Mohon tunggu...
Raisya Violetta Chandra Jelita
Raisya Violetta Chandra Jelita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hukum Universitas Indonesia

Mahasiswi Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Malpraktik, Siapakah yang Harus Bertanggung Jawab?

6 Juni 2022   18:14 Diperbarui: 6 Juni 2022   18:20 3205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kamar Rumah Sakit. (Sumber Ilustrasi: Freepik.com) 

Malpraktik merupakan isu yang mengakibatkan kesehatan yang tidak sesuai atau tindakan yang berada luar prosedur medis sehingga menimbulkan resiko yang sangat besar terhadap nyawa seseorang. 

Malpraktik adalah tindakan kelalaian medis yang tidak kompeten atau kurang keterampilan yang dapat menimbulkan kerugian pada pihak yang ditangani. 

Untuk menghindari terjadinya malpraktik, dokter harus menerapkan informed consent, yaitu persetujuan antara pasien dan dokter yang terkait dengan informasi tindakan medis yang sedang dialami oleh pasien sendiri. 

Selain itu, dokter perlu membuat rekam medis karena setiap kegiatan pelayanan kesehatan harus mengisi catatan terkait dengan pengobatan, identitas, tindakan, dan lain-lain. 

Dari implementasi ini, maka kewajiban dokter dalam menjalani praktek medis dengan memenuhi syarat-syarat di bidang kedokteran tidak hanya berfokus dalam memberikan pelayanan medis kepada pasien, tetapi juga sadar terhadap langkah penerapannya secara bertahap dan tidak terburu-buru.

Dokter dan tenaga medis memiliki tugas untuk mempertahankan dan melindungi tubuh pasien. Namun, dokter sebagai manusia juga dapat melakukan kesalahan. 

Sementara masyarakat cenderung menangkap bahwa malpraktik adalah pelanggaran hukum sehingga hal ini cukup menimbulkan perdebatan mengenai siapa yang dapat dimintakan pertanggungjawaban. 

Apakah argumentasi dokter juga manusia dapat dijadikan dasar pembenar akan tindakan malpraktik? Hal ini dapat dianalisis melalui kasus yang pernah terjadi di sebuah Rumah Sakit di daerah Tanggerang. 

Kasus Malpraktik di Rumah Sakit Buah Hati Ciputat, Tangerang Selatan 

Kasus ini bermula saat Rumah Sakit Buah Hati Ciputat menerima pasien Yuliantika untuk menjalani persalinan pada 18 Februari 2020 sekitar pukul 21.00 WIB. Yuliantika datang diantar suaminya dalam kondisi yang tidak darurat. 

Melihat kondisi pasien, Rumah Sakit Jantung Buah Ciputat segera melakukan operasi caesar pada Yuliantika tanpa terlebih dahulu melakukan tindakan diagnosis. 

Saat proses persalinan, dr. Elizabet menyuntikkan obat anestesi lokal yang menyebabkan Yuliantika masih merasakan sakit hingga akhirnya dr. Elizabet menyuntikkan obat anestesi total kepada pasien. Usai tindakan operasi persalinan, Yuliantika mengalami kelumpuhan pada tubuh bagian bawahnya. 

Dalam peristiwa tersebut, diduga telah terjadi malpraktik medis di Rumah Sakit Buah Hati Ciputat yang dilakukan oleh dr. Elizabet karena melakukan kelalaian berat (culpa lata) yang mengakibatkan pasien mengalami kecacatan fisik. 

Pihak korban dengan kuasa hukumnya melaporkan kasus dugaan malpraktik yang dilakukan oleh Rumah Sakit Buah Hati Ciputat. Akan tetapi, dr. Rianayanti Asmira Rasam selaku Direktur Rumah Sakit Buah Hati Ciputat menolak untuk bertanggung jawab dan mengklaim bahwa Yuliantika telah melakukan tindakan pencemaran nama baik.

Pandangan Hukum Positif Indonesia

Melihat tindakan malpraktik yang telah dilakukan dr. Elizabet maka beliau dapat dikenakan pelanggaran Pasal 360 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur mengenai kelalaian yang menyebabkan luka berat. Merujuk pada pasal tersebut maka dr. Elizabet mendapat ancaman hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. 

Ditegaskan kembali pada Pasal 361 KUHP, apabila kejahatan dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pekerjaan maka pidana ditambah dengan sepertiga. Selain itu, karena pihak rumah sakit menuntut korban dengan pidana pencemaran nama baik sebagai tindakan untuk membungkam korban maka telah dilanggar pula Pasal 58 ayat (1) UU Kesehatan. 

Dalam pasal tersebut diatur hak setiap orang untuk menuntut ganti rugi terhadap tenaga kesehatan atau penyelenggara kesehatan karena timbul kerugian akibat kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Korban memiliki hak tersebut namun pihak rumah sakit memilih untuk tidak bertanggung jawab. 

Karena haknya telah dilanggar maka korban dapat mengadu kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran. Dengan demikian, korban memiliki hak menuntut baik dokter maupun rumah sakit secara kelembagaan untuk bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan. 

Melihat situasi dan kondisi pada kasus Ibu Yuliantika,  banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pihak rumah sakit maupun pasien. Sebagai media edukasi kepada pasien seyogyanya pihak rumah sakit atau dokter yang bersangkutan memberikan formulir yang berisi persetujuan tindakan kedokteran. 

Selanjutnya, sebelum menjalani operasi Ibu Yuliantika seharusnya memiliki hak untuk mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan. Saat proses operasi dilakukan diketahui bahwa Yuliantika masih merasakan sakit dan berada dalam posisi sadar, maka sudah seharusnya ketika dokter ingin memberikan suntikan bius total kepada Ibu Yuliantika dengan maksud menghilangkan rasa sakit harus memberitahu dan meminta persetujuan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. 

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2018 Pasal 3, bahwa rumah sakit  wajib memberikan informasi umum tentang informasi yang berkaitan dengan pelayanan medis kepada pasien. 

Hal ini diperkuat pada Pasal 5 ayat (1) yang memaparkan bahwa rumah sakit harus memberikan pelayanan, diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, rehabilitatif serta prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Jika informasi tersebut tidak berikan layaknya kasus Ibu Yuliantika. Maka pihak rumah sakit telah melanggar ketentuan tersebut.

Dalam kasus di atas diketahui dr. Elizabet tidak melakukan diagnosis kepada pasien sebelum melakukan tindakan sehingga menyebabkan lumpuhnya tubuh pasien, maka dr. Elizabet harus dikenakan Pasal 360 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur mengenai kelalaian yang menyebabkan luka berat. 

Tuntutan Ibu Yuliantika selaku pasien merupakan hal yang tepat karena terdapat kasus malpraktik yang dilakukan dokter tanpa adanya persetujuan atau diagnosis terlebih dahulu. 

Sikap pihak rumah sakit dan pernyataan direktur Rumah sakit yang menuntut balik atas pencemaran nama baik dan pengerusakan atas fasilitas rumah sakit serta  menolak bertanggung jawab merupakan hal yang tidak tepat dan melanggar  disiplin kedokteran yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran), serta melanggar pasal Pasal 58 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang menjelaskan hak menuntut ganti rugi terhadap tenaga kesehatan yang telah lalai dan  menimbulkan kerugian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. 

Pertanggungjawaban Malpraktik

Bahwasanya tindakan rumah sakit yang bermula dari melakukan operasi caesar pada korban (Ibu Yuliantika) tanpa terlebih dahulu melakukan tindakan diagnosis telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang kesehatan. 

Jika malpraktik terjadi maka pihak rumah sakit harus bertanggung jawab secara hukum terhadap segala kerugian yang telah ditimbulkan atas kelalaian tenaga kesehatannya. 

Dari kasus di atas dapat dilihat bahwa walaupun dokter melakukan kesalahan sebagaimana layaknya manusia, tetap harus menanggung resiko dan bertanggung jawab atas kesalahannya tersebut. Dengan demikian, malpraktik ditetapkan sebagai tanggung jawab dokter atau tenaga medis yang melakukannya dengan diikuti penyelidikan lebih lanjut. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun