Museum Tsunami merupakan salah satu tempat bersejarah bagi masyarakat Indonesia terutama Aceh. Sebagai tempat yang mengoleksi barang bersejarah, tentu harus terus diperhatikan dengan perawatan secara berkala. Namun, benarkah Museum Tsunami Aceh menjadi tidak terawat?
Beberapa waktu lalu, saya sempat melakukan kunjungan ke Museum Tsunami yang terletak di  di Jalan Sultan Iskandar Muda No 3, Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh.
Awal saya menginjakkan kaki di sana, saya dapat melihat bahwa memang maha karya Ridwan Kamil tersebut sangatlah megah dengan tema abu-abu gelap yang membuat suasana Museum tersebut terasa mencekam namun memberikan kesan mewah sekaligus.
Untuk masuk ke Museum Tsunami, dibutuhkan tiket masuk yang dijual dengan harga 5.000 untuk dewasa dan 15.000 untuk wisatawan. Harga yang ditawarkan relatif sangat murah.
Setelah mendapat tiket masuk, maka pengunjung dapat masuk melalui pintu yang diarahkan oleh petugas.
Awal masuk ke Museum Tsunami, kita akan disuguhkan oleh sebuah lorong yang dindingnya dialiri oleh air. Menurut keterangan dari petugas pemandu, ruangan ini diberi nama "space of fear." Seperti namanya, pada saat masuk keruangan ini, kita memang akan merasa ketakutan, terlebih lagi dengan suara gema "laa ilahailallah."
"Ruangan ini dibuat supaya pengunjung ikut merasakan ketakutan yang sama dengan korban tsunami." Ucap pemandu tersebut.
Namun, ruangan ini tercium sedikit bau. Salah satu wisatawan yang mengaku dirinya bernama Rusdi, pernah berkunjung di tahun 2019, menyatakan keresahan beliau terkait tempat ini "Sudah bau tempat ini." Memang ruangan tersebut terlihat seperti sudah berlumut.
Sesaat keluar dari ruangan "space of fear," ditemukan ruangan yang disebut dengan nama Chamber of Blessing.
Dalam ruangan ini, kita disarankan untuk berdoa untuk mengenang arwah-arwah yang tergulung oleh ombak tsunami. Ruangan ini berisikan nama-nama korban tsunami yang telah meninggal. Ruangan ini sangat gelap berbentuk silinder, sehingga ujung terkecil yang berada di paling atas diberi lafadz Allah dengan cahaya alami sebagai penerangan dan audio doa-doa yang terus diputar.