Mohon tunggu...
Humaniora

Inklusi

17 Maret 2017   21:33 Diperbarui: 17 Maret 2017   21:36 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tapi yang paling parah adalah kalau kemudian kita tidak bisa bertanya kepada mereka, kepada siapapun, apa yang menjadi bahan tertawan itu. Kita akan dengan sendirinya menjadi terisolasi, merasa dikucilkan, merasa kurang dari yang lainnya. Ini salah satu hal yang membuat para tunarungu terkesan lebih sensitif, mudah tersinggung, dsb.

Stress

Apapun definisi dari stress, pastinya setiap manusia akan kecewa apabila tidak tercapai apa yang diinginkannya. Dalam komunikasi sehari hari, kita akan kecewa kalau orang lain tidak mengerti apa yang ingin kita sampaikan kepada mereka. Dan kalau terus menerus mereka tidak mengerti dan tidak paham apa yang kita maksud, tentunya kita akan marah, kecewa, dan stress. Kita akan bilang: “tidak ada seorangpun di dunia ini yang mengerti apa yang ingin aku sampaikan”. Bagi seorang tunarungu, “stress” ini bisa datang lebih cepat dan bahkan lebih sering.

Persepsi Masyarakat

Pernah didalam suatu event yang kami hadiri, di luar ruangan ditanya oleh salah seorang peserta, dan kami jelaskan bahwa kehadiran kami atas inisiatif sendiri untuk mengangkat kepedulian masyarakat tentang tunarungu.

Kata “tunarungu” sepertinya masih asing bagi si bapak tersebut, dan untuk mudahnya kami jelaskan dengan mengambil contoh salah seorang tunarungu yang dikenal ditengah masyarakat. Reaksinya sangat mengejutkan (mohon maaf, bagaimanapun harus saya tulis disini) : “Oh, yang anaknya idiot itu ?!”. Saya seperti disambar petir di siang bolong. Sejenak bingung apa harus marah atau bagaimana. Tapi, saya maklumi karena sepertiny si bapak juga tidak tahu apa sebenarnya arti kata “idiot” apalagi perbedaan antara idiot dan tunarungu. Dan sayapun yang bukan ahlinya menjelaskan kepada si bapak panjang lebar tentang tunarungu.

Kami Juga Pernah “khilaf”

Kesal ketika suatu hari seorang anak muda pengamen membawa gitar yang tidak di stem dan menyanyikan lagu dengan lyric yang entah apa tidak jelas, karena memang tidak diucapkan dengan jelas, terdengar seperti mengerang, pokoknya “fals abis”. Apakah memang disengaja, atau mungkin “trik” saja ingin membuat kesal yang mendengar agar cepat-cepat diberi uang dan pergi ? Setelah beberapa kali sering mampir di depan pintu pagar rumah, kamipun bertanya dalam hati, mungkin dia tunarungu. Ternyata benar. Sejak itu dimanapun kami jumpa, selalu tegur sapa dan ternyata anak muda ini aktif di lingkungannya, turut aktif di kegiatan sepak bola, bantu pasang tenda dalam persiapan-persiapan acara , dsb., dan kadang masih mengamen.

Cerita ini mungkin lucu tapi tidak lucu. Tunarungu mungkin dianggap hal yang lucu dan untuk ditertawakan, kalau itu diperankan oleh Bolot yang sehari-harinya tidak tunarungu.

Bagaimana kita menyampaikan kepada seorang tunarungu bahwa yang dilakukannya itu tidak enak didengar oleh yang bisa mendengar ? Sedangkan seumur hidupnya dia tidak tahu apa itu suara dan bunyi. Apa itu fals ? Apa itu harmony ? Silahkan jelaskan kepada seorang tunarungu apa itu arti kata “mendengar”, apa itu “suara”, apa itu “bunyi”.  

Dunia Lain

Bisa dikatakan, para tunarungu hidup di dunia yang “berbeda” dengan kita. Mereka masing-masing memiliki dan hidup di dunianya sendiri-sendiri. Tapi mereka ada diantara kita, mungkin anak, saudara, teman, tetangga. Mereka bukan makhluk yang berbeda yang datang dari dimensi atau galaxy lain. Kita yang bisa mendengar, utuh, lengkap jasmani sehat rohani, bersyukur lahir dengan “sempurna”, mari kita ajak mereka ke “dunia” kita.

Mungkin, itulah arti dari kata “inklusi”. Dalam bahasa sehari hari kita sering pakai ajak, sertakan, jangan dikucilkan, jangan disendirikan, jangan ditinggalkan, jangan dibiarkan.

Para tunarungu, para penyandang disabilitas, mereka semua yang berkebutuhan khusus, mereka tidak minta dikasihani, tidak meminta belas kasihan dari kita, mereka hanya minta agar kita mengerti tentang mereka ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun