanda elektronik selama beberapa bulan saat gempa bumi terdeteksi di dekatnya. Mereka menemukan hewan-hewan ini berperilaku lebih aktif selama lebih dari 45 menit sebelum 7 dari 8 gempa bumi besar di dekatnya. Penelitian ini menunjukkan kemungkinan bahwa hewan dapat mendeteksi gempa bumi lebih cepat dari manusia. Pada penelitiannya juga memperlihatkan bahwa hewan dapat mendeteksi gempa bumi lebih awal sampai jarak 12 mil.
Contoh lainnya ketika gempa bumi akan terjadi, ular-ular akan keluar dari sarang mereka bahkan di cuaca musim dingin serta tikus dan cacing keluar dari bawah tanah secara tiba-tiba. Dari perubahan tingkah laku hewan yang tidak wajar ini dapat disimpulkan bahwa akan terjadi bencana gempa bumi yang akan melanda suatu wilayah. Maka diharapkan masyarakat dapat membaca perubahan tingkah laku hewan ini agar dapat melakukan mitigasi dengan cepat tanggap demi menghindari korban jiwa.
Perubahan Perilaku Hewan Sebelum Erupsi Gunung Berapi
Erupsi gunung berapi adalah pelepasan tekanan yang terjadi ketika magma (batuan cair panas) dan gas di dalam gunung berapi mencapai permukaan. Ini terjadi ketika tekanan magma melampaui batuan penutup di puncak gunungapi. Saat batuan penutup pecah, magma, gas, abu, dan material vulkanik lainnya dilepaskan dari tanah ke atmosfer.
Erupsi gunung berapi sendiri merupakan salah satu bencana alam yang paling berbahaya. Sebelum gunung erupsi atau meletus, biasanya akan ditandai dengan peningkatan aktivitas gempa yang muncul di daerah sekitar gunung tersebut. Selain itu, munculnya asap atau gas beracun dari kawah, perubahan bentuk topografi, serta keluarnya material vulkanik seperti lava dan abu juga merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai.
Selain tanda-tanda tersebut, terdapat juga tanda lain yang dapat terlihat dengan mudah yaitu berubahnya perilaku hewan yang tinggal di wilayah sekitar gunung berapi. Hewan-hewan yang tinggal di sekitar wilayah gunung berapi dapat merasakan erupsi lebih dahulu dibandingkan dengan manusia. Gempa yang menjadi tanda sebelum erupsi gunung terjadi dapat dirasakan oleh hewan dengan lebih cepat.
Hewan-hewan seperti kera, harimau dan ular akan turun dari gunung hingga masuk ke permukiman untuk menjauhi gunung berapi sebelum terjadinya erupsi. Bahkan sebelum terjadi bencana biasanya terdapat kupu-kupu yang terbang  secara bergerombol menjauhi wilayah gunung api dan sekawanan gajah yang tampak gelisah.
Koran Belanda, Provinciale Overijsselche Zwolsche yang terbit pada tahun 1891 menjelaskan secara rinci bagaimana perubahan perilaku Binatang sebelum letusan gunung Krakatau pada tahun 1883. Dalam koran tersebut dijelaskan banyak hewan yang melarikan diri untuk menyelamatkan diri mereka sementara waktu. Kemudian pernyataan tersebut diperkuat oleh Van Sandick bahwasanya pada tahun tersebut terdapat kawanan burung yang melintas dari Batavia diduga bermigrasi untuk menghindari letusan Krakatau.
Menurut berbagai sumber juga disebutkan perilaku aneh hewan lainnya seperti ayam betina yang berhenti bertelur, lebah yang meninggalkan sarangnya, hingga ikan lele yang keluar dari air sehingga menjadi mudah ditangkap oleh manusia sebagaimana yang dikatakan oleh Hulburt dan Verbeek (Pembuat peta Selat Sunda Pasca erupsi Krakatau, 1887)
Bukti perubahan perilaku hewan lainnya terjadi Ketika bencana erupsi gunung bawah laut di Tonga pada tahun 2022. Sekawanan kura-kura yang baru saja dilepaskan ke laut tiba-tiba berbalik arah menuju darat. Dari banyaknya bukti diatas, menjadikan binatang sebagai sesuatu yang perlu diperhitungkan dalam mitigasi bencana alam.
Perubahan Perilaku Hewan Sebelum Tsunami
Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air bawah laut karena pergeseran lempeng, tanah longsor, erupsi gunungapi bawah laut, dan jatuhnya meteor. Tsunami dapat bergerak dengan kecepatan sangat tinggi dan dapat mencapai daratan dengan ketinggian gelombang hingga 30 meter. Tsunami sangat berpotensi bahaya meskipun tsunami ini tidak terlalu merusak garis Pantai.
Terdapat beberapa tanda umum yang terjadi apabila akan terjadi bencana tsunami seperti adanya getaran atau gempa yang dirasakan di daerah pesisir serta terjadinya penyusutan air laut dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Ketika tanda-tanda tersebut muncul, masyarakat yang berada di daerah pesisir dihimbau untuk waspada akan terjadinya tsunami dan segera menjauh dari area Pantai untuk mencari tempat yang lebih tinggi.
Umumnya tsunami sendiri terjadi karena terdapat gempa di dasar laut akibat pergerakan lempeng tektonik. Hewan-hewan tertentu baik di daerah laut dan pesisir memiliki kemampuan untuk mendeteksi terjadinya gempa lebih cepat. Sekawanan gajah yang menuju daratan lebih tinggi, burung flamingo mengabaikan sarangnya yang ada di dataran rendah, dan anjing-anjing yang menolak pergi keluar menjadikan penanda akan datangnya bencana ala ini.
Warga lokal Bang Koe di daerah pesisir di Thailand mengatakan sekumpulan kerbau yang berada di pinggir pantai tiba-tiba menunjukkan perubahan perilaku. Telinga kerbau tersebut menegak dan mereka memandang dengan waspada ke arah lautan. Kemudian mereka berlari ke atas bukit terdekat beberapa menit sebelum tsunami menerjang. Sekawanan burung dalam jumlah besar yang terbang menjauhi laut dan terbang menuju darat juga menjadi penanda yang dapat terlihat.
Berdasarkan berbagai bukti dari berbagai kejadian bencana yang telah berlalu dapat dikatatakan bahwa hewan merupakan mahluk yang diberikan keistimewaan oleh Tuhan untuk lebih peka terhadap perubahan yang terjadi di alam semesta dibandingkan dengan manusia. Namun hal tersebut bukan berarti manusia tidaklah mahluk yang istimewa. Manusia diberikan akal oleh Tuhan untuk berpikir. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi mahluk tercerdas di bumi.
Manusia dapat menggunakan akalnya untuk mengamati perubahan perilaku hewan beberapa waktu sebelum terjadinya bencana untuk mengurangi kerugian dampak bencana alam. Karena seungguhnya tidak ada acara untuk menghentikan bencana alam, tetapi manusia dapat meminimalisir dampak yang diberikan dengan mengamati lingkungan sekitar.
Refrensi:
Azizah, Dinda Rizka, and Fitriani Yulianti. "Perubahan Tingkah Laku Hewan Dalam Mendeteksi Datangnya Bencana Alam." Jurnal Pendidikan Geosfer 8.1.1 (2023): 54-68.
Fadilah, Muhyiatul, et al. "Changes of bird behavior in response to magnetic fields anomaly before the earthquake: a review." Bioscience 4.1 (2020): 50.Â
Dino, Oktober 2023/Gempa bumi: Pemahaman Dasar dan Dampaknya, dari web BPBD Jatim
Dino, Oktober 2023/Erupsi Gunungapi: Fenomena Alam Penuh Keajaiban dan Bahaya, dari web BPBD Jatim
April 2019/Tsunami, dari web BPBD Jogja
Maret 2022/Gempa dan tsunami: Jika hewan dapat merasakan bencana alam akan terjadi, dapatkah mereka menjadi sistem deteksi dini yang efektif?, dari web BBC News Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H