Jangan pernah sekali-kali mengundang mantan ke pesta pernikahan hanya agar pasangan percaya kalau kita sudah move on. Alih-alih datang dengan membawa doa restu, sang mantan bisa saja mengacaukan pesta.
Tidak ada satu pasangan pun di dunia ini yang menginginkan pesta pernikahannya kacau balau. Hari pernikahan pastinya harus menjadi hari yang membahagiakan semua pihak terlebih bagi mempelai pria dan mempelai wanita.
Sama seperti pasangan Tom (Josh Duhamel) dan Darcy (Jennifer Lopez) yang menginginkan pesta pernikahannya berjalan lancar dan membahagiakan hati.
Untuk itu, mereka memboyong semua keluarga besarnya untuk merayakan pesta pernikahan di sebuah pulau eksotis di Filipina.
Semula, semua persiapan berjalan lancar. Mulai dari souvenir, transportasi dan akomodasi para tamu, dekorasi altar, kamar pengantin, dan segala tetek bengeknya.
Tapi keadaan mulai berubah, tatkala resor yang mereka sewa di pulau tersebut kedatangan sekelompok perompak dari Bali.
Sekelompok perompak tersebut berhasil masuk ke resor dan menyandera semua tamu di kolam renang. Tapi tidak dengan kedua mempelai. Perompak tidak berhasil menemukan Tom dan Darcy.
Cerita sederhana, tapi karakterisasinya detail
Film arahan Jason Moore (Pitch Perfect, Sisters) ini hanya mengisahkan bagaimana perjalanan Tom dan Darcy yang kucing-kucingan dengan para perompak. Dan tentunya bagaimana mereka bisa melepaskan sandera, mengusir perompak, dan akhirnya bisa melangsungkan pernikahan.
Well, cerita Shotgun Wedding sebetulnya sederhana.Dalam rangkaian ceritanya inilah Shotgun Wedding tampil sangat kocak dan menghibur.
Sebelum perompak datang, Tom dan Darcy sempat terlibat adu mulut karena mantannya Darcy hadir di pernikahan mereka. Padahal Darcy tidak mengundangnya. Tapi kini, Tom dan Darcy harus melupakan sejenak pertengkaran mereka dan mulai bekerjasama.
Penulis naskah Mark Hammer, membuat karakter Tom dan Darcy punya keunikan tersendiri yang dijadikan materi utama cerita film.
Darcy diceritakan punya trauma akan darah. Jika melihat darah, seketika ia akan pingsan. Sementara Tom takut sekali akan ketinggian. Karakterisasi mereka berdua yang unik dimanfaatkan dengan baik oleh Shotgun Wedding.
Akan ada saatnya ketika Darcy nggak lagi pingsan melihat darah, karena ia harus mengobati luka yang ada di tangan calon suaminya. Begitu juga ketika Tom mau nggak mau harus melakukan aksi flying fox agar bisa terhindar dari kejaran para perompak.
Dan pembangunan karakter mereka berdua hingga ke tahap tersebut tidak serta merta diperlihatkan secara langsung dan menyeluruh.Â
Film membangunnya dengan perlahan, sehingga penonton bisa peduli pada mereka. Sekaligus juga bisa menghantarkan humor yang efektif bagi penontonnya.
Saya sendiri berkali-kali tertawa melihat tingkah polah mereka berdua yang betul-betul tampil effortless. Baik Josh Duhamel atau Jennifer Lopez, keduanya tampil natural dan tidak tampak trying to hard to be funny. Mereka berhasil menghidupkan karakter Tom and Darcy yang dibebankan kepadanya sesuai dengan porsi dan kebutuhannya.
Tapi kuatnya karakter mereka, bumerang bagi karakter lain
Di akhir film, Shotgun Wedding memberikan jawaban siapa sesungguhnya dalang di balik aksi para perompak ini.
Nggak ada yang salah memang, karena setiap masalah atau konflik yang terjadi di dalam film memang sebaiknya diberikan motivasi dan latar belakang. Tapi masalahnya, Shotgun Wedding nggak membuat karakter kunci ini diperkenalkan dengan layak.
Saya sangat paham kenapa karakter Tom dan Darcy dibuat sangat kuat, karena kunci utama film ini memang ada pada karakter mereka. Tapi ketika film menghadirkan karakter lain yang juga punya peran terhadap cerita, mereka juga perlu diperkenalkan kepada penonton.
Dalam film-film yang berakhir dengan pengungkapan pelaku seperti Glass Onion: A Knives Out Mystery, kita bisa melihat kalau masing-masing karakter yang berpotensi menjadi tersangka utama diperkenalkan dengan seimbang.
Sementara dalam Shotgun Wedding, selain Tom dan Darcy saya merasa karakter lainnya hanya sia-sia belaka. Karakter Renata (Snia Braga) misalnya. Ia adalah ibu Darcy yang sangat membenci Tom. Ia punya motivasi yang cukup kuat untuk jadi pelaku utama.
Tapi karena nggak diperkenalkan dengan baik, karakternya hanya sebatas peran komikal saja. Dan itu terjadi pada karakter lain semisal orangtua Tom, pemilik resor, hingga para tamu yang hadir di pernikahan Tom dan Darcy.
Karakter mereka pada akhirnya hanya dijadikan sebagai sandera saja, dan tidak dimanfaatkan untuk menggerakkan cerita.
Tentang keraguan komitmen sebelum pernikahan
Banyak yang berkata, kalau beberapa saat sebelum pernikahan seringkali para mempelai overthinking dan diselimuti keraguan. Itu pula yang terjadi pada Tom dan Darcy.
Keduanya punya masalah masing-masing yang sulit sekali diungkapkan dan hanya berputar di kepala mereka saja. Tapi dalam kerjasamanya melawan perompak, perlahan mereka menyadari bahwa tidak ada manusia dan pernikahan yang sempurna.
Yang ada hanyalah kerjasama untuk membuatnya sempurna. Jika ada yang 'rusak', maka mereka memperbaikinya bersama-sama. Itulah kunci pernikahan sempurna.
Bagian filosopi tentang pernikahan sempurna ini dijadikan Shotgun Wedding sebagai jeda agar penonton nggak terus menerus dibombardir oleh aksi-aksi komedi.
Sesekali Shotgun Wedding menyelipkan narasi agar penonton juga peduli pada pesannya tentang pernikahan tanpa harus direduksi oleh sekuen laganya yang menghibur.
Dan perlu saya akui, film ini sangat berhasil melakukannya. Shotgun Wedding betul-betul menjadikan bagian ini sebagai jeda dengan tidak mengubahnya menjadi drama yang mengharu biru dan bertele-tele.
Saya memuji pendekatan seperti ini, karena kebanyakan film yang mencampuradukkan berbagai genre tidak sepenuhnya bisa mulus dalam mengolaborasikannya. Beberapa memilih pendekatan partisi: semisal separuh pertama komedi, separuh kemudian untuk dramanya.
Padahal seharusnya, suatu adegan bisa saja memberikan respon yang beragam pada saat yang bersamaan. Semisal pada saat Darcy harus menggenggam granat dengan erat. Dengan kekocakannya, kita bisa melihat bagaimana Darcy berusaha tidak melepaskan granat dari tangannya. Di satu sisi, kita diselimuti perasaan tegang apabila granat tersebut terlepas yang bisa meluluhlantakkan seluruh pulau.
Tanpa perlu berusaha keras menjadi film misteri whodunit, Shotgun Wedding cukup berhasil menjadi sajian laga komedi yang apik sekaligus juga menghibur. Bolehlah ditonton di antara serbuan film-film horor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H