Apalagi jika dikaitkan sikap pemerintah serta parpol pendukungnya dalam menghadapi pilkada 2020 kemarin. Pemerintah serta parpol pendukung sepakat untuk melanjutkan pilkada 2020 meski ditengah pandemi. Namun cenderung menolak untuk menjalankan pilkada pada tahun 2022-2023 dengan alasan UU Pemilu tersebut masih relevan untuk demokrasi negeri saat ini.Â
Para pengamat juga menyinggung sikap pemerintah yang tetap menjalankan pilkada 2020 kemarin dengan alasan tidak efektifnya Plt demi kebijakan strategis, justru akan mengangkat Plt pada tahun 2022-2023 hingga terhelatnya pilkada di 2024.Â
Setali tiga uang, para aktivis demokrasi menilai bahwa langkah pemerintah dan parpol pendukung yang cenderung menolak RUU pemilu sebagai lakon politik yang memundurkan iklim demokrasi. mereka menyayangkan jika pemilu dan pilkada digelar pada tahun yang sama akan berimplikasi terhadap diskriminasi dinamika politik lokal. Muaranya, Â isu pilkada lokal akan tergerus dengan isu-isu pilpres 2024.Â
Kesimpulan dari agumentasi politik diatas adalah beban sangat berat akan ditanggung oleh 2024. Ditahun tersebut akan terjadi pergolakan kontestasi maha dahsyat apabila RUU Pemilu tidak di revisi. Demokrasi seakan menjadi tameng untuk melanggengkan oligarki. 2024 memberi gambaran tentang Pemilu yang ingin dilaksanakan secara serentak berubah menjadi alat yang membuat masyarakat terkotak-kotak. Boleh jadi, pemilu 2024 bukan lagi sebagai media mempersatukan semua golongan, akan tetapi sebagai praktek kontestasi BORONGAN...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H