Semakin kita bertambah usia dan menjalani fase demi fase kehidupan, pemikiran kita juga akan terus berkembang akan banyak hal. Dan mulai menimbang-nimbang mana yang penting dilakukan dan mana yang kurang penting untuk dilakukan.
Persoalan orang tidak lagi datang ke tempat karaoke, juga dipengaruhi oleh kecanggihan teknologi yang semakin berkembang. Orang-orang yang ingin menyalurkan hobi bernyanyinya tidak lagi harus datang ke karaoke.
Mereka bisa karaoke di rumah, menggunakan musik yang tersedia di Youtube. Bahkan katalognya lebih lengkap dari list lagu yang ada di karaoke. Selanjutnya membeli mic dan sound system dengan bujet yang sama untuk 4 jam karaoke. Tinggal set-up semua peralatan yang dibutuhkan, langsung bisa karaokean.
Dan peralatan tersebut bisa digunakan sepanjang hidup sampai alat tersebut rusak. Sebuah penghematan luar biasa bukan?
Belum lagi muncul aplikasi-aplikasi karaoke seperti Smule, WeSing, dan Starmaker yang bisa digunakan di handphone. Uniknya lagi, hanya dengan menggunakan earphone 10 ribuan saja yang bisa dialihfungsikan sebagai mic, aplikasi-aplikasi tersebut bisa mengubah suara kita menjadi seperti suara seorang diva. Lalu bisa dengan cepat hasilnya diunggah di media sosial.
Jelas, kehadiran aplikasi tersebut sangat memenuhi kebutuhan eksistensi dan gaya hidup generasi masa kini.
Selain dari soal skala prioritas masing-masing orang dan juga kecanggihan teknologi, satu hal lain yang menjadi penyebab orang tidak mau datang lagi ke karaoke adalah stigma negatif tentang karaoke yang masih mengakar kuat di masyarakat.
Karaoke masih dianggap sebagai tempat yang tidak layak untuk dikunjungi. Saya yakin banyak anak-anak sekolah (terutama SMA) yang habis karaoke kalau ditanya orangtuanya mereka akan jawab habis makan bareng atau kerja kelompok di rumah temen. Hayo ngaku!
Stigma negatif ini menjadi wajar karena dilanggengkan juga dalam industri pop culture khususnya film dan televisi. Di sebagian besar film dan sinetron Indonesia, industri karaoke banyak digambarkan dengan hal yang kelam seperti seks (prostitusi) dan narkoba.
Dan jenis karaoke seperti ini ya memang ada. Maksudnya, karaoke yang dijadikan sebagai tempat transaksi lain, lebih dari sekadar bernyanyi. Tempatnya pun biasanya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu dan jarang diketahui publik.