Mohon tunggu...
Abdul Rajab Adnan
Abdul Rajab Adnan Mohon Tunggu... Lainnya - Masih berusaha untuk menjadi manusia

Ikatlah jiwamu dengan akal, oleh itu engkau akan menemukan apa yang paling layak bagi dirimu, keluarga, dan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sosio Epistemologi Islam : Jalan Lain Agama

3 Februari 2025   11:03 Diperbarui: 3 Februari 2025   18:41 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlihat ruang pertemuan dengan struktur pemikiran Murtadha Muthahhari dalam melihat relasi agama dengan nilai-nilai kemanusiaan pada jiwa manusia yang suci (susbtansi). Bahwa segi agama tidak terpisahkan dengan kerangka metode dan substansi diri kemanusiaan yang suci pula itu untuk dilakukan (aktual) pada realitas.

Dengan begitu, agama tidak akan pernah memiliki unsur kausa/sebab final terhadapnya. Mengapa, karena manusia senantiasa berjalan menggunakan kendaraan agama tersebut sebagai unsur (atribut) penyempurnaan jiwa. Artinya, atas dasar pemahaman kemandirian berpikir pikiran menghasilkan sistem nilai yang di syaratkan (terikat) pada agama Sehingga, semakin bertambah dan tinggi capaian spiritualitas siapapun dalam beragama secara teoritis akan selaras agar aktif (progresif) pada kehidupan yang dijalaninya.

Konsekuensi akan timbul, ketika hanya berhenti pada agama sebagai tujuan akhir (final). Kemungkinan terdekat bahwa agama hanya dijadikan sebagai ajang saling klaim siapa yang paling beragama, imajinasi terkait surga dan neraka, dan eksploitasi (memperkaya diri). Pertanyaanya, mengapa agama hanya disempitkan pada imajinasi material semata seperti itu tanpa daya yang lebih tinggi?

Begitupun dengan Allamah Iqbal bahwa bagaimana beliau mentransformasikan pengalaman beragama sebagai imajinasi (atribut) penyempurnaan dan autentik. Artinya, pengalaman dalam beragama merupakan wadah (ruang) membawa transformasi batin diri dan masyarakat secara lebih besar (sosial).

Namun, sekarang agama telah menjadi ruang kapitalisasi. Haji dan umroh dikapitalisasi melalui usaha travel haji dan umroh pun juga, makna haji yang direduksi dari makna irfan/hakikat (Ali Syariati). Padahal, mukadimah dari kewajiban pada tubuh agama adalah kewajiban pula. Seperti, haji tadi, sebelum berhaji mestilah memikirkan apakah 40 tetangganya sudah tidak dalam keadaan lapar atau belum. Namun, banyak fenomena sekarang berhaji atau bertuhan tanpa ada rasa kepedulian sosial.

Dengan demikian, melaksanakan haji tanpa ada tahapan landasan kemanusiaan. Padahal, yang fundamental atau mendasar ialah, bagaimana menanamkan dan memiliki kesadaran nilai-nilai kemanusiaan (luhur) pada manusia di sekitarnya untuk kemudian bernilai ketuhanan.

Oleh karena itu, mereka yang beragama hanya berimajinasi apakah kewajiban dalam beragama sah atau tidaknya sebagaimana pada kerangka fiqh (hukum). Akan tetapi, tidak memenuhi sisi irfani (hakikat) dari sebuah struktur agama tersebut.  Sehingga, struktur agama hanya dijadikan sebagai ritus (formalitas) nilai simbolik. Konsekuensi tidak mampu sampai kepada kedalaman hati (batin) manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun