Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

The Devil's Light, Emansipasi Wanita dalam Praktik Pengusiran Setan

10 November 2022   06:35 Diperbarui: 11 November 2022   20:00 1791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu adegan yang terdapat dalam film The Devil's Light. Sumber: Lionsgate via Kompas

"Melonjaknya kasus kerasukan di seluruh dunia, membuat Vatikan mendirikan 'Sekolah Pengusiran Setan' di luar Vatikan. Salah satunya di Boston, Amerika Serikat."

Semenjak dimulai oleh The Exorcist (1973), persoalan kerasukan sudah menjadi budaya populer yang kini sering muncul dalam film. Rasa-rasanya sudah banyak film horor Barat yang mengisahkan tentang proses pengusiran setan dari sudut pandang aturan Vatikan.

Fakta tersebut menimbulkan pertanyaan yang cukup menggelitik. Sejauh mana film-film tersebut menawarkan hal yang baru atau segar, sehingga filmnya tetap menarik untuk ditonton walau sudah disajikan berkali-kali?

Mari kita bedah film terbaru tentang pengusiran setan The Devil's Light (yang di beberapa negara berjudul Prey for The Devil).

Film arahan Daniel Stamm ini membukanya dengan narasi tentang pelonjakan kasus kerasukan di berbagai negara. Untuk mengatasi kasus pelonjakan ini, Vatikan mendirikan sekolah pengusiran setan di luar Vatikan.

Protagonis utama perempuan membuat film ini tampil segar

Menurut aturan Vatikan, pengusiran setan hanya bisa dilakukan oleh pastor (seorang laki-laki). Namun Sister Ann (Jacqueline Byers), seorang biarawati, bersikeras mengikuti pendidikan dan pelatihan pengusiran karena trauma dengan masa lalunya.

Tentunya keinginan Ann mendapat pertentangan dari mentor dan para pimpinan gereja. Walaupun pada akhirnya ia disetujui untuk mengikuti pelatihan tersebut. Maka, jadilah ia satu-satunya perempuan yang berada di kelas pengusiran setan.

Sudah sangat jelas The Devil's Light membawa narasi akan pentingnya peranan perempuan dalam suatu hal. Bahkan untuk urusan yang biasa dikerjakan laki-laki yang sudah ditetapkan dan diberlakukan selama ribuan tahun

Apakah The Devil's Light membuatnya seperti glorifikasi berlebihan?

Kehadiran karakter anak kecil, bikin drama film ini cukup kuat menopang cerita/imdb.com
Kehadiran karakter anak kecil, bikin drama film ini cukup kuat menopang cerita/imdb.com
Biasanya saya suka agak kesal menonton film dengan narasi seperti ini, karena kebanyakan perempuan yang dijadikan sebagai protagonis utama hanya digambarkan sebagai 'penuntut'. Padahal seyogyanya, karakternya bukan hanya bisa menuntut tapi juga berproses.

Ternyata The Devil's Light nggak demikian. Ia nggak menjadikan karakter Ann sebagai sentral yang tampil tanpa cela. Adanya pemberian latar belakang traumatik masa lalu Ann berkelindan dengan motivasi kenapa ia pengin menjadi pengusir setan.

Di masa lalu, Ann harus menghadapi teror dari ibunya sendiri yang dipercaya kerasukan setan. Bisa dibayangkan, bagaimana traumatiknya seorang anak kecil mendapat teror dari orang yang seharusnya menyayanginya.

Keinginan The Devil's Light memadupadankan traumatik masa lalu Ann dengan keinginannya di masa kini diterjemahkan dengan baik oleh Tom Elkins, selaku editor yang juga pernah menangani editing Annabelle (2014) dan Child's Play (2019).

Tom sangat pandai merangkai gambar yang membuat kita mudah berempati terhadap kisah Ann. Dan kita juga percaya bagaimana trauma masa lalunya itu betul-betul membekas pada dirinya. Terlebih, dengan pola yang runut dan sesekali dijeda dengan adegan konsultasi Ann ke psikolog, penonton dibuat mudah peduli pada cita-cita Ann yang sebetulnya berawal dari masalah personal.

Lebih ke jijik ketika adegan ini muncul di layar/imdb.com
Lebih ke jijik ketika adegan ini muncul di layar/imdb.com

Kalau kita berkaca pada dua film Asia Tenggara tentang pengusiran setan yakni Munafik (Malaysia) dan Qodrat (Indonesia), apa yang melatarbelakangi cita-cita Ann juga hadir di dua film ini.

Sebagai pengusir setan, Ustad Adam dan Ustad Qodrat sama-sama mengalami traumatik masa lalu. Dalam perjalanannya ketika mereka kembali menjadi pengusir setan, mereka dihadapkan pada kegagalan. Bukan... bukan karena mereka tidak mampu, tapi hati mereka yang belum ikhlas.

Ann juga begitu. Dalam praktik pertamanya (yang bisa dibilang ilegal menurut gereja), Ann mengalami kegagalan. Walau Ann merasa sudah berhasil mengusir setan dari pasiennya, beberapa hari kemudian ia mendapat kabar kalau pasiennya bunuh diri.

Kabar ini didengar gereja dan pimpinan memutuskan untuk mengembalikan Ann ke asrama biarawati. Ia dianggap sok tahu karena melakukan pengusiran setan dengan caranya sendiri.

Pola teror yang umum

Emansipasi wanita makin kentara, tatkala pastor paling sakti pun nggak bisa mengalahkan iblis/imdb.com
Emansipasi wanita makin kentara, tatkala pastor paling sakti pun nggak bisa mengalahkan iblis/imdb.com
Kehadiran karakter perempuan sebagai protagonis utama, serta dijadikan alat untuk mendobrak aturan, memang menjadikan The Devil's Light menjadi suguhan yang segar bagi film-film bertema pengusiran setan.

Tapi tentunya kalau kita bicara film horor, kita nggak bisa lepas dari pembicaraan bagaimana sang sutradara membangun teror dan menimbulkan kengerian bagi penontonnya.

Berbanding terbalik dengan Perempuan Bergaun Merah yang lebih menekankan aksi serunya dibanding pendalaman ceritanya, The Devil's Light nggak banyak membuat 'something new' untuk pendekatan terornya.

Kita masih akan menemukan orang kerasukan dengan pendekatan badan bisa memutar dan terbalik-balik, terus tiba-tiba bisa kayang, manjat-manjat dinding, dan segudang adegan lain yang biasa kita temukan di film bertema serupa.

Visualnya yang lebih banyak dibantu dengan efek CGI, menurut saya nggak terlalu menyeramkan. Malah The Devil's Light lebih banyak menggunakan tata musik yang bombastis untuk mengagetkan penonton, bahkan di adegan-adegan yang nggak membutuhkannya.

Saya termasuk yang malas dengan horor yang terlalu mengandalkan tata musik dan atau tata suara yang menggelegar hanya untuk bikin kaget.

Sejatinya, kengerian itu menurut saya harusnya muncul dari apa yang kita lihat dari gambar dengan gaya penceritaan yang mampu membenamkan ceritanya pada otak penonton. Jadi, sekalipun departemen musik dan suara bekerja minimalis, tetap bisa menimbulkan kengerian.

Bukan soal megah-megahan sih, minimalis ngak apa-apa asal bisa 'mengusik'/imdb.com
Bukan soal megah-megahan sih, minimalis ngak apa-apa asal bisa 'mengusik'/imdb.com

Apakah The Devil's Light masih menarik untuk ditonton?

Buat saya walaupun tema pengusiran setan sudah disajikan berkali-kali dalam karya audio visual, The Devil's Light masih menarik untuk disimak berkat fokus dan kedalaman ceritanya.

Potensi lain yang sebetulnya bisa dikembangkan The Devil's Light adalah persoalan pengusiran setan yang dibawa ke ranah akademis dan ilmu pengetahuan. Film sempat menyajikan fakta dan data tentang kasus pengusiran setan di Vatikan yang seyogyanya bisa menjadi dasar film ini berkembang ke arah investigatif.

Sayangnya, hal tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal itu bisa menopang karakterisasi protagonis utama yang seorang perempuan lebih sempurna. Yakni seorang perempuan yang digambarkan tidak hanya bertindak-tanduk berdasarkan perasaan semata, tapi juga akalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun