Hal ini juga terjadi dalam perjuangan Sultan Agung. Berbagai macam pengkhianatan ia dapatkan termasuk dari orang terdekatnya sendiri.
Saya selalu merinding menonton film-film seperti ini. Rasanya tidak sanggup membayangkan jika saya hidup di zaman perjuangan.Â
Apakah saya akan menjadi rakyat yang setia pada pemimpinnya dengan risiko menang atau mati, atau mungkin saya menjadi penjilat yang penting hidup aman, nyaman, dan tenteram?
Rilis versi director's cut
Saya boleh bilang di antara keempat film biopik yang dibuat Hanung, Sultan Agung adalah yang paling mewah dan megah secara visual. Bisa jadi karena cerita utamanya adalah tentang perang fisik melawan kolonialisme sehingga memang membutuhkan treatment seperti itu.
Kemegahan makin saya rasakan tatkala menonton Sultan Agung versi director's cut-nya yang dirilis di salah satu platform OTT.Â
Secara umum director's cut adalah versi film yang secara khusus memang diinginkan sang sutradara. Umumnya versi director's cut punya durasi yang lebih lama dibanding versi reguler yang tayang di bioskop.
Sultan Agung versi director's cut punya tambahan adegan sekitar 5 menit, yang membuat adegan perang Batavia 1628 semakin terasa perjuangannya. Betul-betul versi ini menambah kecintaan saya terhadap para pejuang kemerdekaan, meski secara alur tidak banyak yang berubah.
Kamu sudah nonton film ini, yuk bagikan kesannya di komentar!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H