Sementara kelompok ketiga adalah pencarian oleh Niki yang dibantu cowok lokal. Pencarian mereka lebih ke arah investigasi yang didukung oleh fakta dan data yang mereka temukan.
Perbedaan metode dalam pencarian Kinan ini sesungguhnya berpotensi menjadi hal menarik apabila dikupas lebih dalam. Sayangnya, masing-masing cara ini pun semuanya 'kering' dan nyaris tidak ada pembeda antara satu cara dengan cara lainnya. Juga tidak saling terkoneksi alias berjalan sendiri-sendiri.
Sehingga menjadi wajar, kalau sebagian besar film ini hanya akan diisi oleh teriakan para karakter yang memanggil: "Kinan ... Kinan.... Kinan...".
Saya melihat pola pencarian yang repetitif ini hanya sebatas pembagian screen time antara Titi Kamal, Dwi Sasono, dan Syifa Hadju saja. Mengingat mereka bertiga memang termasuk bintang besar. Kasarnya, yang penting mereka muncul di layar, tak peduli bagaimana Jailangkung Sandekala memancing empati penonton untuk peduli pada kondisi yang mereka alami.
Babak akhir yang seru abis
Di tengah pola pencarian yang repetitif dan cenderung membosankan, beruntung Jailangkung Sandekala bisa mengakhirinya dengan serangkaian adegan yang seru abis.
Sumpah yang tadinya penonton diam-diam saja, bahkan banyak yang mengalihkan perhatiannya dari layar, di babak akhir tiba-tiba bisa jerit-jeritan bareng.
Di babak ini, Kimo seakan sudah nggak tahan untuk 'unjuk gigi' memperlihatkan kemampuannya dalam hal mengolah adegan menegangkan nan brutal.
Dalam kemasan tempo yang sangat cepat, kita bisa merasakan dengan betul bagaimana para karakter utama ketakutan dan berusaha menyelematkan diri dari si dalang teror.
Dan para aktor yang tadinya hambar, bisa menampilkan akting terbaiknya di bagian ini. Bagaimana mereka cemas, takut, gelisah, panik, semua tergambar baik dalam adegan 10 menit terakhir film ini.
Satu hal lagi yang paling saya suka adalah persoalan 'portal jalan' yang ternyata menjadi bagian penting dari film ini. Jadi simak baik-baik portal jalan yang dimunculkan di awal film, menjadi 'juru selamat' para karakter keluar dari teror.
Akhir kata, walau penceritaan cenderung repetitif dan banyak potensi yang disia-siakan (termasuk drama keluarga yang menjadi fondasi film), tapi jika dibandingkan dengan dua seri pendahulunya, Jailangkung Sandekala tampil lebih baik.