Film Indonesia (FFI) adalah "Pencipta Lagu Tema Terbaik". Saya sederhanakan saja dengan menyebutnya "Lagu Tema Terbaik", meski yang menerima piala memang pencipta lagunya.
Satu kategori nominasi yang menarik untuk dibahas dari FestivalKategori ini baru dimunculkan pada FFI 2016 dengan "Ratusan Purnama", lagu tema untuk Ada Apa Dengan Cinta 2?, berhasil menjadi pemenang Lagu Tema Terbaik untuk pertama kalinya. Selanjutnya "Kelam Malam" (Pengabdi Setan) pada FFI 2017 hingga "Jalan Pulang" (Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang) yang menang pada FFI edisi terakhir tahun 2023 lalu.
Bagaimana dengan FFI 2024?
Seperti yang sudah saya singgung pada artikel soal 20 besar film panjang yang lolos kualifikasi FFI, semua nominasi akan diambil dari deretan film tersebut. Artinya, jikalau ada lagu tema yang bagus tapi filmnya tidak lolos kualifikasi, otomatis lagunya tidak akan diperhitungkan untuk masuk nominasi.
Jadi saya perlu sampaikan honorable mention pada "Dawai" yang merupakan soundtrack Air Mata di Ujung Sajadah, yang menurut saya bisa jadi salah satu kandidat terbaik, tidak bisa meramaikan FFI kali ini karena filmnya tidak lolos kualifikasi.
Pun juga nasib yang sama menimpa pada "Marlina" dan lagu lainnya yang menjadi original soundtrack Puspa Indah Taman Hati yang filmnya hanya lolos sampai tahap seleksi 30 besar saja.
Selain itu, saya punya sedikit ganjalan akan pilihan juri soal lagu yang masuk nominasi Lagu Tema Terbaik.
Saya mulai dari soal bagaimana fungsi lagu tema dalam sebuah film. Sebuah lagu bisa menjadi nyawa bagi sebuah film karena biasanya ditulis oleh pencipta berdasarkan naskah/isi filmnya. Oleh karena itu, sebuah lagu tema bisa sangat melekat dengan filmnya itu sendiri dan menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Semisal di dekade 2000-an, kita punya album soundtrack yang laris untuk film-film seperti Ada Apa Dengan Cinta?, Heart, Dealova, Alexandria, hingga Laskar Pelangi. Dan semua lagu dalam album tersebut memang secara khusus diciptakan untuk filmnya.
Studi kasus soal nilai kemelekatan sebuah lagu tema terhadap film, bisa dinilai dari respons publik ketika Mahalini menyanyikan ulang lagu "Sampai Menutup Mata" yang dibawakan Acha Septriasa untuk film Heart (2006).
Sebagian besar pendengar menilai bahwa nyawa lagu tersebut berada pada penyanyi aslinya. Tentunya bukan karena Mahalini tidak menyanyikannya dengan baik. Tapi lagu tersebut sudah melekat dengan isi cerita filmnya. Orang-orang yang mendengar lagu tersebut, akan selalu terbayang gimana hijau dan sejuknya perkebunan teh yang menjadi latar film tersebut.