"Aduh jadian nggak ya, jadian nggak sih", begitulah kiranya respon para remaja ketika menyaksikan chemistry Alif - Raisa - Randai di layar.
Berikan impresi makna dan hakikat merantau
Film yang diadaptasi dari novel karya A. Fuadi berjudul sama ini, banyak memberikan nilai-nilai kebaikan yang inspiratif. Terutama persoalan bagaimana cara kita hidup dan beradaptasi di perantauan.
Sebagai peranakan Sumatera dan juga merantau di Bandung, saya merasakan apa-apa yang disajikan di Ranah 3 Warna begitu dekat dengan kehidupan anak-anak perantauan.
Anak perantauan yang diharapkan sukses oleh orang-orang di kampung halaman, terkadang menyimpan duka tersendiri yang sulit sekali diceritakan kepada orangtua. Terkadang juga ada rasa ingin menyerah dan balik ke kampung saja, hidup sederhana bersama orangtua dan melupakan mimpi.
Alif pun merasa demikian, terutama sepeninggal ayahnya. Ia ingin balik saja dan membantu kehidupan Amak di kampung. Tapi Amak (ibu) selalu mengingatkan bahwa apa-apa yang Alif lakukan saat ini, berjuang di tempat orang, adalah untuk kebaikan dirinya sendiri di masa yang datang.
Karena begitulah hidup memang tak selamanya berjalan mulus. Dengan merantau kita bisa belajar bagaimana hidup yang sesungguhnya. Dengan merantau kita bisa mengerti apa arti rindu.Â
Dengan merantau kita bisa memahami hakikat membantu orang lain. Dan dengan merantau kita bisa melihat diri kita sendiri hingga ke titik terdalam yang ada di diri kita, yakni kata hati.
Finally, sebagai film drama keluarga tentang mimpi dan cita-cita, saya kira Ranah 3 Warna sangat cocok ditonton oleh orangtua dan anak secara berbarengan. Apalagi film ini mendapat klasifikasi SU (Semua Umur) dari Lembaga Sensor Film.
Dari film ini, satu keluarga akan banyak mendapat insight tentang bagaimana pola komunikasi antara anak dan orangtua, yang bisa dilanjutkan menjadi diskusi ringan di rumah setelah menontonnya.
---