Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Catatan Si Boy", Konflik Klasik Kemasan Kekinian

20 Agustus 2023   11:02 Diperbarui: 20 Agustus 2023   17:00 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan fighting-nya sih keren/IG @filmcatatansiboy

Siapa tak kenal dia. Boy anak orang kaya. Selain kaya, ia juga tampan dan pintar. Jadi ketua BEM di kampus, loyal sama teman, berhati baik dengan menolong seorang kakek yang kesusahan nyeberang di lampu merah, menolong cewek yang kecopetan, pandai memainkan alat musik. Bahkan ia juga rajin salat.

Hayo bisa nemu di mana karakter cowok seperti itu?

Konflik cinta yang umum

Boy (Angga Yunanda) dalam Catatan Si Boy versi terbaru karya Hanung Bramantyo ini memang digambarkan terlampau sempurna. Bahkan levelnya melebihi Fahri (Ayat-Ayat Cinta) yang Hanung sendiri berhasil memanusiakannya tatkala di novelnya digambarkan punya spek dewa tanpa cela.

But, Boy punya masalah dalam percintaannya. Ia hanya mencintai seorang gadis bernama Nuke (Syifa Hadju). Namun atas suatu alasan, hubungan mereka ditentang oleh ayahnya Nuke. Hingga akhirnya Nuke memilih pergi meninggalkan Boy dan mengikuti kemauan ayahnya.

Sepeninggal Nuke, Boy mulai dekat dengan Vera (Alyssa Daguise), junior di kampusnya. Mereka bertemu ketika kegiatan ospek. Hubungan mereka perlahan makin dekat, dan juga mendapat dukungan dari kedua sahabat Boy, Andi (Michael James) dan Emon (Elmand).

Tapi, semuanya mulai meragu kembali tatkala sepucuk surat dari Nuke datang dan menggoyahkan perasaan Boy. And see, ke mana berlabuhnya perasaan Boy pada akhirnya?

Cerita roman anak kuliahan yang hubungannya mendapat pertentangan orangtua, mungkin bukan lagi sesuatu yang baru dalam film Indonesia. Bahkan, secara garis besar cerita, film ini masih mempertahankan formula dari film lawasnya berjudul sama yang rilis tahun 1987.

Tapi yang namanya cinta, itu akan abadi sepanjang zaman. Maka, ketika sebuah cerita cinta disebarkan kapan pun, ia akan selalu menemukan penontonnya.

Sama halnya ketika di awal-awal kariernya, Hanung membuat Jomblo, film tersebut dianggap masterpiece atau seenggaknya relate bagi mereka yang saat itu sedang mengalami konflik percintaan di masa kuliah.

Kemasan film yang sangat kekinian

Salut pasirnya kagak berubah walau sudah bertahun-tahun/IG @filmcatatansiboy
Salut pasirnya kagak berubah walau sudah bertahun-tahun/IG @filmcatatansiboy
Sebagai karya audio visual, Catatan Si Boy termasuk satu dari sedikit film roman anak kuliahan yang digarap apik. Dari segi teknis, film hasil keroyokan MD Pictures, MVP Pictures, dan Dapur Films ini termasuk yang whole packaging.

Tataan musik ala Ricky Lionardi yang mampu menempatkan soundtrack dengan tepat guna, variasi-variasi shot, komposisi artistik, hingga gaya editing Ryan Purwoko, semuanya berpadu indah membuat film ini nyaman dan enak untuk diikuti.

Penulisan Upi pun rapi dan terstruktur. Memang, urusan menulis roman badas dengan karakter utama laki-laki Upi memang jagonya. Realita, Cinta dan Rock'n Roll, Radit dan Jani, Serigala Terakhir hingga Pertaruhan adalah beberapa contoh nyatanya.

Di film ini Upi banyak mengambil materi penulisan yang refer ke hal-hal yang viral belakangan ini semisal 'culametan met met', 'kesalahan Pevita Pearce', 'FTV Azab', 'FTV Suara Hati Istri', dan hal viral lainnya. Yang semoga saja Catatan Si Boy bisa menjadi penanda zaman dan kemungkinan memang diperuntukkan untuk generasi sekarang.

Tapi fakta berbicara lain. Nyatanya, meski sudah menggunakan latar di masa kini, Catatan Si Boy kurang diminati penonton.

Di hari perdana penayangannya yang bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia, bioskop sangat percaya diri menaruh film ini di studio 1 yang notabene memiliki jumlah kursi terbanyak di bioskop tersebut.

But, pada hari kedua penayangan, film ini pindah ke studio yang lebih kecil. Ke mana generasi sekarang, apakah merasa tidak terwakili dengan karakter Boy versi terbaru ini?

Hidupmu sempurna Boy/IG @filmcatatansiboy
Hidupmu sempurna Boy/IG @filmcatatansiboy

Buat saya pribadi karakterisasi Boy yang terlampau mulus tanpa pori-pori berlubang, malah menjauhkannya dari penonton kalangan mana pun. Karena kali ini Hanung benar-benar meledak-meledak membuatnya tanpa kelemahan.

Saya sebetulnya berharap, karakter Boy ini diberikan sedikit kelemahan untuk menunjukkan kalau dia adalah manusia biasa. Film punya satu momen yang sebetulnya bisa digunakan untuk elevate hal ini. Yakni ketika adegan Boy tanding boxing.

Sebelum Boy tanding boxing, adegan ini didahului oleh kedatangan sepucuk surat dari Nuke. Kamera memperlihatkan sedikit kegalauan dari raut muka Boy. Menjadi wajar, jika di pertandingan boxing tersebut, Boy mendapat kekalahan karena kehilangan konsentrasi.

Tapi alih-alih kalah, Boy malah lebih beringas dan membabi buta menghajar lawannya. Boy memang betul-betul bukan manusia, hehe. Jadi penasaran, kalau Boy adu boxing sama Jefri Nichol siapa yang menang ya?

Saya mungkin bisa saja mencoba paham dengan apa yang dilakukan Hanung, jika saya korelasikan dengan sisi religiusnya Boy. Yang film bahkan memulainya dengan backsound azan dan adegan Boy sedang salat.

Catatan Si Boy hendak mengontraskan apa yang terlihat secara lahiriah dari karakter Boy, dengan sisi batiniahnya yang tidak terlihat secara kasat mata. Yakni soal momen-momen reflektif yang mendasari keputusan-keputusan yang dilakukan Boy.

Sayangnya, film kurang juga menggalinya. Interaksi Boy dengan lingkungannya sangatlah minim, terutama dengan orangtuanya. Adegan Boy ngobrol dengan ayahnya hanya sekelebat saja dan tidak membekas. Padahal adegan tersebut, punya dampak yang besar terhadap keputusan Boy.

Belum lagi kehadiran dua temannya pun, tidak terasa seperti bestie. Meski layar seringkali menangkap momen mereka bersama-sama, mereka tampak tidak terlihat akrab. Emosi mereka serasa terpisah.

Emon sibuk sendiri, berusaha melucu dengan gaya sok ngondek yang malah jadi cringe, sementara kemunculan Andi yang lebih banyak diam alias sok cool, juga tidak berdampak apa-apa pada karakter Boy.

Satu-satunya yang masih agak believable, adalah interaksi Boy dengan adiknya, Ina, yang diperankan dengan sangat ceria oleh Rebecca Klopper.

Adegan fighting-nya sih keren/IG @filmcatatansiboy
Adegan fighting-nya sih keren/IG @filmcatatansiboy
Pada akhirnya, Catatan Si Boy terlalu sibuk memoles tampilan lahiriah seorang Boy, dan untuk hal tersebut, pemilihan Angga Yunanda sungguhlah tepat. 

Tapi film lupa, bahwa Boy adalah makhluk bernama manusia yang punya hati, yang film tidak benar-benar berhasil menunjukkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun