Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Film Smile, Misteri Kelam di Balik Sebuah Senyuman

10 Oktober 2022   13:17 Diperbarui: 10 Oktober 2022   20:40 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kamu yang sudah menonton, boleh juga berbagi pandangannya di komentar ya/Paramount Pictures

Senyumlah untuk semua orang, tapi hatimu jangan!

Kalimat di atas adalah penggalan lirik Senyum & Hatimu, lagu dangdut yang dipopulerkan oleh Ikke Nurjanah. Dalam lagu tersebut, Ike mengajak untuk senyum kepada semua orang. Karena sebuah senyuman bisa menebarkan aura positif. Selain itu juga bernilai ibadah.

Tapi bagaimana jika senyum yang kita lihat dari orang lain, justru malah membuat kita gelisah dan merasa tak enak hati?

Seorang dokter bernama Rose Cotter (Sosie Bacon) kedatangan pasien yang sedang bermasalah dengan psikologisnya. Pasien tersebut adalah Laura Weaver (Caitlin Stasey), seorang mahasiswa calon Ph.D.

Dalam pengakuannya, Laura melihat dosennya bunuh diri tepat di depannya. Sebelum bunuh diri, sang dosen sempat tersenyum kepadanya. Semenjak kejadian tersebut, Laura seringkali merasakan dan melihat hal-hal aneh. Semacam entitas yang (terkadang) menyerupai orang yang dikenal, atau berubah menjadi orang asing, atau menjadi siapa saja yang dikehendakinya.

Mendengar penjelasan Laura, Rose meminta Laura untuk tenang. Rose mengira Laura menderita penyakit mental akibat trauma di masa lalu yang menyebabkan ia berhalusinasi. Sontak saja, Laura merasa sang dokter tidak mendengarkan dan mengabaikan penjelasannya.

Who are you?/Paramount Pictures
Who are you?/Paramount Pictures

Senyum membawa luka

Tanpa basa-basi, Smile membuka filmnya dengan adegan aksi bunuh diri Laura yang dilihat langsung oleh Rose. Sebelum Laura menyayat lehernya sendiri dengan potongan vas bunga, ia tersenyum aneh kepada Rose.  

Semenjak peristiwa itu, Rose mengalami banyak keanehan. Dan keanehan yang ia alami sama persis dengan apa yang digambarkan oleh Laura.

Ada apa sebenarnya dengan senyum yang ditebarkan oleh orang-orang sebelum bunuh diri?

Semenjak saya melihat trailernya di bioskop, saya langsung tertarik untuk menonton film debut perdana Parker Finn ini. Pasalnya, hanya dari sebuah senyuman saja, bisa menjadi ide cerita film. Apalagi kita tahu, bahwa senyuman itu konotasinya lebih dekat dengan kebahagiaan. Lah, film ini malah memberikan arti lain yang berseberangan pada sebuah senyuman.

Mengambil genre horor psikologis, Smile nggak banyak bermain dengan hal-hal mistis (walau ada bagiannya). Misteri di balik senyuman dari orang-orang yang bunuh diri, dicoba dikuak dengan melibatkan polisi.

Bersama polisi, Smile masih mengajak penonton menggunakan akal sehatnya untuk menelusuri penyebab orang-orang bunuh diri yang ternyata saling berkaitan.

Sederhananya begini! 

Laura bunuh diri karena melihat dosennya bunuh diri dan tersenyum kepadanya sebelum melakukannya. Ternyata, sang dosen pun sebelum bunuh diri melihat orang lain bunuh diri dan tersenyum sebelumnya kepada sang dosen. Pun begitu seterusnya hingga mencapai puluhan kasus ke belakang.

Salah satu jumpscare yang munculnya bikin saya kagte banget sumpah/Paramount Pictures
Salah satu jumpscare yang munculnya bikin saya kagte banget sumpah/Paramount Pictures
Banyaknya adegan bunuh diri, adegan-adegan penuh darah, pun disertai dengan footage-footage yang agak mengganggu, Smile memang berhasil membuat suasana menonton menjadi kurang nyaman.

Selain itu, suasana kurang nyaman juga dihasilkan dari jumpscare yang walaupun munculnya jarang-jarang, tapi sekalinya muncul betul-betul mengagetkan. Ditambah dengan skoring musik gubahan Cristobal Tapia de Veer betul-betul bikin saya gelisah.

Penampilan Sosie Bacon yang memukau

Bisa kamu bayangkan, seorang dokter yang biasa menangani pasien yang bermasalah mentalnya, kini ia sendiri yang harus merasakannya.

Rose yang tadinya tampil sebagai dokter yang menyenangkan dan menenangkan, kini ia harus tampil sebagai 'pasien' yang cemas, gelisah, dan begitu depresif.

Keadaannya yang demikian membuat Rose berada dalam fase-fase yang mengkhawatirkan. Ia bisa menjadi bahaya bagi orang lain, terlebih bagi dirinya sendiri. Tapi Rose sadar kalau dirinya tidak gila. Maka ia memutuskan untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi padanya.

Atas hal tersebut, rasanya beruntung sekali Smile punya Sosie Bacon. Perubahan dan pergantian ekspresi yang Sosie Bacon tampilkan betul-betul membuat saya peduli pada kisahnya.

Berbeda sekali dengan Megan Fox yang tampil 'selalu cantik' di Till Death, Sosie Bacon rela terlihat acak-acakan ketika scene memang mengharuskan demikian. Artinya ia mampu menyelaraskan aktingnya dengan suasana yang ingin film hadirkan. Efeknya, kombinasi tersebut mampu mengikat penonton untuk betah mengikuti cerita walau dalam keadaan kurang nyaman.

Rose! Siap-siap pas adegan ini kamu bakal loncat dari kursi bioskop/Paramount Pictures
Rose! Siap-siap pas adegan ini kamu bakal loncat dari kursi bioskop/Paramount Pictures
Ending yang kurang memuaskan

Dari usaha investigasi yang Rose lakukan dibantu oleh teman polisinya Joel (Kyle Gallner), mereka mendapati satu cara bagaimana mengakhiri teror tersebut. Karena ternyata, dari puluhan kasus orang bunuh diri yang saling berkaitan, mereka menemukan fakta kalau ada satu di antara mereka yang tidak mati alias berhasil selamat.

Rose pun mengikuti cara yang ia dapat agar dirinya bisa lepas dari teror tanpa harus ia bunuh diri. Tapi rupanya, apa yang dilakukan oleh Rose sebagai satu-satunya cara melepaskan diri dari teror tersebut, digambarkan film sebagai bentuk halusinasi.

Lah, lantas apa ada cara lain? Atau sengaja misteri ini dibuat nggak terpecahkan?

Saya tidak ingin cerita bagaimana akhirnya, tapi ending yang dipilih Smile seakan menegasikan usaha-usaha yang dilakukan Rose untuk mengakhiri teror yang dialaminya.

Kasarnya, ngapain capek-capek investigasi dengan menggunakan akal sehat, kalau ternyata ujung-ujungnya berakhir dengan hal mistis.

Dalam film-film serupa yang menceritakan kutukan berantai, biasanya protagonis utama menjadi penyelamat sekaligus orang terakhir yang terkena kutukan. Tapi dalam Smile, karakter Rose tidak demikian.

Saya bisa saja menguatkan pilihan ending Smile dengan mengaitkannya ke masa lalu Rose. Karena dalam ceritanya, Rose mengalami trauma masa lalu. Ketika berumur 10 tahun, ia menemukan ibunya sedang bunuh diri.

Tapi jika memang begitu, muncul pertanyaan baru. Apakah belasan orang yang bunuh diri juga punya traumatik seperti Rose? Film tidak memberikan jawabannya.

Jadinya saya merasa (atau kurang bisa menangkap) hubungan antara trauma masa lalu Rose dengan peristiwa bunuh diri berantai yang melibatkan banyak orang yang ditandai dengan senyuman. 

Andaikata tidak ada kasus bunuh diri berantai yang sudah masuk dalam tahap penyidikan kepolisian, mungkin alasan trauma masa lalu dengan apa yang dialami Rose masa kini, masih bisa diterima.

kamu yang sudah menonton, boleh juga berbagi pandangannya di komentar ya/Paramount Pictures
kamu yang sudah menonton, boleh juga berbagi pandangannya di komentar ya/Paramount Pictures

Terlepas dari saya yang membutuhkan jawaban atas misteri besar yang dihadirkan, sepanjang film Smile berhasil memberikan tontonan yang mengusik dan membuat tidak nyaman. 

Selepas nonton saya jadi malas untuk tersenyum dan melihat senyum orang lain. Hiks...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun