film dengan tema seperti ini masih saja diminati penonton. Terutama ketika dibungkus dengan kreativitas-kreativitas lain yang membuat karyanya nggak sekadar tentang perselingkuhan.
Tema perselingkuhan atas ikatan perkawinan yang sah, bukan lagi tema yang ekslusif dalam sinema. Ya, meski sering di daur ulang, nyatanyaTermasuk serial Indonesia yang satu ini, yang 10 episode-nya baru saja saya tamatkan. Berjudul Main Api, serial ini mengisahkan tentang perselingkuhan antara Alex (Darius Sinathrya) dan Nadine (Luna Maya).
Berawal dari pertemuan yang tak disengaja
Alex, seorang suami dengan dua anak kecilnya sekaligus arsitek hebat, mendapat penugasan untuk mengerjakan proyek di Bali. Di sana, Alex nggak sengaja bertemu dengan Nadine yang sedang dalam keadaan kacau balau.
Pertemuan tersebut lambat laun membawa mereka pada ikatan yang lebih dalam. Ya, mereka semakin dekat dan lebih dekat hingga melakukan hubungan badan.
Bagi Alex, percintaannya dengan Nadine hanya sebatas iseng belaka. Karena sebelum Nadine, Alex sudah sering bermain dengan wanita lain. Tapi bagi Nadine, Alex adalah satu-satunya. Alex bagaikan "beautiful escape" bagi Nadine yang sering mendapat perlakuan kasar dari suaminya, Erwin (Marcelino Lefrandt).
Sampai dengan episode 3, serial arahan Rizal Mantovani ini lebih banyak mengupas kehidupan Alex sebagai seorang kepala rumah tangga di rumah, sebagai seorang arsitek di kantor, dan juga sebagai playboy di ruang lainnya.
Darius dan Luna Maya banyak melakukan sex scene yang bisa dibilang cukup vulgar untuk ukuran film Indonesia. Meski dalam proses pembuatannya, mereka didampingi oleh seorang intimacy coordinator, yang salah satu tugasnya mengatur koreografi adegan intim para aktor di depan kamera.
Tapi sebagai penonton, yang kita lihat adalah hasil akhir. Makanya agak wajar, ketika serial ini tayang banyak menuai kontroversi untuk adegan intimnya. Dan nggak sedikit penonton yang mengaitkan peran yang dilakoni Luna Maya ini dengan "kasus" yang pernah menimpanya belasan tahun lalu.
Bukan perselingkuhan biasa ternyata
main api Alex dan Nadine malah sudah berakhir di episode 3.
Jujur saja, Main Api mulai menemukan titik serunya di awal episode 4. Ketika film lain bertema serupa, biasanya menyudahi perselingkuhannya di satu episode terakhir,Alex sepenuhnya menyadari bahwa ia harus kembali kepada istrinya, Lara (Audi Marissa). Tapi Nadine nggak terima begitu saja. Ia malah terobsesi dengan Alex.
Dari sini penonton mulai dikenalkan bahwa Nadine punya sisi lain yang bisa dibilang seperti seorang psikopat. Tone film mendadak berubah menjadi "dark" serasa Gone Girl-nya David Fincher.
Luna Maya kembali berada pada puncak performa akting terbaiknya yang sangat meyakinkan. Ia sangat piawai bertransformasi emosi dari wanita manja yang hanya menginginkan Alex dalam hidupnya, kemudian bisa berubah menjadi wanita sadis yang nggak segan-segan menghabisi siapapun yang menghalangi keinginannya.
Penciptaan karakter Nadine nggak semata-mata hanya untuk menunjukkan level kelam film ini, tapi juga memiliki resonansi bagi karakter Alex.Â
Pertemuannya dengan Nadine membuat Alex sadar bahwa main api dengan wanita lain di belakang istrinya adalah hal yang salah. Jika tidak ketemu dengan wanita "gila" seperti Nadine mungkin Alex tidak akan pernah berubah.
Kedua karakter utama yang didesain sedemikian rupa ini yang membuat Main Api tidak tampil membosankan. Penonton akan terus dibuat penasaran dengan tingkah laku dan rencana Nadine agar Alex bisa tetap bersamanya. Di sisi yang lain, penonton juga diperlihatkan bagaimana tipu muslihat Alex agar bisa lepas dari Nadine.
Meski begitu, soal pengarahan dan pilihan kreatif ceritanya, di beberapa bagian, Main Api masih terasa "sinetron-ish". Yang saya maksud adalah pilihan adegan yang terlalu menggampangkan.
Semisal ketika Lara ingin mengetahui jam tangan baru yang dipunya Alex. Ia mendatangi toko jam tangan tersebut dan menanyakan siapa pembelinya. Tanpa basa-basi, karyawan toko tersebut dengan mudahnya memberitahu siapa yang membeli jam tangan tersebut.
Di toko manapun, saya kira data pelanggan bersifat rahasia. Apalagi jam tangan yang dimiliki Alex adalah jam tangan ekslusif yang hanya dirilis dua buah saja di Indonesia.Â
Mungkin penulis naskah bisa menambahkan variasi cerita, semisal Lara menyuap karyawan tersebut agar bisa memberikan data. Tidak begitu saja memberikan data pelanggan pada orang asing.
Akhir yang tidak adil?
Dalam kasus perselingkuhan, siapapun yang memulai jika dilakukan dengan sadar, kedua belah pihak punya andil. Tidak bisa menyalahkan satu pihak, laki-laki saja atau perempuan saja.
Alex dan Nadine pun melakukan perselingkuhan dengan kesadaran penuh. Tapi hukuman yang diberikan Main Api hanya untuk Nadine.Â
Saya bisa paham bahwa Nadine banyak melakukan kesalahan dengan membunuh orang-orang yang menghalangi obsesinya. Sehingga ia layak diberikan hukuman.
Tapi ketika Alex diberikan akhir yang manis, saya merasa Main Api berat sebelah. Pilihan akhir cerita seperti ini akan terasa make sense jika dan hanya jika Nadine-lah yang sedari awal menginginkan perselingkuhan ini secara sepihak.
Sekali lagi, perselingkuhan bukan soal tentang jenis kelamin, tapi tentang kesadaran. Siapapun yang dengan sadar bermain api, maka mereka akan terbakar. Jika tak ingin terbakar, hindarilah api sebelum ia menyala.
Finally, sebagai tontonan erotic-thriller, Main Api emang agak nanggung jika dibandingkan dengan film luar negeri bergenre serupa. Tapi film tetap punya sisi menarik yang bikin betah untuk bertahan menontonnya, terutama permainan kedua aktor utamanya yang sangat dewasa.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI