Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Sineas Bicara Keberagaman Indonesia

4 April 2018   13:44 Diperbarui: 4 April 2018   14:18 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Berbeda tempat, berbeda budaya berbeda pula bahasanya. Setidaknya itulah gambaran fisik dari 3 film yang saya contohkan di atas. Yang tak kalah menarik dan selalu menjadi isu yang komersil di Indonesia adalah keragaman agama dan keyakinan.

     Menengok kasus "puisi" yang sedang ramai diperbincangkan, beberapa pihak menganggap puisi tersebut telah menodai agama Islam karena membandingkan cadar dengan konde & adzan dengan kidung. Mengapa puisi ini bisa begitu menjadi viral?

     Kuncinya ada pada satu kata, Toleransi. Memiliki keyakinan dan merasa benar atas keyakinannya adalah hak setiap orang. Namun hak ini tidak jadi memaksakan keyakinannya pada orang lain yang berbeda keyakinan. Interaksi manusia-manusia yang berbeda keyakinan terlihat lebih rumit karena di antara mereka ada sudut cinta satu lagi yakni Tuhan. Interaksi dari hubungan manusia yang beragam ini, setidaknya pernah dipotret lugas dalam Cin(T)a (2009), 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta (2010) dan Cinta Tapi Beda (2012). Betapa dua insan yang berbeda keyakinan namun saling mencintai berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang dijalaninya tidak melanggar keyakinannya.

     Tidak hanya konflik jiwa antar individu saja, persoalan tata cara ibadah pun kerap kali terdapat perbedaan. Dalam Islam sendiri kerap terjadi perbedaan pendapat terutama terkait urusan fiqih (ibadah). Misal Qunut atau tidak Qunut, Maulid atau tidak Maulid hingga persoalan menentukan awal Ramadhan dan jumlah rakaat salat Tarawih. Dalam Mencari Hilal (2015), dikisahkan perbedaan pendapat antara ayah (Deddy Sutomo) dan anaknya (Oka Antara) dalam memandang suatu persoalan. Perjalanannya memberikan pelajaran bagaimana kita harus saling toleransi antar umat seagama selama masalah yang diperdebatkan bukanlah pada masalah tauhid (keesaan Allah). Bid'ah Cinta (2017) pula turut memotret kehidupan suatu kampung yang orang-orang didalamnya terdapat perbedaan fiqih. Film ini akhirnya memberikan solusi untuk tetap saling menghargai.

     Balik lagi ke kata toleransi yang erat kaitannya dengan kehidupan beragama. Dalam kehidupan beragama toleransi dibagi menjadi dua bagian yakni toleransi antar umat beragama dan toleransi antar umat seagama. Sila pertama Pancasila mengatakan "Ketuhanan Yang Maha Esa". Artinya setiap warga negara berhak menjalankan ajaran agamanya masing-masing tanpa tekanan dan tanpa paksaan. Hal ini pun dijamin oleh negara.

     Film Tanda Tanya (2011) karya Hanung Bramantyo adalah salah satu masterpiece Film Indonesia yang memotret toleransi antar umat beragama. Konsep yang dihadirkan dalam film ini adalah bagaimana kita menghargai keyakinan yang dipeluk oleh seseorang.

     Sebuah keyakinan tidak untuk diperdebatkan, namun dalam hubungan muamalah (baca: kemanusiaan) kita wajib bekerjasama. Masih dalam film Tanda Tanya, terlihat sekali bagaimana seorang Menuk (Revalina S. Temat) yang bekerja di sebuah restoran yang menyediakan babi milik Koh (Henky Soelaeman) atau bagaimana barisan banser NU (Nahdilatul Ulama) menjaga malam saat Misa Natal.

     Mengakhiri tulisan ini perlu saya tekankan masih banyak sineas yang sungguh-sungguh memotret Indonesia dalam karya-karyanya. Keragaman budaya, bahasa, suku, agama dan ras justru menjadi produk kreatif jika diolah dengan benar. Jadi, masihkah kita akan terus bertengkar hanya karena kita beragam?

Jika saja setiap provinsi membuat 1 film / tahun tentang kearifan lokalnya, niscaya setiap tahun kita sudah punya 34 film Indonesia yang betul-betul bicara tentang Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun