Mohon tunggu...
MOH RAIS
MOH RAIS Mohon Tunggu... Pustakawan - PENYULUH AGAMA KUA SANGASANGA

Adalah santri yang tetap ingin belajar untuk tidak puas menulis apa yang dilihat, didengar, dan dirasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berjihadlah dengan Penamu!

9 Mei 2018   10:07 Diperbarui: 9 Mei 2018   10:30 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam catatan sejarah, beberapa abad yang lalu sudah membuktikan pada kita semua, bahwa kemajuan peradaban dunia bisa bekembang pesat, dan sampai pada puncak keemasan, hal itu tak lepas dari dari kontribusi para pemikir, ulama yang dibubuhkan lewat karya-karyanya. Dan pada saat ini kita benar-benar telah merasakan hasil tulisan-tulisan beliau melalui karang-karangannya. 

As-Suyuti misalnya, kita bisa mengenalnya meski secara hakikat kita belum bisa melihat sosok beliau. tapi, dengan tulisannya yang dituangkan dalam beberapa karyanya seakan-akan kita bisa mengenalnya. Begitu juga al-ghazali, dengan ketenaran dan ke alimannya sehingnga mendapat gelar "hujjatul islam" juga dengan karya-karyanya. Begitu juga seterusnya. Di indonesia Misalkan, kita bisa mengenal Buya Hamka, Syekh ihsan Jampes, Syekh Nawawi al_bantani, dan sederetan ulama lain yang berhasil yang mewariskan khazanah intelektualnya pada dunia, juga dengan karya-karyanya.

Dengan demikian, kenapa kita sebagai santri, tidak mencoba membuka mata batinnya dan berfikir untuk meneruskan warisan-warisan mereka? Bukankah ayat yang diturunkan pertaman kali adalah perintah untuk membaca (iqra')? dan kemudian dikuatkan dengan lafadz "Al-qolam" menjadi bagian sumpah yang telah allah Qosamkan dalam A-Qur'an. Dan kenapa para santri  terlalu lama mengkonsumsi karya-karya mereka? Kenapa para santri tidak ada keberanian untuk memproduksi?

Nah, pesan-pesan implisit dan pertanyaan semacam inilah yang mungkin bisa menggugah hati dan merespon tekat dan keinginan untuk membangunkankan kembali dari tidur panjang para santri.

Maka dari itu, sudah saatnya para santri mulai bangkit bangun dan dari tidur panjangnya, dan jangan biarkan kita terlelap telalu lama dengan ketidakjelasan. 

Jangan biarkan penafsiran teks-teks al-Qur'an itu dimabil alih oleh orang-orang yang tidak paham tentang agama, karena santri lebih terbuka dan lebih berbobot untuk melakukan terobasan-terobosan baru dalam rangka melakukan penggalian khazanah keilmuan dari kitab-kitab klasik (turats). 

Oleh karena itu, di zaman yang modern ini, seharusnya santri tidak boleh cuek dan sinis terhadap perkembangan. Terutama terhadap media yang sudah menjamur. Lebih dari itu, harus mampu merespon dengan bijak, tanpa melarutkan dirinya terjerambab kedalam hura-hura perkembangan yang tak jelas arahnya. Media (internet) ibarat pisau bermata dua; akan bermafaat jika digunakan pada hal yang positif, dan sebaliknya, akan celaka bila digunakan pada hal yang negatif. Dan ini adalah tanggung jawab para santri.

Menulis sebagai Media Jihad

Mendengar kata "jihad" mungkin sepintas tergambar dalam benak kita yaitu sekelompok orang-orang yang berjubah, berduyun-duyun mengangkat senjata seraya mereriakkan lafadz-lafaz Tuhan. "Alahu Akbar" sambil membunuh saudara-saudaranya yang tak berdosa. Ingat! model semcam itu lagu lama, kawan. Gak Upadate, Jadul (Jaman Dulu).

Akan tetapi, jihad yang sebenarnya adalah mengeksplor pemikiran kita untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan terhadap umat manusia, tanpa melakukan pertumpahandarah. Jihad kita adalah mengamalkan pesan Tuhan (Ud'u ila sabili Robbik Bil hikmah, Wa al-mauidzah al-hasanah, Wa Jadilhum Bi Allati Hiya Ahsan) yaitu mengajak dengan cara Hikmah (bijak) tutur kata yang baik, dan berdiskusi dengan cara yang sehat. 

Dan semua itu bisa diwujudkan dengan berbagai cara, termasuk cara yang paling ampuh adalah dengan tulisan, sehingga pesan yang disampaikan tetap utuh seiring rentanya waktu. Pesan al-Syafi'ie. "Sesuatu yang ditulis akan abadi, dan sesuatu yang diucapkan akan binasa". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun