Termasuk ketika film menghadirkan dua karakter lain yakni ayah dan ibu Peter.
Penonton akan disajikan dua sudut pandang cerita, yakni cerita dari si suara asing tersebut dan cerita dari sisi orang tua Peter. Film dengan cermat mampu menempatkan penonton berada dalam posisi yang sulit untuk mempercayai kisah mana yang benar.
Terlebih dengan karakterisasi ayahnya Peter yang terlihat kejam apalagi ketika menghukum Peter dengan mengurungnya di rubanah. Sosok ayah yang jahat mudah sekali kita sematkan padanya.
Belum lagi apa yang diputuskan oleh ayah Peter, tidak mendapat pertentangan sama sekali dari istrinya.
Sangat mudah sekali kita percaya kalau orang tua Peter adalah orang jahat sebagaimana yang sering didengungkan si suara asing kepada Peter.
Naskah yang ditulis Chris Thomas Devlin ini terkesan berat sebelah. Karena sampai detik tersebut, penonton hanya diperlihatkan gambaran orang tua Peter yang seakan menyembunyikan sesuatu.
Saya yang terbiasa menonton film horor dengan pula serupa, dengan mudah menduga bakal ada plot twist yang saya harap bisa memuaskan dan believable.
Dugaan saya bukan tanpa alasan. Dari pengalaman saya menonton film horor, sineas memang senang mempermainkan penonton dengan memperlihatkan karakter yang terkesan jahat padahal baik. Begitu juga sebaliknya.
But, itu bukan masalah sebetulnya. Yang terpenting, bagaimana film membangun kisahnya dengan apik.
Dan untuk urusan tersebut, bisa saya bilang Cobweb berhasil bisa juga tidak.
Saya bilang berhasil, karena film ini sama sekali tidak tentang hantu. Apa-apa yang menjadi sumber teror, apa dan kenapa alasannya, mudah dicerna dan dipercaya oleh penonton.Â