Mohon tunggu...
Raja Pantun L Gaol
Raja Pantun L Gaol Mohon Tunggu... -

Tani, Konsultan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Debat Capres, Sawah 2 Juta Ha dan Burung Gereja Galau

18 Juni 2014   04:27 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:18 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lahan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, selain membawa harapan sumber penghidupan juga memicu konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat. Jadinya, proyek yang diharapkan menjadi lahan 1.000.000 Ha, 1.000.000 harapan, 1.000.000 impian... ternyata menjadi lahan 1.000.000 masalah. Mau?

Tulisan ini diposting berlandaskan rasa bangga pada Pak Prabowo dan Pak Jokowi sebagai putra terbaik bangsa saat ini. Jadi, saya sama sekali tidak bermaksud mengecilkan semangat rakyat Indonesia untuk meraih mimpi besarnya. Juga tak merasa diri pesimis. Komentar ini dimaksudkan agar tim sukses dan tim ahli masing-masing kandidat lebih cerdas memilih proyek unggulan, dan agar lebih memperinci logika-logika keberhasilannya. karena, masyarakat yang mendengar "ide-ide gagah" seperti itu pasti kagum dan merasa itu sebagai sebuah janji. Agar tidak menjadi bumerang di kemudian hari maka para tim ahli dan tim sukses perlu mempertimbangkannya secara jangka panjang. Perlu pula kajian mengenai berbagai dampak yang mungkin terjadi.

Janji-janji hebat yang fantastis yang tidak mungkin terealisasi maupun janji yang dapat direalisasikan tetapi menimbulkan masalah baru, pasti membuat rakyat kecewa sehingga menjadi apatis serta tak respek pada pemerintah.

Itulah pandangan, rasa senang dan kegalauan saya menyaksikan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Banyak yang terpukau dengan janji-janji hebat itu tetapi hanya sedikit yang memahami bahwa kalimat-kalimat itu (boleh jadi) hanya bahasa iklan, jualan ”obat” atau kecap nomor satu.

Oh ya, saat menulis ini, saya membayangkan diri sebagai burung gereja yang terbang ke sana ke mari dalam sebuah gedung pertemuan. Terlihat banyak orang dalam gedung tetapi tak bisa diajak bicara. Meskipun mungkin dapat melihat dan menduga beberapa kejadian tetapi tak dapat berbuat apa-apa selain hanya mencicit sekuat tenaga, ”Cit... criiit... cit... criiirt... cit...!”. Ah, namanya juga burung gereja.

Salam Langit Biru, cerah penuh harapan...!

Ciranji, 15/06/14
RajaPantun L Gaol

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun