ANTARA PAK HARTO DAN BUDI SADIKIN, BANKIR KOK JADI MENKES
oleh Raja Euy AR RE BG MW GA
Jakarta 221220
Publik dikejutkan dengan diangkatnya Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU sebagai Menteri Kesehatan. Kenapa bukan dr. Lie Agustinus Dharmawan (Lie Tek Bie) Ph.D, Sp.B, Sp.BTKV pendiri rumah sakit terapung pertama dan mendedikasikannya untuk rakyat dipulau terluar dan tertinggal yang tidak tersentuh pelayanan kesehatan. Â Atau karena masa pandemi mengangkat Prof. Dr. Amin Soebandrio, Ph.D., Sp.MK ahli virus dari Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman
Sementara BGS seorang insinyur lulusan ITB yang malang melintang jadi bankir di bank-bank papan atas dari ABN Amro, Bank Bali, Bank Danamon, Bank Mandiri terakhir sebagai Wakil Menteri BUMN. Dan dalam masa pandemi ditunjuk sebagai Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Saya jadi ingat percakapan saya dengan Bapak alm, saat saya malu punya seorang presiden yang tidak bisa bahasa Inggris. Bapak menjawab 'Husss, Pak Harto itu orang pintar, yang sedang menjalankan takdir Allah. Pak Harto itu orang yang hidup di masa kolonial. Yang rata-rata pejabatnya untuk melancarkan pergaulan harus bisa dan lancar berbahasa Inggris dan Belanda. Pak Harto bukan orang pintar tapi orang yang pintar mengumpulkan orang pintar untuk diberdayagunakan.
Pak Harto itu Kancil, kecil tapi lincah dan berakal panjang. Meski tidak pintar dalam artian tidak  sarjana, Pak Harto mau mendengar dari bawahannya. Pak Harto memilih bawahannya selalu orang pintar, minimal sarjana S2/S3 lulusan luar negeri. Kalau bukan sarjana tapi setara S2/S3 seperti seorang jenderal. Kerendahan hati dengan seksama mendengar membuat Pak Harto lebih pintar dari  bawahan yang didengarkannya.Â
Karena Pak Harto tidak mendengar pendapat dari satu orang pintar tapi banyak orang pintr yang menjadi bawahannya. Sehingga saat membuat kebijakan, keluar kebijakan yang mengkombinasikan kepentingan semua pihak. Pasti tidak memuaskan untuk beberapa pihak. Yang pasti kebijakan tersebut sesuai untuk jamannya. Bisa jadi akan tidak sesuai untuk jaman berikutnya. Jadi pejabat/kebijakan tidak bisa dibanding-bandingkan dengan pejabat yang beda periodenya. Setiap periode punya masalahnya sendiri. Orang memiliki masa jayanya masing-masing. Kejayaan akan berakhir ketika Tuhan menghendaki berakhir"
Saya merenung dan membandingkan dengan hirarki perusahaan. Dalam perusahaan ada Komisaris, Presiden Direktur / CEO, Direktur, Manager.
Komisaris (The Owner) adalah pemegang saham pengendali perusahaan. Â Sosoknya biasanya malah low profile dan jarang muncul di media apalagi terekspos kehidupan pribadinya. Tapi sebenarnya komisaris adalah orang tajir melintir pemilik perusahaan. Seorang komisaris tidak harus pintar tapi harus pintar memilih orang kepercayaanya untuk memimpin perusahaannya
Presiden Direktur / CEO adalah pemimpin perusahaan tidak harus pintar segalanya tapi harus pintar merekrut orang-orang pintar untuk menjalankan perusahaan. Juga harus pintar dalam  mengkombinasikan pendapat orang-orang pintar dalam perusahaan dalam rangka membuat ssbuah keputusan perusahaan. Direktur / Manajer adalah orang pintar yang sebenarnya dalam perusahaan, namun kepintarannya hanya pada kompetensinya dan bersifat manjerial/pelaksana. Sinergi ini seperti harmoni keahlian dari EO dalam membuat even atau Diregen dalam orkestra
Sebagsi ilustrasi yang nyata. Ahok adalah cerdas dan profesional, mungkin karirnya langgeng bila tidak jadi kutu loncat partai dan bisa santun serta bisa bekerja teamwork. Sepertinya Ahok layak untuk jabatan yang tidak butuh banyak bicara dan interaksi dengan orang, misal Investigator (KPK, BPK, Hakim, Jaksa) yang tidak peduli kata orang, cukup peduli kata undang-undang. Bu Susi yang terkenal bagus tidak bisa perpanjang jabatannya, konon katanya juga tidak bisa teamwork. Â