Avi mencoba untuk menggambarkan bagaimana kondisi keraton dahulu kala, “Dihiasi dengan dinding yang konon katanya itu tingginya 5-6 meter, itu menurut catatan-catatan. Kemudian, disebelah Timur sampai Selatan itu dibatasi dengan Segoroyoso. Segoroyoso itu danau buatan yang karena luas banget nih kayak segoro, kayak lautan, dinamakan Segoroyoso.” Saat ini, hanya tersisa situs-situs reruntuhan peninggalan kejayaan masa lalu yang masih bisa dijumpai.
Disebabkan terbatasnya peninggalan yang tersisa, dari Dinas Kebudayaan membuat hologram sebagai penggambaran bangunan-bangunan keraton di masa lalu. Keberadaan hologram menjadi salah satu daya tarik di museum ini, karena dari hologram tersebut kita mengetahui bagaimana struktur bangunan keraton saat masih berada dalam keadaan utuh. Meski ada hologram, tour guide tetap menjelaskan secara rinci informasi terkait benda-benda yang ada disana.
Tak berhenti sampai disitu, masih ada komponen-komponen lain seperti saluran air, serta umpak sebagai landasan tiang bangunan yang memiliki banyak jenis, ada yang bulat dan ada yang persegi. Ada juga alat-alat keseharian seperti alat dapur dan juga alat yang membuktikan adanya hubungan dengan bangsa asing, yaitu mata uang Cina dan pecahan keramik Tiongkok Cina. Karena pada masa itu masyarakat belum bisa membuat keramik.
Salah satu masterpiece yang dimiliki Museum Pleret yaitu keris Sabuk Inten dengan sebelas lekukan yang ditemukan di situs kauman. Keris itu berada di dalam sebuah kaca dalam kondisi sudah berkarat, hanya saja didukung dengan hologram untuk menggambarkan keris ketika dalam keadaan utuh. Sayangnya, warongko atau wadah keris ini masih belum ditemukan.
Tak hanya hologram, disana juga disediakan tempat khusus untuk mendengarkan sastra gending karya Sultan Agung. Avi menjelaskan isi dari karya Sultan Agung tersebut, “Isinya tentang ketuhanan, terus falsafah hidup, perjalanan hidup, dan lain sebagainya.” Tempat itu berbentuk meja dengan headphone tersedia untuk pengunjung. Pengunjung hanya perlu meletakkan telapak tangan di atas tombol sensor untuk mendengarkan tembang macapat.
Salah satu benda ikonik yang ada di Museum Pleret adalah sumur yang masih memiliki sumber air di dalamnya. Sumur ini sudah lama tidak dimanfaatkan, hanya saja untuk masyarakat yang masih percaya dengan hal-hal spiritual, beberapa kali datang meminta air untuk siraman atau penyembuhan. Sumur ini bernama sumur Gumuling.
Itulah beberapa gambaran tentang wisata di Museum Sejarah Purbakala Pleret. Tentu kita tak akan rugi ketika berkunjung ke sini. Ada begitu banyak ilmu dan pengalaman seru yang kita dapatkan di museum yang modern ini. Bagi Anda yang berminat mengunjungi Museum Pleret, museum ini buka di hari Senin hingga Jumat. Sedangkan pada hari Sabtu, Minggu, dan libur nasional museum ini tutup. Untuk hari Senin-Kamis buka dari pukul 08.00-16.00 sedangkan hari Jumat dari pukul 08.00-14.30. Yuk liburan bermanfaat ke Museum Sejarah Purbakala Pleret! Asyik dan mengedukasi!