Meski cinta mereka begitu kuat, hubungan ini terhalang oleh tekanan adat dan utang keluarga. Ayah Nurbaya, Baginda Sulaiman, terpaksa meminjam uang dari Datuk Meringgih, seorang rentenir tamak. Saat Baginda tidak mampu membayar utangnya, Datuk Meringgih memaksa Nurbaya menikah dengannya sebagai ganti. Demi menyelamatkan ayahnya, Nurbaya merelakan dirinya menikah dengan pria yang jauh lebih tua, meski hatinya hancur.
Pernikahan ini tidak membawa kebahagiaan. Nurbaya diperlakukan dengan buruk oleh Datuk Meringgih hingga akhirnya ia meninggal secara tragis setelah diracun. Samsulbahri, yang terluka mendengar nasib kekasihnya, kemudian bergabung dengan militer Belanda. Dalam perjalanan hidupnya, ia akhirnya bertemu kembali dengan Datuk Meringgih dalam sebuah pertempuran besar, yang berakhir dengan kematian Datuk.
Melalui kisah ini, Marah Rusli tidak hanya menyuguhkan kisah cinta yang menyayat hati, tetapi juga menyampaikan kritik terhadap praktik adat yang mengekang kebebasan individu, terutama perempuan. Novel ini juga mengecam ketidakadilan sosial, di mana kekuasaan dan uang sering kali menindas kaum lemah.
Siti Nurbaya menjadi simbol pergolakan antara tradisi dan modernitas pada masanya. Dengan alur cerita yang menyentuh, novel ini tetap relevan hingga kini, menjadi pengingat akan perjuangan melawan ketidakadilan yang dibungkus dalam keindahan sastra.
Ketiga novel klasik ini---Azab dan Sengsara, Tenggelamnya Kapal van der Wijck, dan Siti Nurbaya---bukan hanya sekadar karya sastra, tetapi juga pengingat akan pentingnya perjuangan melawan ketidakadilan dan pengaruh adat yang kaku. Melalui kisah cinta, penderitaan, dan perjuangan tokoh-tokohnya, kita diajak untuk merenungkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Membaca karya-karya ini bukan hanya memperkaya wawasan literasi, tetapi juga membuka pemahaman akan sejarah sosial bangsa Indonesia. Semoga rekomendasi ini menginspirasi Anda untuk lebih menghargai dan melestarikan karya sastra klasik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H