Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Celingak-celinguk di Kompasianival, Untung Ada KOMiK

3 November 2024   09:33 Diperbarui: 3 November 2024   12:47 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Not every story matters/dokumentasi pribadi, diambil oleh Mira Habibah

Semenjak Kompasianival 2024 mengeluarkan line-up yang berisi Ratih Kumala dan Wregas Bhanuteja, saya sudah langsung tertarik untuk hadir. Nggak perlu nunggu lama, saya langsung mendaftarkan diri pada tanggal 12 Oktober 2024.

Hingga waktu sampai pada Kompasianival 2024 yang digelar pada 2 November, sekaligus menjadi event Kompasianival pertama yang saya hadiri.

Tiba di Chillax Sudirman sekitar pukul setengah dua siang, setelah sebelumnya berputar-putar mencari lokasi kegiatan. Saya tidak terlalu familiar dengan jalanan Jakarta. Kelewat dikit, muternya bisa jauh sekali. Meskipun menggunakan google maps, saya tetap nggak bisa bedain, mana jalan layang, underpass, atau belokan yang harusnya dilewati.

Tapi untunglah akhirnya tiba juga sebelum hujan besar melanda. Lakukan registrasi ulang, kemudian masuk ke area Commune Space yang jadi ruangan utama kegiatan.

"Biasanya pilihan FFI dan FFB, suka beda-beda ya", kompasianer Pak Irvan Sjafari menyapa saya dengan hangat dan ramah.

Saya baru pertama kali bertemu dengan Pak Irvan, pun juga dengan KOMiKer lainnya. Sempat celingak-celinguk karena nggak ada satu pun yang saya kenal. Beberapa wajah untungnya nggak terlalu asing, terutama kompasianer yang juga blogger.

Seperti Bang Satto Raji yang sudah saya kenal saat BloggerDay 2019, atau mbak Hidayah Qudus yang sempat datang ke Bandung untuk menghadiri acara film yang komunitas saya selenggarakan.

Nama lainnya pun tidak asing meskipun seringnya hanya bersua di dunia maya atau grup WA. Seperti Bang Agung Han, Nurul Dwi Larasati, dan Efa Butar-Butar. Kenalan juga dengan KOMiKer lainnya seperti Mas Bram, Pak Sutiono, Denik Erni, Riap Windhu, Mira Habibah, dan masih banyak lagi. 

Saya bukan pengingat yang baik soal urusan nama, tapi kalau wajah biasanya selalu terekam dalam memori. Jadi saya minta maaf dulu ya, jika ada nama yang tidak tersebut dalam tulisan ini, hehe.

 "Ja, ngobrol sini, serius banget lagi ngebahas apa di panggung?". Begitulah ajakan Dewi Puspasari dan Linda Erlina punggawa KOMiK yang nampaknya melihat saya terlalu serius mendengarkan sesi yang sedang berjalan di panggung.

Saya sedikit mengalihkan konsentrasi dari panggung menuju obrolan bertiga. Seingat saya, ini pun kali pertama bisa bertukar cerita dengan Mbak Dew dan Linda dalam durasi waktu yang lebih banyak. Sebelumnya, saya lebih menjaga interaksi dengan mengikuti beberapa event online yang KOMiK selenggarakan.

Waktu Ashar telah tiba. Saya izin pamit dulu untuk ke Mushola. Eh, ternyata Pak Irvan mengikuti dari belakang. Dan akhirnya salat Ashar bareng. Tapi begitu saya selesai Ashar, Pak Irvan sudah menghilang. Haha.

Di selasar Mushola, sembari memakai sepatu, saya berkenalan dengan kompasianer dari Jawa Tengah. Saya sempat bertanya akun kompasiananya dan saat itu juga saya follow. Sayangnya perbincangan tidak berlangsung lama karena perut saya sudah keroncongan dan juga nggak tahan ingin buang air kecil.

Mulailah saya bergerilya mencari tenant atau food store yang ada di Chillax Sudirman. Rupanya harganya memang tidak bersahabat dengan kantong saya. Sebelumnya saya sudah diingatkan juga oleh mbak Hidayah Qudus soal ini. Katanya, karena ini tempat nongkrongnya muda-mudi Jekardah, jadi jangan kaget. Hihi.

Lapar masih melanda. Sementara sesi Ratih Kumala dan Wregas Bhanuteja akan segera tiba. Saya tanya ke petugas registrasi, kapankah sesi Wregas dimulai. Petugas menjawab bahwa sesi Wregas masih lama, karena akan dimulai sesi Ratih duluan. Ya, gimana ya, saya nggak mau ketinggalan keduanya.

Tapi ya sudah berbekal informasi dari Pak Irvan, saya berjalan ke area parkir Chillax, katanya ada warteg di sana. Saya sudah titip pesan ke Pak Irvan, untuk memberi kabar jika sesi Ratih Kumala sudah dimulai.

Baru juga mau pesan ayam goreng, Pak Irvan sudah memberi kabar di grup WA KOMiK kalau Ratih Kumala sudah datang. Saya tak jadi pesan makanan dan buru-buru kembali ke area utama dengan setengah berlari.

Saya tidak lagi duduk di kursi pinggir panggung, tetapi memilih lesehan di area utama bersama dengan pengunjung lainnya. Seiring juga dengan suhu ruangan yang tiba-tiba saja semakin mendingin. Mungkin habis hujan kali ya.

Sesi Ratih Kumala dimulai. Mata saya memperhatikan pemaparan Ratih, jari jemari dengan lihai mencatat poin penting di notes handphone, tapi telinga malah mendengar terlalu riuhnya obrolan para pengunjung yang ramainya mengalahkan echo yang dihasilkan dari mic yang dipakai Ratih.

Berkali-kali Ratih Kumala menginterupsi pemaparannya, "ngerti nggak sih", "paham nggak ya kalian". Entah itu bagian dari gaya penyampaiannya atau sebagai bentuk ekspresi karena pemaparannya kurang mendapat perhatian dari sebagian pengunjung yang lebih asyik sendiri. Hanya Ratih yang tahu.

Keadaan sesi Wregas pun tak jauh berbeda. Riuh di lesehan lebih terdengar nyaring dibanding suara Wregas itu sendiri. Entah kenapa dari beberapa curi dengar yang tak disengaja, pembicaraan soal misteri peraih Kompasianer of the Year lebih menarik dibanding materi yang dihadirkan Kompasianival.

Selesai sesi Wregas, sejenak saya keluar ruangan karena nggak tahan dengan suhu dinginnya. Takdir mempertemukan kembali dengan kompasianer yang sebelumnya berkenalan di mushola. Beliau pamit duluan untuk pulang.

Dalam bayangan saya, Kompasianival ini seperti ajang kopdar yang memungkinkan sesama kompasianer bisa berkenalan dan bertukar cerita lebih dalam. Tapi ini lebih seperti event pop culture pada umumnya, semisal Popcon atau Ideafest hanya dalam kemasan lite

Oleh karenanya saya merasa menyesal melewatkan sesi Kompasiana Clinic one on one. Andaikata saya tidak banyak menghabiskan waktu di jalanan, saya pengin ngobrol lebih banyak dengan Bang Agung Han, seorang kompasianer senior yang very-very humble.

Tentunya motivasi saya aktif (lagi) menulis di Kompasiana, kurang lebihnya karena sebuah pesan WA yang dikirimkan Bang Agung Han empat tahun lalu ketika beliau menawarkan saya sebuah 'pekerjaan' menulis. Beliau mengajak saya untuk aktif menulis juga di Kompasiana selain dua blog pribadi yang saya asuh. 

Pun juga saya sangat amaze dengan kompasianer Bro Agan a.k.a Andri Mastiyanto yang dikenal dan diklaim sebagai 'para perusuh'. Sengaja saya simpan soal Bro Agan di akhir tulisan, karena kompasianer terakhir yang berpapasan dengan saya adalah beliau.

Ketika saya dan Bram pamit pulang kepada beberapa kompasianer, saya mendengar Bro Agan menyampaikan sesuatu kepada Bram. "Makasih ya sudah sampai akhir".

Kalimat sederhana yang mungkin spontanitas saja Bro Agan mengucapkannya. Tapi kalimat tersebut sangat bermakna, sebuah apresiasi,  like dari tuan rumah kepada tamunya. Padahal kita semua sama-sama tamu.  

Andaikata tidak ada KOMiK dan KOMiKers, mungkin saya seperti buih yang terombang-ambing di lautan Kompasianival.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun