Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Jangan Keliru! Tidak Semua Film Superhero untuk Anak-anak!

17 Juni 2022   13:42 Diperbarui: 17 Juni 2022   21:45 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak semua film superhero diperuntukkan untuk anak-anak. Sebagai orangtua, tentu kita wajib bijaksana dalam memilih dan memilah tontonan untuk anak-anak kita.

Lebih dari dua tahun lalu, saat film superhero Indonesia Gundala, rilis di bioskop, timeline facebook saya diributkan oleh status salah seorang teman. Ia curhat pengalaman kekecewaannya setelah menonton Gundala bersama anak kecilnya yang masih berusia di bawah 7 tahun.

Ia mengaku kecewa dengan isi dan cerita film Gundala yang katanya tidak ramah untuk anak-anak di bawah 7 tahun. Ia pun meminta sang sutradara untuk membuat film superhero yang ramah anak-anak. Dan ia menganggap bahwa film superhero memang seharusnya dibuat untuk anak-anak.

Tapi yang membuat saya terheran-heran adalah, ia sendiri mengetahui kalau rating usia Gundala adalah 13+ (untuk usia 13 tahun ke atas). Lantas kenapa ia masih nekat membawa anaknya menonton film yang tidak sesuai dengan peruntukkan usianya?

Satu permasalahan ini menimbulkan dua masalah unik yang bisa ditelisik lebih jauh.

Pertama, persoalan persepsi kalau film superhero haruslah film untuk anak-anak.

Kedua, persoalan budaya sensor mandiri yang nampaknya belum dipahami oleh sebagian masyarakat kita.

Cerita superhero yang 'grounded'

Nggak bisa dipungkiri, orangtua muda saat ini sebagian besar dihuni oleh generasi 90-an yang masa kecilnya cukup banyak dicekoki tayangan televisi superhero. Pada masa itu cerita superhero memang cukup membumi dan sederhana. 

Secara garis besar cerita dari tayangan superhero menunjukkan aksi kepahlawanan membantu sesama manusia. Sebagian manusia yang ditakdirkan memiliki kekuatan super, membantu sebagian manusia lain yang mungkin ditimpa kejahatan tapi tak cukup kuat untuk melawan atau melindungi diri.

Dari produk luar kita bisa berkaca pada sosok Jiban, Jiraiya, Power Ranger, hingga Ultraman yang menyajikan cerita sederhana seperti premis yang saya sebutkan di atas. Ada sekelompok orang jahat mengganggu manusia dan bumi, lalu kemudian muncul superhero untuk melawan kejahatan tersebut.

Dan akhirnya, bagaimanapun susah payahnya superhero melawan kejahatan, mereka akan selalu menang.

Disadari atau tidak, tayangan superhero di televisi membentuk persepsi kalau kebaikan akan selalu menang di atas kejahatan. Dan impresi ini adalah hal yang sangat baik untuk diajarkan kepada anak-anak agar selalu berbuat kebaikan.

Tidak hanya dari produk luar, produk dalam negeri pun mengamini hal yang sama. Generasi 90-an tentu nggak asing lagi dengan superhero Saras 008 atau Panji Manusia Millenium. Keduanya sama-sama sebagai superhero penolong manusia atas kejahatan yang dilakukan oleh manusia lain.

Benang merah lainnya yang bisa diambil dari sejumlah tayangan superhero tersebut adalah premis yang dibuat tidak banyak melibatkan aspek sosial, budaya, politik yang terlalu kental. Sehingga terkadang kita nggak perlu dipusingkan dengan latar belakangnya. Yang penting berantem dan superhero jagoan memenangkan pertempuran.

Mungkin pemikiran ini terbawa terus sampai dewasa sehingga masih berharap jika superhero adalah film tentang aksi kepahlawanan yang ringan dan bisa ditonton oleh anak-anak.

Tapi perlu dicatat, sebagai sebuah karya sang pembuat berhak memberikan inovasi dan kreasi pada karyanya. Semisal aksi berantem yang pada tayangan superhero televisi mungkin disamarkan dengan efek visual, di beberapa film bisa ditampilkan dengan sangat nyata sebagaimana yang kita lihat dalam Gundala.

Belum lagi persoalan cerita yang melibatkan aspek sosial, politik, dan budaya yang kentara, membuat cerita superhero mungkin saja terlalu 'gelap' untuk dicerna oleh anak-anak.

Kontroversi mengenai film superhero, bukan datang sekali dua kali. Film superhero Eternals yang rilis tahun lalu pun sempat menuai protes.

Para orangtua protes karena film tersebut menampilkan sosok gay. Dan dalam protesnya mereka mengatakan bahwa tidak sepatutnya film superhero menampilkan representasi pasangan sesama jenis karena tidak baik untuk anak-anak.

Lagi dan lagi dasar protes adalah karena pemikiran superhero = anak-anak.

Walaupun akhirnya Eternals tetap tayang di bioskop Indonesia dengan mengantongi klasifikasi usia 13+ dari Lembaga Sensor Film (LSF).

Sebagai orangtua harus bagaimana?

Mana nih penggemar setia Panji/Multivision Plus
Mana nih penggemar setia Panji/Multivision Plus

Untuk mencegah tontonan yang tidak diinginkan terpapar ke anak-anak, sebaiknya orangtua harus melakukan sensor mandiri terhadap tontonan yang akan ditonton oleh anak-anak.

Cara sederhananya adalah perhatikan atau cari info mengenai rating usia film superhero tersebut. Apabila tidak berating SU (Semua Umur), jangan paksakan anak-anak untuk menontonnya.

Lalu apakah ada superhero yang bisa ditonton oleh anak-anak?

Saat ini di bioskop sedang tayang Satria Dewa: Gatotkaca. LSF memberi rating film arahan Hanung Bramantyo tersebut dengan klasifikasi SU.

Namun begitu, sebaiknya ketika menonton film superhero/genre apapun tetap dengan pendampingan orangtua.

Jadi, yuk stop pemikiran kalau superhero itu adalah film anak-anak. Nggak semua lho!

Status facebook tentang Gundala/Raja Lubis
Status facebook tentang Gundala/Raja Lubis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun