Anda pasti sudah tidak asing dengan nama “thrifting”. Banyak orang terutama dikalangan anak muda menyebut thrift sebagai barang bekas atau secondhand. Barang yang dijual dalam thrift shop biasanya barang secondhand namun masih sangat layak dipakai. Tetapi kenapa thrifting sangat digemari dan menjadi tren bahkan menjadi salah satu ladang usaha anak muda?
Thrifting sangat populer dan banyak diikuti oleh remaja sehingga dikenal menjadi budaya populer. Menurut Burton (2008 dalam Chaniaho: 2011:93), budaya populer didominasi oleh produksi dan konsumsi barang-barang material dan bukan oleh seni-seni sejati, manakala penciptaannya didorong oleh motif laba.
Hal ini dipertegas oleh Ibrahim (2006), yang menyatakan bahwa budaya populer yang disokong industri budaya telah mengkonstruksi masyarakat yang tidak sekedar berlandaskan konsumsi, tetapi juga menjadikan artefak budaya sebagai produk industri dan sudah tentunya komoditi.
Budaya populer memiliki ciri-ciri antara lain adalah 1) budaya yang menjadi trending, 2) adanya keuntungan atau profitabilitas, 3) adanya durabilitas pergerakan waktu, 4) sangat mudah dinikmati oleh masyarakat dan jangkauannya luas. Berdasarkan ciri-ciri diatas, thrifting dapat disebut sebagai budaya populer.
Asal usul budaya thrifting ini berawal dari revolusi industri pada abad ke-19. Pada masa itu pakaian sangat murah sehingga masyarakat memiliki pemikiran bahwa pakaian adalah barang sekali pakai. Hal ini membuat barang yang dibuang tersebut menumpuk dan digunakan oleh para imigran.
Belum cukup sampai disitu, pada tahun 1920-an, saat krisis ekonomi besar-besaran di Amerika yang membuat warganya kehilangan pekerjaan. Hal tersebut berdampak pada ketidakmampuan untuk membeli pakaian baru sehingga mereka mulai terbiasa membeli pakaian bekas.
Gaya memakai baju bekas atau mereka menyebutnya gaya hidup Grunge pada tahun 90-an menjadi masa kejayaannya yang menjadi panutan bagi hampir seluruh anak muda di dunia. Pada tahun 2000-an tercatat toko barang bekas menjadi bagian dari industri besar yang bernilai hingga miliar. Industri ini juga semakin besar di Indonesia yang ditandai dengan maraknya generasi milenial yang mulai memakai atau membuka usaha barang second.
Thrifting saat ini sudah menjadi hal yang tidak asing lagi khususnya generasi muda. Banyak anak muda sekarang yang memanfaatkan barang bekas untuk dijadikan usaha seperti thrift shop. Pada thrift shop sendiri sebenarnya menjual barang-barang yang dipakai. Seperti baju, celana, rok, jaket, kemeja, dress, sepatu, topi, bahkan tas. Namun ada juga thrift shop yang hanya menjual baju tetapi tidak sedikit juga yang menjual dengan barang-barang lainnya.
Banyak tempat-tempat thrift shop yang tersebar dan terkenal di beberapa kota, salah satunya kota Bandung. Adapun beberapa thrift shop di Bandung antara lain, Pasar Gedebage, Pasar Lilin Tagalega, Pasar Jum’at (Pusdai), Pasar Gasibu, dan masih banyak lagi. Tapi tak perlu khawatir, anda tidak harus jauh-jauh ke kota Bandung, Jakarta, atau Yogyakarta, karena saat ini kegiatan jual belinya sudah merambah ke dunia maya.
Banyak anak muda yang membuka usaha thrift shop secara online dan mempromosikan dagangannya di media sosial seperti Instagram, Shopee, ataupun Tiktok.
Ada banyak alasan mengapa thrifting menjadi budaya populer yang di gemari anak muda, antara lain 1) harganya relatif murah, 2) mudah didapat, 3) model atau motifnya memiliki nilai khusus, 4) memiliki nilai historis yang tinggi, 5) menjadi tren fashion yang unik dan berbeda dari yang lain.
Biasanya orang-orang yang melakukan thrifting untuk mencari barang-barang yang unik ini merupakan orang yang ingin tampil beda dari tren fashion yang sedang ramai pada saat itu. Salah satunya yaitu bagi orang-orang yang menyukai tema vintage untuk fashionnya, pasti lebih menyukai melakukan thrifting karena pada thrift shop banyak menjual baju-baju vintage yang unik untuk didapat oleh penggemar fashion vintage tersebut.
Tetapi banyak juga yang melakukan thrifting karena ingin selalu terihat keren di setiap outfitnya namun dengan harga yang relatif terjangkau. Sama halnya dengan orang yang menganut gaya hidup hemat, thrifting bisa menjadi pulihan untuk menekan angka pengeluaran budget.
Daftar Pustaka
Rostinawan. 2020. ANALISIS PENGARUH BISNIS ONLINE THRIFT CLOTHES (STUDI KASUS: APLIKASI SHOPEE). Jakarta : Universitas Bakrie.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H