"Lalu apa yang apa yang menurutmu nikmat dan pula indah?" raut wajahnya sekarang berubah menjadi serius, dia menatapku dengan lekat.
Meminum teh atau susu ini di taman adalah suatu hal menyenangkan yang tertunda, berbincang dengan dirimu juga merupakan kebahagiaan yang harus segera direalisasikan. Maka dari itu, hal menyenangkan yang tertunda akan ku tarik ke dalam suatu kebahagiaan yang sudah ku realisasikan pada detik ini. Berbincang denganmu sembari meminum sour tea di taman pada malam hari.
Rara mengulang hal itu, ya, ia kembali menampilkan senyuman indahnya kepadaku. Wajahnya semakin memerah dan aku tau ia tersipu malu akan kalimat yang baru saja ku lontarkan untuk menjadi pembukaan awal cerita yang akan saling kami tuangkan pada malam ini, "Sudahlah, jangan mengombaliku terus!" pintanya, kemudian Rara mengangkat gelas miliknya dan menyeruput teh itu sejenak.
"Hmm, nikmat. Aku harap, besok dan seterusnya aku dapat menikmati kebahagiaan sederhana ini bersamamu."
Aku juga berharap yang sama, Ra. Aku berharap, aku memiliki banyak kesempatan untuk mengulang hari-hariku bersamamu.
"Kalau begitu, saat kita bertemu kembali dengan suasana ini, bagaimana jika kita meminum susu coklat hangat buatanmu? Oh, atau mungkin buatan Ibumu? Kelihatannya susu coklat buatan Ibumu terdengar enak.
Ibu tidak akan membuatkanku susu, malam kemarin cukup mengecewakan.
Dia pun ikut terdiam, sesaat aku menyelesaikan kalimatku, dia menarik pandangannya lurus kedepan pula tertunduk. Dia menarik nafas dalam-dalam sebelum memulai membuka mulutnya, "Maaf, aku harap itu tak akan terjadi kembali, Unno." ucapnya.
Tidak apa, ini semua bukan salahmu, Ra. Lagi pula semua sudah selesai, tidak akan ada lagi yang terulang.
Detik itu pula, kami kembali menyeruput sour tea itu sembari menikmati gemerlap malam yang kian menusuk segala kisah di belakang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H