Mohon tunggu...
Raisha Thahira Isha Putri
Raisha Thahira Isha Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sekarang masih jadi mahasiswi dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Barat. Selalu suka sama sesuatu hal yang baru, tapi suka konsisten juga sama minat saat ini.

Raisha Thahira Isha Putri adalah seorang mahasiswi dari Perguruan Tinggi Negeri di Jatinangor, Jawa Barat. Fans berat Arctic Monkeys yang punya sejenak cita-cita untuk ngerubah namanya jadi Aurora karena sejak kecil jatuh cinta sama keindahan langit. Saat ini dia sedang magang di salah satu perusahaan media di Indonesia, doain semoga lancar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lusa Kita Berjumpa, Apa Kabarmu?

27 Februari 2023   01:34 Diperbarui: 27 Februari 2023   02:37 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Chapter 1

"Akhirnya kita berjumpa kembali," ujar Rara sambil menghampiriku yang juga ikut menghampirinya. Hari ini, malam ini, dan detik ini, dia memakai baju putih polos di dalam balutan cardigan rajut hitam, wajahnya yang polos seraya berseri memberikan senyuman manis padaku. Detik itu juga, rasanya aku tidak dapat bernafas, diriku terkendali akan sosok gadis jelita yang tepat berada di depanku.

Rara memiringkan kepalanya lalu menatapku dengan datar, "Kenapa diam saja? Ayo kita ke ayunan dekat taman! Sudah lama kita tidak berbincang-bincang sambil minum sour tea." ajaknya.

Ayo Ra, maaf, tadi aku ikut terhanyut akan keanggunanmu, hanya beberapa detik tetapi rasanya aku tidak ingin pergi pada detik itu. Bolehkah diulang kembali? Aku sedikit nestapa.

"Hahaha! Bisa saja rayuanmu itu, lama-lama malam akan jenuh melihat kita berdua yang menetap di sini hanya untuk mendengarkan dan menghabiskan kalimat legit itu," balasnya sambil menahan malu, tidak lama kemudian ia menggenggam dan menarik tanganku mengarah tempat yang kami tuju.

***
Rasa teh ini, tidak aku sangka akan seenak ini. Ternyata seleramu bagus, Ra. Kalau begini, besok aku akan menyedu sour tea untuk keluargaku, sepertinya mereka akan menyukainya.

"Oh ya? Aku senang mendengarnya. Teh ini memang paling nikmat untuk diminum pada malam hari, apa lagi jika meminum ini di taman. Benarkan?"

Sayangnya untuk kali ini aku tidak bisa setuju akan pendapatmu. Meminum teh ini pada malam hari di taman, menurutku itu tidak menyenangkan tetapi tidak pula menyenangkan, biasa saja.

"Itu karena kamu menyukai susu cokelat bukan sour tea. Lagi pula, menurutku jika kamu minum susu coklat pada malam hari di taman juga akan terasa menyenangkan."

 Tidak juga, biasa saja saja. Tidak indah tidak pula nikmat.

"Lalu apa yang apa yang menurutmu nikmat dan pula indah?" raut wajahnya sekarang berubah menjadi serius, dia menatapku dengan lekat.

Meminum teh atau susu ini di taman adalah suatu hal menyenangkan yang tertunda, berbincang dengan dirimu juga merupakan kebahagiaan yang harus segera direalisasikan. Maka dari itu, hal menyenangkan yang tertunda akan ku tarik ke dalam suatu kebahagiaan yang sudah ku realisasikan pada detik ini. Berbincang denganmu sembari meminum sour tea di taman pada malam hari.

Rara mengulang hal itu, ya, ia kembali menampilkan senyuman indahnya kepadaku. Wajahnya semakin memerah dan aku tau ia tersipu malu akan kalimat yang baru saja ku lontarkan untuk menjadi pembukaan awal cerita yang akan saling kami tuangkan pada malam ini, "Sudahlah, jangan mengombaliku terus!" pintanya, kemudian Rara mengangkat gelas miliknya dan menyeruput teh itu sejenak.

"Hmm, nikmat. Aku harap, besok dan seterusnya aku dapat menikmati kebahagiaan sederhana ini bersamamu."

Aku juga berharap yang sama, Ra. Aku berharap, aku memiliki banyak kesempatan untuk mengulang hari-hariku bersamamu.

"Kalau begitu, saat kita bertemu kembali dengan suasana ini, bagaimana jika kita meminum susu coklat hangat buatanmu? Oh, atau mungkin buatan Ibumu? Kelihatannya susu coklat buatan Ibumu terdengar enak.

Ibu tidak akan membuatkanku susu, malam kemarin cukup mengecewakan.

Dia pun ikut terdiam, sesaat aku menyelesaikan kalimatku, dia menarik pandangannya lurus kedepan pula tertunduk. Dia menarik nafas dalam-dalam sebelum memulai membuka mulutnya, "Maaf, aku harap itu tak akan terjadi kembali, Unno." ucapnya.

Tidak apa, ini semua bukan salahmu, Ra. Lagi pula semua sudah selesai, tidak akan ada lagi yang terulang.

Detik itu pula, kami kembali menyeruput sour tea itu sembari menikmati gemerlap malam yang kian menusuk segala kisah di belakang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun