Saat pesan, pegawai menawarkan apakah mau daging saja atau dengan campuran. Daging itu maksudnya hanya potongan daging ayam yang sudah disuwir-suwir. Sementara campuran, soto bakal disajikan dengan jeroan ayam seperti hati, usus, atau ampela.
Ya, karena saya tidak menyukai jeroan, jadi saya memesan soto ayam yang full daging saja.
Nggak sampai lima menit, dua mangkok soto ayam kampung sudah siap untuk disantap. Pelayanannya sungguh cepat sekali. Begini penampakan sotonya:
Tampilannya betul-betul menggugah selera. Begitu juga dengan aroma khas dari bawang daun dan bawang goreng yang membuat lidah tidak sabar untuk segera mencicipinya.
Begitu suapan pertama, terasa gurih sekali soto ayam kampung ini. Dan rasa-rasanya dibanding soto bening atau soto kuning, saya lebih menyukai soto yang berkuah santan seperti ini.
Saya makan dengan cukup lahap. Tentunya disertai dengan nasi putih yang sudah disediakan di bakul. Selain nasi putih hangat, di atas meja juga tersedia kacang goreng, jeruk nipis, sambal, kecap manis, garam, dan kerupuk.
Jadi kalau dirasa ada yang kurang, kita bisa menambahkan sendiri ornamen sesuai dengan yang dibutuhkan. Saya sendiri cukup menambahkan jeruk nipis dan kacang. Kalau kacang pasti selalu nambah, karena pengin merasakan sensasi 'kriuk-kriuk' saat di mulut.
Memang rekomendasi warga lokal soal kuliner khasnya itu tidak pernah gagal. Saya betul-betul menyukai soto ayam kampung yang disajikan di sini.
Soal selera memang subjektif, tapi harga adalah mutlak
Satu porsi soto ayam kampung dihargai Rp25.000,- saja. Ini sudah termasuk nasi dan segala ornamen yang disediakan di atas meja. Kecuali kerupuk kaleng harus nambah harga seribu rupiah per buahnya.
Oia, harga tersebut juga sudah termasuk minum, segelas teh hangat yang tentunya bisa di-refill.
Buat saya, harga segitu sangat worth it dengan porsi yang disajikan. Apalagi porsi sotonya sebetulnya lumayan banyak. Dan beneran daging semua, tanpa sayuran. Soalnya 'kan ada tuh yang jual soto ayam tapi lebih banyak kolnya dibanding ayamnya. Hehe.