Meski cerita dan aksi laga yang disuguhkan agak membosankan, tapi pesannya tentang kemanusiaan membuat Killerman masih bisa tampil menarik.Â
Hal pertama yang membuat saya tertarik menonton film ini karena genrenya action-thriller dan diberi label 21+. Tentu harapan saya akan banyak adegan sadisme sebagaimana film-film sejenis yang diberi kategori serupa.
Tapi apakah Killerman demikian?
Kisah bermula dari Moe (Liam Hemsworth) seorang penjahat pencuci uang yang hilang ingatan pasca tragedi tabrakan di suatu kesempatan.Â
Ok! Saya tertawa geli bagaimana penggambaran proses karakter utama dari normal menjadi hilang ingatan yang begitu terburu-buru dan terkesan mendadak. Meski setelah menonton keseluruhan filmnya, saya menjadi maklum karena 'amnesia' menjadi karakterisasi utama sang karakter.
Dalam perjalanan amnesia-nya, Moe berusaha tetap mengerjakan tugasnya sembari mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Â
Dengan durasi melenggang hampir 2 jam, Killerman sangat berlama-lama di awal. Terlalu banyak ngobrol, padahal karakter yang perlu dijelaskan ke penonton pun terhitung sedikit. Saya sempat merasa bosan, karena sang sutradara tidak memberikan pancingan di awal akan apa yang terjadi kemudian.
Kebosanan saya juga didukung oleh pewarnaan film yang cenderung dominan hijau, membuat saya cukup lelah menontonnya. Pemilihan tone warna seperti ini, menurut hemat saya tidak terlalu bagus untuk dipandang mata. Belum lagi penataan musiknya, yang terlalu berisik dan kerap kali kurang masuk ke suasana adegan dalam filmnya.
Adalah Bobby a.k.a Skunk (Emory Cohen), yang dipercaya menjadi rekan kerja Moe. Petualangan keduanya yang hampir mengisi seluruh durasi film, cukup menarik. Ditambah dengan lelucon-lelucon Bobby yang cukup membuat saya tersenyum kecil. Tapi ingat, lelucon yang dihadiran bukanlah lelucon slapstik, tapi lebih ke komedi pemikiran. Dan penempatannya terkadang di tengah-tengah sekuens laganya.
Jadi kadang adegan di Killerman ini bikin saya bingung, saya harus ketawa apa merasa tegang. Hehe.
Untuk urusan adegan sadisme-nya, sutradara Malik Bader, memilih untuk tidak menampakkannya secara terang-terangan. Tapi juga ia nggak mampu membuat 'siluet', atau alternatif adegan pengganti yang memuaskan. Seperti halnya, sekadar menunjukkan kepala yang dipenggal saja, Killerman tidak berani.
Agak disayangkan saja, dengan label 21+, Killerman malah nggak tampil 'semenyeramkan' rating filmnya.Â