Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Film Plane dan Pentingnya Penerapan Manajemen Krisis

15 Januari 2023   10:18 Diperbarui: 15 Januari 2023   19:17 2478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sayang sekali mereka kurang berfungsi/CNN Indonesia

Terlepas dari pengubahan haluan konfliknya, aksi-aksi yang disuguhkan Plane selama latar berada di pulau tersebut memang sangat menegangkan.

Pentingnya manajemen krisis dalam situasi darurat

Ayah pulang kali ini, Nak/imdb.com
Ayah pulang kali ini, Nak/imdb.com
Ancaman dalam Plane bukan lagi soal manajemen risiko yang bisa diukur dan dinilai sebelumnya, tapi sudah masuk dalam tahap manajemen krisis.

Dalam persoalan pesawat yang hilang dan atau jatuh ada beberapa faktor yang dilibatkan dalam manajemen krisis, terutama masalah komunikasi. Pertama bagaimana kru membangun komunikasi dengan kantor pusat, dan juga bagaimana kantor pusat berkomunikasi dengan masyarakat melalui media.

Bagaimana pun juga sebuah penerbangan pesawat komersil yang mengalami masalah akan menjadi breaking news. Di sana ada keluarga penumpang yang harap-harap cemas menanti kejelasan nasib para penumpang. Ada juga reputasi dan kepercayaan publik yang sedang dipertaruhkan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Plane memang mencoba menghadirkan perspektif yang lebih luas kepada penonton dibanding film-film berlatar pesawat lainnya. Salah satunya adalah soal perbedaan keputusan yang diambil oleh dua orang pemangku kepentingan di kantor pusat.

Tapi sayangnya, keinginan Plane menghadirkan perspektif yang luas ini justru menjadi titik lemah film. Kita bisa melihat dua orang pemangku kepentingan yang berbeda pendapat memberikan instruksi kepada Kapten Torrance.

Kedua instruksi tersebut sama sekali nggak dihiraukan oleh Kapten Torrance karena secara prerogatif ia menentukan apa yang akan ia lakukan demi menyelamatkan seluruh kru dan penumpangnya. Kalau kapten Torrace bisa berucap seperti Megawati, mungkin ia akan berkata "urusan gue".

Akibatnya perdebatan yang diniatkan sebagai jeda dari sekuens laga terasa semakin sia-sia. Adegan tersebut nggak menambah kekuatan dramatik film. Padahal bisa saja soal konflik perdebatan itu arahnya diberikan antara pemangku kepentingan dan Kapten Torrance.

Hal ini akan lebih terasa powerfull karena penonton tahu pemangku kepentingan mengambil keputusan berdasarkan data dan fakta yang didapat, sementara kapten Torrance mengambil keputusan berdasarkan situasi real yang dia alami. Puncaknya, sebagai cara terakhir menyelamatkan kru dan penumpang, Kapten Torrance boleh jadi punya cara sendiri yang berbeda dengan apa yang diinstruksikan oleh pemangku kepentingan.

Begitulah kiranya jika Plane betul-betul ingin memperlihatkan dan atau memberikan edukasi bagaimana penanganan manajemen krisis menjadi sesuatu yang on the track (sesuai pedoman perusahaan) tapi juga memberikan sentuhan dramatik kepada filmnya.

Sayang sekali mereka kurang berfungsi/CNN Indonesia
Sayang sekali mereka kurang berfungsi/CNN Indonesia
Ditinjau dari sisi komunikasi perusahaan kepada masyarakat, film hanya mewakilinya dengan karakter Daniela (Haleigh Hekking), putri semata wayangnya kapten Torrance. Sesekali diperlihatkan Daniela yang sedang cemas menunggu kepastian pesawat yang dikemudikan ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun