Ada yang sudah pernah nonton? Atau kamu bahkan nggak tahu ada film ini di bioskop? Bisa jadi iya, mengingat film yang rilis perdana pada 31 Mei 2018 ini memang sepi penonton dan tak bertahan lama di bioskop.
Oh ya, Lola Amaria yang sering dikenal membuat film-film bertema humanisme seperti Minggu Pagi di Victoria Park, Negeri Tanpa Telinga, dan Jingga, ambil bagian juga sebagai salah satu sutradara film ini.
3. Soekarno: Indonesia Merdeka (2013)
Berbicara kemerdekaan tak lengkap juga jika tidak bicara founding father negeri ini, Soekarno. Diangkat ke layar lebar pada Desember 2013, Soekarno: Indonesia Merdeka berhasil memenangkan kategori tertinggi di Festival Film Bandung 2014 sebagai Film Terpuji.
Film ini menceritakan sosok Soekarno dari kecil hingga masa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Film ini penuh dengan nilai-nilai patriotisme dan perjuangan, mengingatkan kita bahwa negeri ini dibangun dengan tetes darah, keringat, dan air mata.
Tapi... film ini sempat kontroversi lho. Putri Soekarno, Rachmawati, mengkritik bahwa Ario Bayu tak cocok memerankan Soekarno. Menurutnya Anjasmara lah yang pas memerankannya.
4. Pantja-Sila: Cita-cita & Realita (2016)
Film ini sangat bermaksud baik dengan menghidupkan kembali Pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945 pada sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Melalui film ini, kita yang hidup di masa kini bisa mendengar kata per kata isi pidato yang dibacakan oleh Soekarno. Dibuat dengan format dokumenter, Tyo Pakusadewo memainkan sosok Soekarno dengan cemerlang.
Peran utama dalam film ini adalah "Isi Pidato Ir. Soekarno" itu sendiri. "Cita-cita" dalam judul mencerminkan berbagai hal yang dijabarkan oleh Soekarno dalam pidatonya. "Realita" mencerminkan berbagai realitas pahit hidup berkebangsaan yang tidak sama dengan apa yang dicita-citakan pada saat Indonesia merdeka, namun tetap menjadi tujuan Dasar Negara Pancasila itu sendiri.
Kids zaman now sudah nonton film ini?
5. Semes7a (2019)
Ya, kamu nggak usah heran, saya nggak typo kok. Judulnya memang ditulis Semes7a, tapi dibacanya Semesta. Saya sendiri nggak tahu sejak kapan angka 7 bisa dibaca 't'.
Tapi bisa jadi penulisan angka tujuh itu bukan semata-mata gaya-gayaan, tapi juga punya maksud tersendiri. Maklum saja Semes7a bercerita tentang 7 sosok di 7 provinsi Indonesia yang sangat peduli terhadap alam dan lingkungan Indonesia yang indah.
Kepedulian itu tergerak dari dorongan agama, kepercayaan, dan budaya masing-masing tempat. Inilah salah satu yang menarik dari film bergenre dokumenter yang diproduseri oleh Nicholas Saputra ini.