Terkait teror yang dilakukan si hantu, saya masih agak bingung saja sih dengan aturan mainnya.
Memang saya termasuk yang kurang suka pada pendekatan 'hantu membunuh manusia secara langsung'. Saya lebih senang apabila 'manusia itu mati karena rasa bersalah'. Dan teror hantu itu semacam perwujudan dari rasa bersalahnya.Â
Contoh kecilnya kita bisa lihat pada film Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur (2018) yang betul-betul konsisten pada pendekatan teror hantu sebagai perwujudan rasa bersalah.
Nah, Perempuan Bergaun Merah mencampurkan keduanya.Â
Orang pertama yang mati dilakukan dengan pendekatan hantu membunuh manusia. Dia mati dengan kepala terpotong oleh pintu lift. Memang tidak secara langsung si hantu membunuhnya, tapi ia ikut andil dalam mendorong dan menahan orang pertama untuk tetap berada di lift.
Sementara pendekatan yang dilakukan kepada orang kedua yang mati, sama sekali si hantu tidak menyentuh fisik si orang kedua. Pendekatannya si hantu lebih menakut-nakuti orang kedua yang sedang menyetir dengan duduk di sebelahnya.
Setelah si orang kedua menyadari yang duduk di sebelahnya adalah si hantu, ia ketakutan dan keluar dari mobil. Dan derrr, ia tertabrak oleh mobil yang menyalipnya.
Sebetulnya, nggak ada masalah dengan pendekatan teror yang digunakan sang sutradara selama berjalan konsisten. Apalagi si hantu juga menyerang karakter lain yang sama sekali nggak hadir di lokasi kejadian.
Selain pada inkonsistensi pendekatan terornya, masalah Perempuan Bergaun Merah juga hadir dalam hal misteri dan pengungkapannya.
Setelah kita tahu apa yang terjadi pada Kara, saya merasa kok masalah begitu saja nggak bisa terungkap ya oleh polisi. Padahal jelas-jelas petunjuk sudah diberikan sejak awal film. Seperti bercak darah di bathtub kamar mandi, kaca yang pecah, hingga komplainan penghuni lain mengenai air di apartemen.