Tepat waktu merupakan sikap disiplin terhadap waktu dalam melakukan suatu pekerjaan. Sikap on time ini beberapa kali disinggung ketika ada seseorang yang terlambat dalam melakukan kewajibannya.
Kebiasaan tepat waktu ini kurang dijunjung dan masih dianggap hal yang wajar oleh sebagian orang. Padahal, seharusnya budaya ngaret ini jangan sampai diremahkan.
Budaya terlambat atau yang biasa disebut dengan istilah “ngaret” ini seolah sudah mendarah daging di Indonesia. Kebiasaan ngaret atau mengulur-ulur waktu seperti karet ini merupakan citra buruk yang harus kita perbaiki.
Tidak seperti Indonesia, negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan sangat mengutamakan ketepatan waktu dalam segala hal. Kita seharusnya bisa mencontoh mereka.
Lalu, sebenarnya apa penyebab kebiasaan buruk ini masih terpelihara di Indonesia? Ada beberapa penyebab yang membuat budaya ngaret ini sulit dihilangkan. Yang pertama yaitu terlalu optimis dengan kondisi jalanan yang lancar.
Optimis memang bagus, tapi memperkirakan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan juga harus kita pikirkan. Kita harus bisa mempersiapkan diri berangkat lebih awal untuk menghindari kemacetan panjang.
Yang kedua menganggap remeh orang yang akan kita temui. Kita akan sangat tepat waktu jika hal itu amat penting bagi kita, seperti wawancara kerja atau mengejar waktu keberangkatan transportasi.
Tapi jika kita hanya bertemu dengan teman, kita menganggap bahwa mereka tidak akan mempermasalahkan keterlambatan kita. Padahal, menunggu sesuatu itu membosankan dan membuang-buang waktu. Kita harus bisa menghargai siapapun orang yang akan kita temui dan menganggap mereka sama pentingnya.
Kurangnya kepedulian kita dengan orang yang terlambat juga menjadi faktor budaya ngaret ini masih ada. Beberapa dari kita seolah tak peduli jika orang lain atau teman kita terlambat, padahal keterlambatan orang lain juga dapat merugikan diri kita sendiri.
Jadi, tidak ada salahnya jika kita sesekali menegur orang yang terlambat agar tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk menghindari keterlambatan.
Dan yang sering terjadi keterlambatan disebabkan oleh patokan waktu yang ambigu. Kita biasanya menggunakan waktu sebagai standar atau patokan ketika kita ingin melakukan atau menyelesaikan sesuatu.
Namun, apa jadinya jika patokan waktu yang digunakan tersebut ambigu? Tentu saja hal ini akan menimbulkan ketidakselarasan.
Jika seseorang membuat janji untuk bertemu sehabis waktu magrib, maka waktu isya pun juga termasuk sehabis waktu magrib. Oleh sebab itu, patokan waktu yang rinci seharusnya lebih kita gunakan dibandingkan waktu yang ambigu.
Budaya ngaret ini lahir dari tingkat kesadaran dan pola pikir dari individu itu sendiri. Maka kita juga harus mengubah kebiasaan ini dari kesadaran diri kita sendiri. Beberapa cara agar kita terlepas dari kebiasaan buruk ini di antaranya yaitu dengan memperhatikan perhitungan waktu ketika kita berada di perjalanan. Jalanan yang macet merupakan peristiwa sudah sering terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, kita harus memperkirakan waktu kita sampai ke tujuan dengan mempertimbangkan kemacetan yang ada.
Selanjutnya, kita harus singkirkan pikiran bahwa kita bisa melakukan semua persiapan dalam waktu singkat. Terkadang kita berpikir demikian ketika kita akan pergi untuk suatu keperluan. Namun pada akhirnya, kita bangun kesiangan, motor kita bermasalah, barang kita tertinggal, dan kesulitan-kesulitan lainnya yang sebenarnya bisa kita pikirkan solusinya ketika kita tidak menggampangkan segala sesuatu.
Menetapkan target sampai ke sebuah acara beberapa menit lebih awal juga bisa dilakukan agar terhindar dari keterlambatan. Jika sebuah acara di mulai pukul 10.00 pagi, maka usahakan kita sampai di lokasi 10 menit lebih awal, yaitu pukul 09.50. Dengan begitu, selain tidak terlambat, kita juga terhindar dari rasa tergesa-gesa dan panik. Ketika kita sampai di tujuan lebih awal, kita akan merasa lebih nyaman dan aman, karena kita sudah berada di lokasi sebelum acara dimulai.
Membuat jadwal kegiatan keseharian kita juga bisa membantu menghindari dari keterlambatan. Karena dengan jadwal yang tertata, kita akan mudah mengingatnya. Jika kita masih sulit untuk mengatur waktu, kita bisa menggunakan bantuan alarm sebagai pengingat. Membuat jadwal juga melatih kita untuk menghargai waktu. Dengan jadwal yang ada, kita bisa lebih mempersiapkan kegiatan kita selanjutnya.
Dan bagi kita yang sudah terlalu sering terlambat dalam segala hal, mulailah untuk memaksakan diri sesekali untuk menjadi orang yang on time. Setelah itu coba bandingkan, kita akan merasakan perbedaanya. Kita akan menjadi lebih tenang dan tidak tergesa-gesa karena dikejar oleh waktu. Selain kita mendapatkan manfaatnya, hal ini juga menjadi bentuk kita menghormati orang kita temui.
Kebiasaan baik memang harus dipaksakan. Mungkin awalnya susah untuk dilakukan. Setelah kita melakukannya dan nyaman dengan kebaikan yang dihasilkan, maka perlahan keterpaksaan itu akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan sulit untuk kita tinggalkan. Tidak ada kata terlambat untuk berubah menjadi lebih baik. Selalu ada kesempatan terbuka lebar bagi kita yang memiliki kemauan. Mulailah perbaiki diri kita, sebelum kita menyesal telah meninggal waktu-waktu yang berharga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H