Saat ini Tiktok telah menjadi media digital yang ramai digunakan masyarakat. Sama dengan keberadaan Instagram, Tiktok sudah mulai memiliki fitur kepada para pengunakan agar dapat menayangkan kreasi filter yang penggunanya ciptakan.Â
Akan tetapi, beberapa individu pengguna Tiktok termaksud saya saat ini cukup geger dengan keberadaan filter Acne Skin yang dibuat oleh pemiliki akun dengan user name @sayfkt, seorang pengguna Tiktok asal Kroasia yang aktif menayangkan konten dan membuat beragam filter di aplikasi tersebut.Â
Filter Acne Skin sendiri saat ini telah menjadi buah bibir para pengguna Tiktok di Indonesia akibat pro dan kontra yang hadir atas esensi pembuatan filter ini.Â
Hal ini disebabkan oleh penyalahgunaan filter tersebut bagi beberapa konten kreator yang tidak memiliki masalah terhadap kulit wajah mereka dengan menjadikan filter ini sebagai bahan candaan atau bahan validasi atas kecantikan dan kerupawanan mereka. Dalam artiannya, para pengguna filter yang tidak berjerawat tersebut mempertanyakan apakah diri mereka masih terlihat cantik jika berjerawat, bahkan ada yang menggunakan filter tersebut untuk membuat konten bercandaan pada kerabat terdekat mereka agar dapat melihat reaksi orang tersebut ketika kulit wajah mereka berjerawat.Â
Dari situlah, kejadian ini mengundang amarah para acne fighter atas konten candaan dan konten validasi yang tidak bertujuan baik dengan memakai filter ini. Tidak sedikit dari pengguna Tiktok yang mengkritisi keberadaan filter Acne Skin akibat rasa sakit hati yang mereka miliki, menjadi seorang acne fighter bukanlah hal yang mudah bahkan banyak dari mereka yang pernah memiliki pengalaman buruk atas masalah kulit wajah mereka.Â
Saya sebagai seorang acne fighter, tentunya tidaklah mudah bagi saya mengatasi masalah kulit wajah yang saya alami. Di satu sisi, mudah bagi saya untuk memahami  perasaan para pejuang masalah kulit berjerawat yang sakit hati terhadap keberadaan filter ini jika disalahgunakan untuk tujuan yang negatif.Â
Hal yang saya sorot bukanlah berfokus pada fungsi dari keberadaan filter Acne Skin ini sebab jika dikupas dengan sudut pandang yang positif, filter ini dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat yang tidak memiliki wajah berjerawat agar lebih menjaga pribadinya untuk tidak menyepelekan para acne fighter di luar sana yang sedang struggle terhadap kondisi kulit wajah mereka dan tetap rajin menjaga kulit wajahnya.Â
Keresahaan bagi saya muncul dari para konten kreator yang menggunakan filter ini untuk tujuan menghina, menindas, dan menyepelekan para acne fighter dengan cara membuat konten menggunakan filter ini. Dengan tujuan negatif tersebut, secara tidak langsung mereka menghina para acne fighter dan secara halus memperlihatkan bagaimana rendahnya simpati mereka terhadap para pejuang masalah kulit wajah berjerawat.Â
Tidaklah masuk akal bagi saya melihat bagaimana seseorang yang memiliki kulit wajah yang mulus membuat konten di Tiktok dengan filter ini lalu membuat konten "Apakah aku masih cantik jika jerawatan?" layaknya orang yang mengemis validasi akan kencatikannya dan secara tersirat mengatakan jika seseorang yang memiliki jerawat maka tidaklah cantik.Â
Begitu pula dengan konten-konten "Aduh, aku salah pakai skin care jadinya aku jerawatan." dengan tujuan pembohongan publik, padahal secara jelas terlihat jika jerawat tersebut adalah filter dan konten itu ditujukan untuk menarik atensi masyarakat sebagai suatu konten hiburan.Â
Konten-konten tersebut bukanlah konten yang lumrah untuk dijadikan bahan pertunjukan, masalah kulit wajah berjerawat bukanlah suatu hiburan bahkan bahan candaan. Masyarakat sudah seharusnya lebih kritis dalam memilah konten di media digital untuk mereka konsumsi, bukan saatnya masyarakat secara mentah menerima konten viral di media digital untuk dijadikan hiburan kilasan.Â
Hal ini juga berlaku pada para pembuat konten untuk lebih manusiawi, kreatif, dan teliti dalam menerbitkan konten di media sosial mereka. Selain itu, para pembuat konten media digital sudah seharusnya mencaritahu tujuan positif dari penerbitan konten yang mereka buat dari pada mengutamakan tujuan negatif hanya demi viral, views, dan engagement.Â
Maka karena itu, sudah saatnya teknologi digunakan untuk memajukan akal manusia bukan sebaliknya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H